4/9

389 129 35
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



🌓



Aku cuma bisa pijat-pijat kening dengar ucapannya yang sepenuhnya omong kosong, enggak tahu lagi harus apa, sudah terlanjur hilang muka juga--dua hari berturut-turut begitu buat keributan di perpustakaan. Kalau hari ini aku kabur lagi kayak kemarin, aku enggak kaget kalau besok dia datang lagi ke perpustakaan dan aku yang dapat piring cantik dari Bu Sri.


"Karena waktu kutawari imbalan kamu tolak, jadi kuanggap kamu tulus menolongku tanpa pamrih, terima kasih ya?"

Ah, padahal aku berkesempatan bisa makan bakso gratis satu minggu. Selamat tinggal bakso gratis.

"Kerjaanmu kamu gampang. Kamu cuma perlu dengan ucapanku, kemudian nilai, sudah jujur atau belum. Cuma itu." Sudah di situasi begini, aku cuma angguk-angguk mengiyakan, demi Tuhan, terserah.

"Aku mulai ya?"

Tiba-tiba dia berdiri, melangkah untuk kemudian berhenti tepat di hadapanku. Aku yang kalau berdiri saja harus mendongak tinggi-tinggi untuk lihat wajahnya, bisa bayangkan seberapa tingginya aku harus mendongak kalau aku duduk begini?


"Aku, menyukaimu."


Duh, ucapannya kelewat sempurna. 

Aku juga sudah bilang 'kan dari awal?

Dari kali pertama pun sebetulnya Chandra sudah ucap dengan sempurna. Deru napasnya stabil, intonasi dan penekanan tiap katanya terdengar wajar dan natural, detak jantungnya memang agak menggila sih, tapi, namanya juga sedang menyatakan cinta, wajar 'kan?


"Chan,"

"Iya?"

"Penilaianku, hampir sempurna. Lain kali posisinya jangan begini. Kasihan dianya. Kamu ini lagi menyatakan perasaan, bukannya mau bikin pegal leher orang, Chan."


Lama-lama mendongak begitu, aku pilih berdiri, leherku betulan pegal. Setidaknya perbedaan tinggi wajahku dan wajahnya sekarang tidak terlalu ekstrem.

"Entah setinggi apa perempuanmu itu, tapi saranku, perbedaan tinggi wajahnya dengan wajahmu maksimal segini. Mata ketemu mata itu penting. Matanya harus bertemu matamu supaya dia tahu kalau kamu sedang jujur."

Kecuali aku. Kalau bicara denganku sih, sambil menutup mata juga enggak masalah, aku enggak perlu lihat mata si Chandra buat tahu ia sedang bicara jujur atau enggak. Aku bisa dengar sampai ke denyut nadinya. Termasuk suara detak jantungnya yang ribut sekarang. 


Ah, sebetulnya, entah jantungnya atau jantungku. Untuk memastikannya, aku pilih pergi, ke tempat yang lebih tenang. 


Barusan, aku berdiri terlalu dekat ya?



🌓

Ehe, terima kasih sudah singgah, bertahan, dan jadi sumber kekuatan! ❤

Ehe, terima kasih sudah singgah, bertahan, dan jadi sumber kekuatan! ❤

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
bohong paling serius ✓Where stories live. Discover now