Bab - 22 | Jakarta Fair

981 130 2
                                    

Sudah hampir satu minggu berlalu sejak rapat BSM terakhir kali. Belakangan ini ia disibukkan dengan pembuatan KTI untuk Pilmapres tahap Fakultas. Dua hari lalu ia baru saja dinyatakan lulus tahap prodi. Jadi selanjutnya di tahap fakultas, ia harus menyiapkan KTI sebagai syarat lulus.

Kana menatap layar macbook yang kini menapilkan halaman word yang kosong. Ia tidak memiliki ide untuk mengetik satu katapun. Padahal hasil riset yang telah ia kumpulkan berhari-hari lalu telah menumpuk minta ditulis. Tapi rangkaian kata tak mampu Kana tuai. Ujung-ujung jemarinya tetap terpaku di atas puluhan tombol keyboard. Kana jenuh. Dan ia akui, dia sedikit rindu dengan kegiatannya dengan Noah. Baik itu mengunjungi BBW, latihan sepeda, atau sekedar duduk di danau hijau UI.

Di atas itu semua, entah kenapa dia lebih rindu dengan chat random yang sering Noah layangkan. Beberapa hari ini, Noah tidak mengirimkan satu pesan pun padanya. Ingin mengirim pesan terlebih dahulu, rasanya Kana malu. Ia tidak tau harus membahas mengenai apa. Apalagi Noah saat ini tengah disibukkan dengan aksi demonstrasi. Jadi tidak mungkin Noah memiliki waktu seluang itu untuk mengiriminya pesan.

Kana menyerah. Ia meraih ponsel yang terletak di laci belajarnya. Ini merupakan kebiasaan Kana. Setiap kali ia memiliki tugas, maka hal pertama yang ia lakukan adalah menyembunyikan ponselnya.

Membuka grupchat BSM, Kana menggulir foto-foto aksi yang dikirimkan oleh mereka yang sedang berada di lokasi. Kana mendapati satu foto Noah yang baru saja masuk.

Zaki : Keren kali bosquu! Bisa banget lo speak-up ganteng di depan sana. Ntar lagi siap-siap aja IG lu penuh DM cewek-cewek.

Cuit salah seorang ketua divisi BSM. Kana akui memang Noah sekeren itu. Dengan jaket kuning bersimbol makara kebanggaan yang kusut hampir sepenjuru bagian, ikat kepala bertulis seruan aspirasi, wajah penuh noda yang kerap memancarkan silau perjuangan, sekali lagi, Noah memang sekeren itu. Belum lagi kemampuan public speaking pria itu yang memumpuni.

Orang-orang yang memiliki kemampuan public speaking dengan otodidak itu keren. Kana saja yang sudah bertahun-tahun mengikuti pelatihan public speaking profesional, rasanya belum mampu menandingi Noah atau petinggi BEM lainnya. Seakan mereka memang diciptakan untuk menjadi pemimpin.

Kana merasakan getar notif saat akan menonaktifkan ponselnya.

Noah Arditya : Na. Knock Knock!

Tanpa sadar, Kana membalas chat itu dengan sangat cepat.

Kana : Iya, Kenapa?

Noah Arditya : Gapapa. Tes jaringan doang

Mendengus tak terima, Kana membalas.
Kana : Apaan sih kamu? Harus banget chat aku buat tes jaringan?

Noah Arditya : Cie. Ngarep ya gue seriusan.

Kana membaca pesan tersebut lalu menutup ponselnya. Namun tangannya kembali gatal saat merasakan notif chat yang kembali masuk.

Noah Arditya : Yee. Diread doang. Ngambekan lo
Noah Arditya : Now playing Pamungkas - Sorry

Kana mendengus lucu saat lagi-lagi Noah memainkan trik now playing random yang sering ia layangkan belakangan ini saat mengirimkannya pesan.

Kana : Now Playing The Corrs - Forgiven not forgotten

Noah Arditya : Now playing Khalid - Saturday Nights
Noah Arditya : Next playlist The Donnas - Do you wanna go out with me

Kana : Kemana?

Noah Arditya : Gue di depan rumah lo sejam lagi. Mau mandi dulu. Baru selesai aksi soalnya.
Noah Arditya : Gak perlu dandan. Yang penting bawa jaket. Karna kita motoran. See you :)

CWTCHWo Geschichten leben. Entdecke jetzt