Defryan Anggara

112 2 0
                                    

"Jangan selalu ingin menang, karena hidup tak selalu tenang."
Defryan Anggara

****

Seorang cowok keluar dari kamarnya. Menggunakan seragam sekolah, dibalut jaket jeans berwarna hitamnya, dan sepatu vans berwarna hitam. Cowok itu berjalan dengan  santai. Bahkan, dia tidak memperdulikan didepan ruang tamu sedang ada yang berkumpul.

"Ryan!" Panggilan keras yang ia tahu dari seorang Papa nya. Ryan pun sontak langsung menghentikan langkahnya. "Ryan! Sini kamu!" ujar Papa nya lagi.

"Pengen ngapain lagi? Ryan pengen berangkat ke sekolah," decak Ryan. Cowok itu masih berdiri dihadapan banyaknya orang yang sedang menatapnya.

"Duduk sebentar, Ryan! Jangan ngebantah,"

Dengan malas Ryan pun duduk dibangku yang sedikit jauh membuat semua orang disana hanya menghela nafasnya. Ryan juga tidak sama sekali menatap siapa tamu pada pagi hari ini. Karena menurutnya tidak penting, jika bukan rekan kerja Papa nya. Ya rekan kerja Mama nya. Tidak heran lagi, dimanapun berada, disitu juga ada kerjaan.

"Ryan. Hari ini, Icha mulai berangkat sekolah, kamu tolong temani," ucap Anton—Papa Ryan. "Kalian juga harus saling kenal, Papa mau kamu nanti ajakin dia ya di sekolah."

"Ngapain sih? Penting banget?" balas Ryan malas. Tapi raut wajah cowok itu nampak biasa saja. Dan, sama sekali tidak menatap siapapun orang disana. Tatapannya hanya lurus kedepan.

Cewek yang duduk tidak jauh dari nya pun menatap Ryan sebal. "Woi! Lo pikir gue mau ditemenin sama lo? Ogah! Sok ganteng, sombong lagi."

Ryan yang dirinya merasa dihina pun langsung menoleh kearah dimana sumber suara cempreng itu. Ryan menatap cewek itu tajam, tapi tak ada raut takut apapun dari cewek disana. "Sok cantik lo kalo mau ribut sama gue!"

"Lo kali yang sok ganteng. Muka pas-pasan aja belagu!" ucap cewek bernama Icha itu. Seorang wanita disampingnya menyenggolnya, berusaha menegur anaknya itu.

"Kenapa kalian jadi ribut? Sudah, sekarang mendingan kalian berangkat ke sekolah!" lerai Hani— Mama Ryan.

Ryan pun langsung berdiri dari duduknya dan berjalan keluar tidak memperdulikan siapapun.

"Icha, sekarang kamu berangkat sama Ryan ya?" ujar seorang wanita paruhbaya yang ada disamping Icha. Icha ingin mengelak. "Ayo sayang,"

Dengan kesal, Icha keluar dari dalam rumah itu. Lalu dia menghampiri Ryan yang sedang menaikki motornya. "Mana helm nya?"

"Mau ngapain lo?" sarkas Ryan. Cowok itu menyalakan mesin motornya. Jangan galak-galak atuh Bang.

Icha mendengus kesal. "Heh! Lo pikir gue mau berangkat sekolah di boncengin cowok kaya lo? Sorry ya! Gue gak bakal kaya gini kalo gak di suruh,"

"Yaudah. Gak usah, berangkat bareng gue." celetuk Ryan. Lalu dia melajukan motornya. Membuat Icha kesal melihatnya.

Icha hanya bisa menghentak-hentakkan kakinya. Kenapa bisa dia bertemu dengan cowok menyebalkan seperti Ryan! Udah sok ganteng, sombong, gak punya hati lagi. Amit-amit, deh, punya cowok kaya dia.

****

Motor Ryan berhenti tepat diparkiran sekolah. Cowok itu membuka helm-nya, mengibaskan rambutnya membuat kadar ketampanannya begitu bertambah. Jangan salah lagi, begitu banyak yang sedang mengaguminya saat ini. Sebenarnya bukan hanya mengagumi, tapi bahkan banyak yang terang-terangan meluapkan rasa sukanya.

"Ryan!" Panggilan suara itu membuat Ryan langsung menoleh kearah cowok yang baru datang bersama motornya.

Ryan menunggu cowok itu turun dari motornya. "Johan, gimana kabar lo?"

"Baik dong bro! Lo, mah. Baru aja tadi malem ketemu, udah nanyain kabar aja. Kangen, ya, lo sama gue?" ujar Johan.

Ryan tertawa renyah. "Masih pagi ini," celetuk Ryan. "Yang lain mana? Gue bosen liat tampang ngenes lo ini."

"Nanya-nanya aja dong. Jangan bawa-bawa kejelekan. Masih pagi ini," ujar Johan tak senang.

Ryan merangkul pundak Johan. "Gitu doang baper. Udah ke kelas duluan aja," Ryan dan Johan sama-sama berjalan menuju kelas mereka.

Padahal, mungkin juga tidak akan ada pembelajaran. Kalian pasti tahu kan bagaimana sekolah Sebang ini berjalan? Sudahlah, jangan ditanya lagi. Sekolah yang rata-rata banyak murid berandalan, bergaya urakan juga. Peraturan di sekolah ini bebas, membuat murid-murid kadang tak berkelakuan seperti siswa-siswi SMA pada normalnya.

Ryan dan Johan berjalan beriringan. Dua cowok itu terus menjadi pusat perhatian para siswa, terlebih kaum hawanya. Yaiyalah! Cowok tampan itu berhasil memikat semua cewek disini.

"Enak ya jalan berdua sama lo Ryan, rasanya gue diliatin terus," ucap Johan. Hahahaha okelah.

"Mangkanya. Sering-sering aja jalan sama gue, kali aja gue dilempar cinta, ntar lo dilempar telor." Ryan tertawa. Huaa ketawanya aja ganteng bet dah

Johan menghela nafasnya. "Heuh! Sebelum gue dilempar telor sama cewek-cewek, gue udah ngelempar telor sama lo dulu!"

"Ampun bang, atut," ujar Ryan.

Kedua cowok itu sampai dikelas mereka. Mereka berdua pun segera masuk kedalam kelas.  "Tumben amat lo berempat udah dikelas. Dikira belom berangkat," ujar Johan.

"Yaiyalah! Kita kan murid paling rajin, iya gak?" ucap Rama sambi meminta persetujuan kepada ketiga temannya.

"Yoi, daripada lo berdua. Telat mulu, baru kali ini doang pagi," ucap cowok bernama Teguh.

Ryan duduk disalah satu bangku. "Masih pagi, jangan ngomongin kejelekan orang lain terus!"

"Iya-iya bang Ryan ganteng," celetuk Teguh sambil menghisap rokok yang ada disela-sela jarinya.

"Pagi-pagi udah sebat aja lu Guh!" ucap Johan. "Nggak kasian sama paru-paru?"

"Kali ini doang," ucap Teguh.

"Iya lu bilang kali ini doang. Besok-besok juga pasti gini lagi," ucap Ryan.

Seorang cowok dengan amarah masuk kedalam kelas X-5. Membuat semua orang didalam kelas menatap lelaki tersebut.

"Mana yang namanya Ryan?!" ujarnya, terlihat otot-otot lehernya menandakan cowok itu sedang sangat marah.

Ryan yang disebut namanya langsung berdiri. Berjalan mendekat kearah cowok yang di bajunya terdapat lambang XII. Pastinya, dia Kakak kelas Ryan.

"Lo ganggu cewek gue?!" ucap cowok didepan Ryan dengan ngegas.

Ryan menaikkan alisnya. "Cewek lo?" Ryan terkekeh. "Itu mah, bukan gue yang deketin. Cewek lo aja yang suka sama gue, dia ngejer-ngejer gue terus." Ryan tertawa remeh.

"Alah brengsek lo!" cowok itu memukul pipi Ryan membuat Ryan langsung memegangi pipinya.

Tidak, Ryan tidak kalah begitu saja. Ryan langsung membalas pukulan itu beberapa kali pada seorang cowok didepannya. Cowok yang lebih tinggi dan badannya lebih besar darinya. Bukan Ryan jika dia tidak berani, bukan Ryan jika dia tidak bisa menghadapi cowok seperti ini.

Melihat cowok didepannya sudah tidak bisa membalas. Ryan berhenti.

"Awas aja lo!" ucap cowok itu lalu pergi dari kelas ini bersama dengan teman-temannya.

"Nyali patungan aja belagu," terdengar kekehan dari cowok itu. Ryan mengusap darah segar yang mengalir dari pipinya.

****

Hai temen-temen. Kalian bisa ketemu anak-anak The Blaze angkatan Ryan dicerita ini ya. Oh ya, aku mau kasih tau kalo cerita ini berjalan sebelum Angkasa & Jangka ending. Jadi, banyak banget adegan dimana mereka masih sekolah, masih ngobrol bareng Angkasa, dll. Aku baru update cerita ini sekarang-sekarang, sengaja biar kalian bisa ketemu anak-anak The Blaze lagi dicerita ini.

Jangan lupa vote ya❤️

See you to next chapter ! 💋

DefryanWhere stories live. Discover now