⭕Parah nyebelinnya⭕

138 29 0
                                    

  "Anak-anak, karena kemarin malam kita tidak dapat melaksanakan kegiatan, sebab ada halangan. Untuk itu, siang ini kita akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah di rancang oleh para kakak-kakak anggota Osis kita." tutur Pak Tiang, ke kita-kita.

  Kami semua sudah ngumpul rame-rame, pagi-pagi buta gini di bilang udah siang. Emang aneh pak Tiang, yang tinggi badannya setinggi pilar listrik di depan rumah gue. Paling males gue di suruh melaksanakan kegiatan beginian, pagi gini enaknya rebahan sampai sore terus di timpuk nyokap pakai sapu lidinya.

  "Iya, Pak ....!" sahut yang lain bernada.

  Ada yang menguap lebar, ada juga lagi ngupil, ada yang menggaruk kepalanya. Dan ada lagi yang memotong kuku kaki. Kalau gue cuma mangut-mangut bebek, soalnya mata gue kekurangan ion. Perlu, nih, mata gue di semprot pocari sweet, bukannya membaik malah bangsul ini mata.

  "Okey, bapak akan sebutkan nama-nama yang satu kelompok berkelompok enam orang." Pak Tiang mengambil lembaran kertas tipis di tangan Ketua Osis yang manisnya kelebihan.

  Perasaan gue rada-rada nggak enak gini, kenapa, ya. Tolong di kasih tau. Biasanya kalau tiba-tiba perasaan nggak enak itu bisa jadi ada berita buruk. No, no, itu cuma mitos kali, positif thinking aja, mungkin hantu kecil lagi numpang lewat.

  "Kelompok 1: Rio, Satria, Keisya, Andriana, Jovan, dan Neina. Kelompok 2: Sesan, Ellis, Novan, Lili, Reana, dan ketumbar alias ketum. Kelompok 3: Reval, Vino, Pandu, William, Meli dan ..."

  Semoga bukan gue, please, yang ke enam bukan gue. Ya Tuhan tulunk, gue nggak mau sekelompok sama orang ngeselin.

  "Zeze."

  Hah?! Apa, sih, kenapa gue selalu sama mereka. Bisa nggak, sih, sama kelompok lain, sumpek gue liat wajah mereka melulu tiap hari, 'kan gue juga mau melirik cowok cakep yang lain. Wah, ini tidak bisa dibiarin.

  "Pak saya tidak setuju." protes gue, sebelum Pak Tiang menyebutkan nama kelompok-kelompok yang lain. Tuh, tuh, kan, mereka pada memandangi gue. Berasa kek artis aja deh. Iya, iya, gue tau kok, gue itu cakep tingkat kenegaraan. Wes PD amat.

  "Why?" Sok-sok'an si bapak pakai bahasa Inggris. Bukannya gue ngatain, tapi kenyataanya, Pak Tiang itu arti what aja nggak tau, kemarin gue nanya.

  "Zeze mau berisolasi diri ke kelompok lain, Pak!" Macem kuman aja ya mereka gue ngomong begini. Halah mereka itu nggak ambil hati kok, yang ada mengambil perasaan.

  Hihihihi.

  "Kenapa?" Ya ampun bapak. Bisa nggak, sih, jangan tanya kenapa-kenapa melulu, bisa di ganti dengan pertanyaan How atau who gitu.

  "Eh, lo kenapa sih, Ze?" Vino menepuk pundak gue kencang seperti lagi ditepuk pakai batu.

  "No komen! Semuanya harus ikuti peraturan dari bapak. Nggak ada tapi-tapian, sekarang juga awal kegiatannya akan dimulai, silahkan kalian lihat jadwal di secarik kertas yang akan diberikan ketua Osis kalian. Baiklah kalau begitu Bapak akhiri dulu, sekian dari bapak. Terima kasih," jelas Pak Tiang seusai menyebutkan nama kelompok lain.

  Ya taiba ...

  Ya taiba ...

  Seperti lirik lagu, 'Ya sudahlah' apa boleh buat, gue cuma seorang murid sama seperti butiran debu dan aku tak bisa bangkit lagi, aku tenggelam dalam lautan luka dalam ...Oh shit, pake nyanyi segala.

  "Lo Zeze 'kan?" tanya Kak Osis. Tanpa menjawabnya, gue melirik name tag yang ada di kantong bajunya.

  Widih keren amat namanya, cocok sama wajahnya yang tampan abis. Mau tau namanya? Sini gue bisikin, tempelkan dulu, dong, kuping lo pada di layar hp kalian.

  Jadi, namanya ....namanya itu Jali.

  "Oh, iya, kenalin dulu, nama gue Elang Jackson." ucapnya memperkenalkan diri seraya menengadahkan jabatan. Sebentar gue lirik lagi, lalu menatapnya.

  "Lah, itu name tag lo kok namanya Jali?"

  Si abang pangeran ini memegang name tag-nya. "He he, ini ketemu di jalan tadi."

  Gue melongo tak percaya, lalu buru-buru di tutup kembali mulut gue yang lebar ini. "Oke, sal- "

  Eh?! Sedikit lagi gue nyentuh tangan mulusnya, lah, si Reval main nyosor aja narik tangan gue. Kemarin malam marahin gue, sekarang ngedekatin. Pasti, nih, pasti sudah, rindu akan kerecehan jiwa bar-bar gue.

  "Mana kertasnya?" Reval memintanya ke Kak Elang. Nggak usah pake kakak-kakak-an ah, Ribet!

  Elang tersenyum simpul ke arah Reval, lalu menyosor kantong baju. Bukan-bukan, maksudnya memberikan lembaran kertas putih itu. Ya, kali warna ungu, janda dong.

  "Semoga sukses," ucap Elang dengan tatapan yang tertuju ke arah gue. Sorry gue nggak terjatuh dan tak bisa bangkit lagi ...astaga lagu ini ae terus.

  Ini semua efek author yang lagi gabut ngejomblo. Ups, santai thor santai, gue juga jomblo, kok. Selepas kepergian Elang, gue menatap Reval sekilas yang lagi sok-sokan lagi memahami. Bodo, gue mau pergi.

  "Mau kemana?"

  "Ke Korea, mau skincarean."

  "Tuh, pake lumpur ngapain jauh-jauh kesana."

  Gelut yuk? Yahahaha hayuk.

  Enak aja muka gue yang glowing badai ini di kasih lumpur! "Goblok!"

T B C

Diary Remaja [End]✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora