Part 22

1.3K 142 4
                                    

"Oh jadi kamu memilih dia daripada Kevin?"

***

Di atas sana, langit tak begitu cerah hari ini. Awan mendung memenuhi sebagian besar permukaan datar biru itu membuat sinar sang mentari tak bisa menembus poros bumi seperti halnya di musim kemarau. Sama dengan Ali, perasaan malas menyertai langkahnya memasuki salah satu cafe elit di daerah kota Metropolitan. Begitu masuk, sosok yang menyebabkan lawan rasa dari semangat itu langsung dilihatnya tengah duduk di dalam ruangan pribadi yang tersedia, masih memaksakan diri Ali menghampiri.

Sebuah senyum tulus Rudi perlihatkan untuk menyambut kedatangan putranya yang masih mengenakan segaram supir, rasa bersalah dan menyesal semakin menyelimuti hatinya. Harusnya Ali tidak bekerja seperti ini, disuruh ke sana ke mari.

"Ali, ayo duduk nak," berdiri dari duduknya Rudi merangkul kecil sang putra meski pemuda itu setia menampilkan wajah datar "ayah kira kamu enggak akan datang" Rudi menarik sedikit kursinya agar semakin mendekatkan posisinya dengan Ali.

"Ada apa pak?"

Menghela nafas sejenak mendengar pertanyaan Ali "Ada yang mau ayah bicarakan mengenai kamu," Rudi melanjutkan kalimatnya ketika melihat anggukan dari pemuda berambut gondrong itu "sebelum ayah pergi menemui ibumu, ayah ingin meminta satu hal"

Diam tak menjawab, Ali enggan menanyakan hal apa yang ingin diminta oleh lelaki di hadapannya.

"Ayah mau kamu berhenti dari pekerjaanmu sekarang Li, pindah dan tinggal bersama ayah"

"Saya nyaman dengan pekerjaan saya" jawab Ali dengan nada datar, sama sekali tak tergiur dengan ajakan ayahnya. Ia merasa nyaman dan menikmati setiap proses yang sedang ia jalani, masa-masa terberat dalam hidup telah ia lewati.

"Ali, ayah ingin memberikanmu kehidupan yang lebih layak nak_"

"Hidup saya dari dulu layak-layak saja, kalau bapak melakukan ini karena merasa bersalah lebih baik jangan." Ali menghela nafasnya "Saya tidak pernah benci dengan bapak, apapun yang bapak lakukan itu adalah keputusan dalam hidup bapak, bapak punya hak penuh atas diri dan hidup bapak"

"Ali, ayah ingin bertanggung jawab. Kamu adalah tanggung jawab ayah"

Terdiam beberapa saat kemudian Ali mengangguk singkat "Saya tahu"

"Selama ini ayah tidak mencari kamu karena Mamat mengatakan kalau kamu sudah tidak ada, ayah putus asa dan ayah alihkan semua itu dengan bekerja tanpa mengenal lelah karena kalau ayah berhenti sejenak saja maka pikiran ayah akan langsung mengarah padamu yang membuat ayah setres" melihat ke luar lewat kaca transparat di hadapan mereka Rudi menghela nafas "Tapi Tuhan begitu baik sehingga kembali mempertemukan kita dengan kamu yang sudah sangat dewasa"

Tersenyum singkat Ali menjawab "Saya enggak tahu apakah saya harus bahagia? Tapi yang jelas saya juga pernah berpikir bahwa apa yang akan berubah jika kita kembali dipertemukan dan saling mengenal sebagai sepasang ayah dan anak? Sekali lagi, saya tidak pernah membenci bapak sedikit pun"

Rudi menghela nafas kembali, ia tahu ini takkan mudah untuk membawa putranya tinggal bersamanya. Ia harus menuai apa yang sudah ia tanam beberapa tahun silam dengan meninggalkan istri dan anaknya yang kala itu sangat membutuhkannya.

***

Terhitung sebulan sejak pertemuan Ali dengan ayahnya dan sampai saat ini pemuda beralis tebal itu masih bekerja dan menetap di kediaman keluarga Budiman, masih belum terpikirkan olehnya untuk mengindahkan permintaan ayahnya.

Dan beberapa menit lalu selesai menemui lelaki itu yang kembali menanyakan jawabannya atas permintaan tempo hari, ia semakin bingung ketika mengetahui bahwa Rudi, ayahnya telah kembali menikah dengan wanita lain yang mana ia akan menetap serumah jika ia menyanggupi permintaan itu.

CINTA MEMILIH KITA [Selesai]Where stories live. Discover now