2. Bersama Defryan (1)

27 1 0
                                    

"Jika hati adalah secarik kertas putih, aku akan menulis indah namaku dihatimu agar kau selalu mengingatku."
Defryan Anggara

2. Bersama Defryan (1)

"Jes, lo gamau gitu pulang sama gue?" tawar Ryan. Cowok itu berdiri didepan seorang cewek cantik dengan wajah blasteran itu.

Jessica memandang Ryan meremehkan. "Gue bilang gak mau, ya enggak. Gue harus ngusir lo banget ini?"

"Jess, gue harus lakuin apa lagi biar lo bisa bales perasaan gue?" balas Ryan.

"Lo coba aja, sampe lo bisa ngedapetin hati gue." timpal Jessica. "Yuk guys! Cabut!" Jessica dan kedua temannya pergi dari hadapan Ryan.

Ryan menghela nafasnya. Sejak pertama kali ia mengenal Jessica, Ryan ditolak mentah-mentah. Padahal banyak yang suka dengannya. Tapi Ryan lebih memilih Jessica yang jelas-jelas selalu mengacuhkannya. Bodoh ya?

Ryan berjalan sambil memegangi tas yang hanya ia pakai ditangan kanan.

"Yahahaha ditolak," sahut seseorang itu membuat Ryan langsung menoleh kebelakang. Ryan menatap cewek yang sedang tersenyum mengejek padanya.

"Diem lo cewek rabies!" celetuk Ryan tanpa dosa.

Icha mendekati Ryan. "Dih, sejak kapan ada cewek rabies? Aneh banget pemikiran lo."

Ryan menepuk jidat Icha sangat keras membuat empunya kesal. "Maaf bos ini ada nyamuk," ujar Ryan. Melihat telapak tangannya seakan-akan memang ada nyamuk yang ia dapat.

"Dasar cowok gila!" balas Icha menatap Ryan dengan marah.

"Ngapain sih lo disini? Mau ketemu gue? Kangen?" ujar Ryan sambil menaik-naikkan alisnya.

Icha mendengkus. "Haduh, malas banget. Gue cuma pengen minta, lo anterin gue pulang. Gue belum hafal jalanan pulang dari sini."

"Sok banget lo. Emang lo siapa gak kenal jalanan sini?"

"Gue kan pindahan Jerman. Wajar aja dong? Emangnya lo?" balas Icha.

"Pindahan Jerman?" tanya Ryan lalu Icha mengangguk semangat. "Kenapa sekolah di Sebang? Udah tau sekolah ini terkenal jelek."

Icha menggaruk kepalanya bingung. "Yaaaa...yaa..."

"Ya karena lo gak pinter. Tau kok gue itu." Ryan tertawa.

Icha mencubit lengan Ryan. "Kayak lo pinter aja! Cepetan lo anter gue pulang!"

Ryan meringis, saat merasakan lengannya dicubit walau tak terlalu keras. "Dih, siapa lo? Gak penting," balas Ryan. "Lagian gue juga gak pengen pulang. Biasa, nongkrong dulu."

Icha memutar bola matanya malas. "Ryan, minta tolong kali ini aja. Besok-besok gak lagi deh. Yaa? Gue gak tau jalan pulang,"

"Bilang dulu Ryan ganteng, baru dah ntar gue bakal anterin lo pulang," ujar Ryan. Tapi Icha  masih diam. "Gak mau? Yaaudah." Ryan berjalan dari hadapan Icha.

Dengan sangat amat terpaksa. Icha berusaha mengejar langkah panjang cowok itu, terasa benar-benar menyebalkan memang. Cowok itu membuatnya seakan-akan sedang mengejarnya. Padahal, malas banget mengejar cowok semenyebalkan dia.

Icha menarik tangan Ryan. "Ryan! Anter gue pulang yaa? Please, Ryan!"

Ryan menatap Icha yang sedang memasang wajah puppy eyes membuat Ryan lebih tidak tega jika harus meninggalkan cewek seperti Icha. Ah, kenapa dia harus jadi begini?

"Yaa Ryan yaa? Ryan kan baik," ujar Icha sambil terus memaksa Ryan.

Ryan menatap wajah Icha lekat. "Kan gue udah bilang, Cha. Ngomong dulu Ryan ganteng. Gue anter lo pulang. Bahkan sampe depan kamer lo, gue anter." Ryan menaikkan alisnya.

DefryanWhere stories live. Discover now