XXXII

1.9K 157 16
                                    

Sejak hari itu, mau tidak mau Latisya harus memikirkan hubungannya dengan Ariq. Kalau dipikir-pikir tidak ada salahnya kan kalau Latisya menanyakan tentang hubungan mereka?

Toh, kalau memang pada akhirnya benar seperti kata Nabila, kalau Ariq tidak menginginkan hubungan yang lebih dengan dia, risiko sakit hati memang sudah sepaket dengan kejujuran.

“Saya nggak tahu kamu se-desparate apa sama hubungan percintaan, tapi tolong fokus kerja. Kamu nyuruh saya nunggu berapa lama untuk minta salinan file ini?” Latisya mengehembuskan nafas nya dengan kasar.

Jelas malam itu berarti Adnan mendengar obrolannya dengan Nabila. Kenapa lagi harus ada Adnan malam itu, kan maluuu!

“Saya nggak se-desparate itu pak. Ini karena masih lama copynya.” Sungut Latisya.

“Itu udah selesai dari tadi Sya, kamu emang yang nggak fokus.” Adnan memajukan tubuhnya hingga jarak dia dan Latisya sangat dekat, Adnan melingkarkan tangannya dari belakang Latisya. Kalau ada orang yang melihatnya dari belakang, kelihatannya seperti dia sedang memeluk Latisya.

Latisya tiba-tiba jadi mati kutu, pergerakan Adnan cepat sekali sampai kecepatan otaknya  memproses kegiatan Adnan kalah cepat. Kenyatannya, tangan kanannya memegang mouse untuk mengeject flashdisk di laptop Latisya, dan tangan kirinya menarik flashdisk itu.

“Ini bukti kalau kamu emang desparate, saya giniin aja jantung kamu kayak ada speakernya, muka merah gitu.” Setelah itu Adnan pergi meninggalkan kubikel Latisya, tanpa memikirkan empu kubikel itu yang kaku menjalar keseluruh tubuhnya. Untung orang kantor sudah pulang, kalau tidak? Ah, gossip!

***

Latisya resah dengan posisi duduknya, oh bukan, tapi dia resah dengan keadaan yang akan dihadapinya. Sekarang dia sedang duduk di salah satu kedai es krim disekitar kantornya, dia sudah memiliki janji dengan Ariq untuk kesini.

Walaupun sempat ragu, tapi akhirnya Latisya sudah memutuskan kalau dia harus membicarakan hubungannya. Semalam dia sudah menyadari, mana ada hubungan yang berjalan hampir sepuluh tahun tapi tidak ada status.

Berteman lebih dari itu, pacaran tidak pernah ada pernyataan juga, dibilang hubungannya serius juga tidak mereka malah cenderung sangat santai, cinta? Sepertinya kata-kata 'cinta' belum pantas.

Lalu apa? Iya, itu yang akan ditanyakan Latisya.

Lama dia memikirkannya, kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Jika semuanya memang tidak diinginkan, setelah hari ini mungkin hubungannya dengan Ariq tidak lagi sama.

“Hii.. sorii nunggu lama. Udah pesen? Atau malah sudah habis?” Ariq duduk berseberangan dengan Latisya.

“Iya, udah habis. Tapi ini mau pesen lagi, biar lo makannya nggak sendirian.” Latisya mengeluarkan cengirannya, sedangkan Ariq mendengus geli.

You always have a great time with ice cream ya?

"Ice cream makes this as a great time.”

“Iya iya gue salah.. boleh pesen banyak-banyak deh es krimnya. I owe you!” Don't you know, Latisya wear a mask? Dia mengangguk bersemangat dan pura-pura melupakan perang dibatinnya.

“Gimana kerjaan? Aman?” Latisya mendongak menatap Ariq, kemudian dia menangguk.

“Masih suka lembur?” Latisya menangguk lagi.

“Ini makan es krim banyak nggak takut sakit perut?”

Latisya menggeleng sambil menyuapkan es krim kemulutnya sendiri “Apalah arti es krim kalau udah masuk perut? Semuanya udah nyampur jadi satu.”

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang