Keduapuluh, Pilihlah salah satu.

22 9 0
                                    



Kesibukan Ara sekarang adalah belajar dengan sungguh-sungguh, ya untuk persiapan Ujian kelulusan. Tak terasa juga sudah kurang dari satu bulan ujian kelulusan itu terlaksana. Apalagi, Ara adalah murid baru dan baru saja ia beradaptasi tapi sudah harus pergi.

Ya, awalnya Ara memang tak ingin terlalu lama di sekolah baru. Tapi setelah ia kenal dengan teman-teman barunya membuat Ara sedikit merasakan kesedihan.

Menatap Nara, Yeri, Jaemin, Jisung dan Chenle di bangku kantin membuat hatinya perih. Akan ada kekosong setelah semua pergi.

Ara menghembuskan nafasnya membuat Jaemin yang duduk disampingnya menoleh.

Jaemin tersenyum lalu mengusap bahu Ara.

"Kenapa? Ada masalah sama bang Mark?" tanya Jaemin yang mampu membuat seluruh perhatian di bangku itu tertuju pada Ara.

Ara menggeleng, lalu menatap teman-temannya satu persatu.

"Aku baru saja merasa nyaman, tetapi sebentar lagi kita akan berpisah."

Nara dan Yeri kompak menumpukan telapak mereka di atas telapak tangan Ara.

"Gak usah sedih Ara, kita juga bisa tetap berteman kok," ujar Nara lalu ia tersenyum.

Ternyata senyum itu menular.
















Berbeda dengan lelaki yang malah sibuk bermain dengan dasi sekolahnya di bangku taman sekolah. Ia sandarkan tubuh lelahnya itu dan menghembuskan nafasnya, hingga ia merasa sedikit lebih ringan.

Renjun diam menatap setiap siswa-siswi yang berjalan bersama, tertawa bersama, saling melempar candaan. Jujur Renjun rindu masa-masa ia bahagia dengan teman-temannya. Ia rindu setiap bertengkar dengan Haechan, atau saling adu teriakan dengan Chenle. 

Ia menggeleng kuat.

Buat apa ia memikirkan teman-temannya yang tidak pernah memikirkannya sedikitpun?

Lalu sebuah tangan terulur didepannya, menampakkan gadis yang membuat jantungnya berdetak tak karuan.

Renjun mengangkat salah satu alisnya, lalu menegakkan tubuhnya.

"Buatmu, ya anggap saja permintaan maafku telah mematahkan pensilmu tadi," katanya.

Renjun tersenyum, menyambut sebotol susu coklat dingin itu. Alasan yang menggemaskan baginya.

"Kau mau kemana?" tanya Renjun saat gadis itu hendak melangkah.

"Kurasa aku mengganggumu, jadi-"

"Duduklah, aku ingin mengobrol denganmu," potong Renjun sembari menarik halus lengan gadis di depannya agar duduk di sampingnya.


















Renjun merasakan kehangatan dalam hatinya, kehangatan yang ia idamkan setelah badai dingin selalu menyelimutinya. Berkat gadis disampingnya yang tengah menceritakan kegiatannya bersama Haechan yang menurutnya lucu.

Hingga interupsi si tokoh cerita membuat gadis itu terdiam.

"Wow, kalian lagi mengobrol tapi tak mengajakku? Kau ini memang kejam ya, Renjun."

Saat namanya disebut diakhir kalimat, entah emosinya mulai tersulut. Bukan emosi yang menyedihkan, hanya emosi yang Renjun rindukan. Emosi ingin selalu memiting leher seseorang di depannya yang tersenyum mengejek padanya.

"Apa? Kau mau memiting leherku? Coba saja kalau bisa!" tantang Haechan lalu bertingkah mengejek Renjun.

Renjun berdecih, dan langsung sigap berdiri menarik lengan Haechan dan memitingnya.

Cerita Mereka (SELESAI).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang