⭕Tanaman ekstrim⭕

139 29 0
                                    

  Beberapa jam kita-kita udah melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa dikatakan aneh. Mau tau kenapa jadi gue bilang aneh? Coba kalian pikirkan, kalau sekolah-sekolah yang lain biasanya kegiatannya seru-seru sama mudah aja pastinya, lah, kami di suruh nyari berudu di sungai sampai dua botol penuh. Butuh berapa jam, tuh? Untung banget gue ahli nyari berudu. Jadi, berudu-berudu itu lengket di telapak tangan gue.

  Sekarang, setiap kelompok di suruh nyari tanaman herbal di hutan begini. Lagian gue bingung, kenapa, ya, panitia perkemahannya itu suka banget nyuruh-nyuruh yang sulit. Sedangkan mereka aja malah asyik nongkrong sambil ngemil memerintahkan kita-kita. Kalau itu adik kelas gue, udah gue ajak adu bacot.

  "Gerah bjir, keringetan gue jadinya ...! Barabeh, barabeh ..." Vino mengipas mukanya dengan daun pisang yang getahnya mengenai kaos kaki gue. Biarin, ini kaos udah jadul.

  "Iya, nih, gue juga capek, istirahat saja dulu yuk, baru kita lanjutin." Merasa agak capek, gue duduk di samping Meli sambil meluruskan kaki yang lumayan pegel.

  "Kira-kira tanaman herbal itu ada di mana, ya?" tanya Reval sembari menggigit tulang daun yang telah di gunduli. Dan kami semua hanya menggidikan bahu.

  "Ze," panggil Willi yang cuma gue sahut dengan deheman cool.

  "Lo 'kan peramal, coba liatin, dong,  apa ada tanaman itu di sekitar kita."

  Hah, apaan, gue nggak dengar, gue pake kaca mata. Aneh banget si Willi, hello emangnya gue itu dukun? Enak aja cewek cantik jelita macem inces kek gue ini di sama-samain sama dukun.

  "Gaje amat sih lo Will, pasti, nih, pasti sudah karena efek makan daging sapi berhari-hari, heh, kena juga 'kan efeknya. Makanya kalau nggak mau otak lo makin konslet gara-gara makan daging tiap hari, mending kasih gue," jelas gue panjang kali lebar.

  Semoga aja Willi mengerti maksud gue. Yaiyalah, gue juga mau makan daging sapi, apalagi dimasakin sayur sop sama rendang. Beh nikmatnya.

  "Gak jelas lo Ze, sok asik."

  "Bacot amat, sih, lo pada, mending kita nyari lagi, gue mau rebahan," sahut Pandu menyerocos. Emang benar, badan gue juga ikut pegal mau nemplok di kasur empuk.

  Tumben si Vino enak tau diam-diam bae. Biasanya ikut-ikutan ngomong, ini pasti ada sesuatu. "Oi, Vin, kenapa lo diem aja kek Bodat?" ucapan gue lantas mereka tertawa, lucu aja nggak malah ketawa. Dasar punya selera humor tinggi, ya, begini.

  "Iya, tumben amat diem aja," sahut Reval sambil menepuk pundak Vino sampai mau jatuh.

  Tapi dianya nggak nyerocos. Apa jangan-jangan dia kesambet. Oh, tidak, jangan kesambet Vino. Kalo dia kerasukan, kira-kira siapa, ya, hantu yang mau masuk ke tubuh Vino? Hm, pertanyaan yang bagus.

  "Hah ...! Gue lupa ngasih makan tikus peliharaan gue kemarin. Kira-kira nasibnya bagaimana, ya? Gue nggak rela si Ariel kenapa-kenapa."

  Halah itu toh rupanya. Oke, jadi gue mau ngasih tau, Ariel itu nama tikus peliharaan Vino. Kenapa, Ze, jadi namanya Ariel? Jadi, nih, gue mau bocorin, soalnya si Vino demen amat sama tokoh Ariel yang jadi peran Mermaid In Love. Makanya, nama tikus itu di beri nama Ariel.

  Kenapa Vino cemas gitu, Ze? Padahal di dalam keluarganya banyak orang? Sebab, seisi rumah anti yang namanya tikus, kecuali Vino. Gue aja geli liat tikus, apalagi tikus curut.

  "Gitu aja di pikirin, sudahlah, lupakan dulu tentang Ariel, kita harus cepat-cepat dapetin tanaman itu!" ucap Willi semangat 45.

  "Yuk." Meli berjalan mendahului kita-kita. Yaiyalah orang dianya yang jadi pemimpin, padahal yang jadi pemimpin awal itu gue. Karena Reval nggak rela kalau gue jadi ketuanya, ya sudah mau tidak mau gue mengalah. Kurang baik apalagi coba gue.

  "Eh, itu bukannya tanamannya bukan?" tunjuk Reval, di mana tanaman kecil tumbuh dekat sungai.
Sontak, kami menyipitkan mata buat mengetes panca indra, dari yang gue lihat itu seperti Teletubbies.

  "Iya, ya, kayaknya itu tanamannya. Cepat kita lihat!" Mereka semua berlari ke tanaman mirip Teletubbies itu. Dan tinggallah aku di sini hanya berteman sepi dan angin malam ...lah napa jadi nyanyi gue.

  "Tunggu!" tegur gue. Sontak Reval menarik kembali uluran tangannya yang mau ngambil tuh Teletubbies.

  "Kenapa?" tanya yang lain serentak. Cie, cie, oke, Ze ini bukannya bercanda. Gue menunjuk ke arah batang kayu yang tumbang dekat Reval.

  "Emangnya, apaan?" tanya Reval, kang kepo akut.

  "Lihat aja sendiri."

  "ASTAGFIRULLAH, BUAYA DARAT !" teriak mereka, sedangkan Pandu mengambil ranting pohon dan menjadikannya mikrofon.

  "Dasar kau buaya buntung tung, pacaran kok itung-itung tung. Dasar kau buaya buntung, mencari untung ..."

  "Assek, goyang, Pan ...!" Gue sama Pandu saling bersenggolan pantat. Vino yang ilernya turun, juga ikut bergoyang.

  "Goyang mas ..."

  "KALIAN GILA, CEPAT KABUR!"

  Tap

  Tap

  Tap

  Mereka yang awalnya bergoyang dengan lancarnya pada cabut, ranting yang di pegang Pandu di lemparnya mengenai bibir gue.

  "EH, LO KENAPA DIEM?! CEPAT LARI!"

  Widih, ternyata Reval peka juga ya sama gue. Sampai-sampai balik lagi buat jemput gue. Terhura, deh, jadinya.

  "KENAPA SENYUM-SENYUM?! AYO!"

  Enak tenan berlari sama pegangan tangan sama orang yang kita sukai. Itu tuh seperti di sinetron-sinetron. Andai aja gue punya Doraemon, gue minta keluarin alat pemberhentian waktu buat mengelus pipinya terus gue cium.

  Ups, kecoplosan.

T B C

Diary Remaja [End]✓Where stories live. Discover now