Enigma 10

63 12 4
                                    

"Saya harap kalian bisa jujur sama apa yang kalian rasakan saat mendaki nanti. Kalo cape bilang cape, kalo engga kuat bilang engga kuat. Jangan ngerasa engga enak ke yang lain, tapi justru bikin repot nantinya. Paham?" jelas Mas Langit saat kami sedang briefing sebelum memulai pendakian

"Apalagi kamu yang baru pertama kali ikut ndaki" kalimat Mas Langit yang ditujukan ke aku.

"Siap mas" responku

Setelah briefing dan siap-siap kami memulai pendakian pukul 20.15 WIB. Mas Iki dan Mba Nida memimpin dengan jalan paling depan. Sedangkan aku berjalan di barisan ketiga paling belakang bersama dengan Sasa. Kalo Mas Langit? Dia jalan paling belakang karena pas briefing dia bilang.

Jarak dari basecamp ke post 1 membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam dan kami hanya beristirahat 5 menit sebelum melanjutkan jalan ke pos 2.

"Sa, udah berapa kali ndaki?" tanyaku ke Sasa yang sebenarnya sebelum acara ini aku engga kenal sama dia. Mohon dimaklumi ya soalnya teman dekatku di kampus ya cuma Nasya dan Astri, teman satu kelas saja cuma kenal dan sekadar memenuhi kewajibanku sebagai makhluk sosial.

"Hmm 3 kali ini kalo engga salah" responnya sambil mengatur napas

"Asyik ya,udah ke gunung mana aja emang?"

"Pertama aku ke Lawu pas kelas 11, terus abis itu ke Bromo dan ini yang ketiga ke Prau" jelasnya sambil mengulaskan senyum

"Kalo kamu ini pengalaman pertama ya, Nja?" aku hanya mengangguk.

Jujur rasanya saat ini kakiku sudah mulai terasa berat, padahal baru jalan sebentar. Untungnya si Sasa ngasih aku semangat dengan bilang 'rasa capemu sekarang engga akan sia-sia, malah bakal bikin kamu pengen balik buat ndaki lagi'

Setelah berjalan kurang lebih tiga puluh menit kami sampai di Pos 2. Disini kami istirahat sekitar sepuluh menit, sebelum akhirnya melanjutkan berjalan ke pos 3 yang kata Mas Iki akan memakan waktu yang sama yaitu tiga puluh menit.

Benar kata Mas Iki, kami sampai di pos 3 sekitar pukul 22.30 WIB.

"Aku ke Sifa dulu, Nja" kata Sasa meninggalkan aku yang sedang duduk dengan bersandaran carrier yang ku gendong.

"Hmm" responku sambil melihat dia beranjak

"Masih kuat?" pertanyaan Mas Langit sambil mengelus punggungku dan aku refleks menghadap ke dia dengan ekspresi kaget.

"Kalo engga kuat bilang, jangan sok kuat." nadanya tenang dan posisi badannya sedikit menyerong ke arahku

"Emang kalo saya bilang cape...banget, Mas mau gendong saya sampai camp area? Engga kan?"

"Mau" jawaban singkat yang buat pipiku panas. duh kenapa juga aku tadi harus tanya gitu sii!!Terus kenapa juga aku jadi baperan gini?!

"Saya berat...sekali. Mas engga akan kuat" kataku sambil memalingkan wajah sebelum Mas Langit tahu semerah apa pipiku sekarang

"Lebih berat lihat kamu cape kaya gini, Ai" tiba-tiba dia mengelus rambutku.

Jangan ditanya keadaan pipi dan jantungku sekarang!Karena kalian pasti tahu jawabannya tuh jelas engga karuan bangettt!!!

. . . .

Sekitar pukul 23.35 WIB kami tiba di camp area dan disambut dengan sapaan ramah dari beberapa pendaki yang sudah lebih dulu sampai. Kami langsung mendirikan tenda. Aku satu tenda dengan Sasa dan Sifa. Letak tenda kami berada di sebelah kanan tenda Mba Nida dan di sebelah kiri tenda Mas Langit.

"Kenapa juga si harus selalu deketan sama manusia nyebelin itu?!" geramku dalam hati sambil melihat sosok Mas Langit yang sedang duduk didepan tendanya sambil menikmati secangkir minuman

"Selamat Malam, Senja. Kok masih diluar?" sapa Mas Iki yang membuat aku kaget

"Eh iya, malam Mas. Belum ngantuk jadi belum tidur deh" jawabku

"Belum ngantuk atau masih mau ngeliatin langit?"

"Haha ngeliatin manusia sok ganteng itu? Amit-amit" sambil memaksakan tawaku

"Loh? Maksudku liatin langit yang diatas. Bukan Langit yang lagi duduk." Mas Iki tersenyum dan mendengus geli. Aku langsung engga bisa ngomong apa-apa lagi karena malu. Duh kenapa juga aku engga mikir dulu pas jawab tadi!

"Lang, nih Senja engga berhenti liatin kamu" teriak Mas Iki yang sontak buat aku pengen mukul mulutnya.

"Mas Ikii!!!" geramku sambil melototkan mataku

Tanpa merespon apa-apa lagi Mas Iki langsung pergi dan nyamperin Mas Langit. Aku engga tahu apa yang mereka bicarin, tapi beberapa kali aku sempat lihat Mas Langit lagi lihat ke arahku. Eh engga tahu juga si, bisa aja aku cuma kegeeran.

"Nja, engga dingin apa diluar?" seru Sasa dari dalam tenda

"Hooh ini mau masuk"

Aku berusaha keras untuk bisa tidur karena jarum jam ditanganku sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari, tapi karena suhu yang dingin aku jadi sedikit menggigil dan tidak bisa tidur. Padahal aku sudah menggunakan slepping bag dan jaket.

"Ai, jaketnya jangan lupa dipakai" tiba-tiba suara Mas Langit terdengar dari luar tendaku

"Jangan lupa pake beanie hat juga" lanjutnya

Badanku perlahan menghangat, entah karena aku nurut pada perintahnya atau justru kalimatnya barusan yang membuatku tidak lagi kedinginan. Ah berlebihan kamu, Senja. . .

🌠🌠🌠🌠

With love

❤❤❤

Enigma | Manusia Seribu Rahasia. [On Going]Where stories live. Discover now