Senjata makan tuan

54 21 33
                                    

Keesokan harinya, jam istirahat sekolah.

"Bintang Pratama! Ikut aku!" ucap Ida dengan emosi. 

Bintang dan semua siswa kelas 2d itu hanya terperangah mendengar teriakan Ida. Dengan wajah polosnya, Bintang mengikuti Ida ke atap gedung sekolah. Bukannya merasa takut dengan kemarahan Ida. Bintang malah tersenyum menatap Ida yang berjalan di depannya.

Tiba di atap, Ida melemparkan baju seragam ke wajah Bintang, sama persis seperti yang Bintang lakukan kemarin. 

"Itu baju yang sudah aku cuci ulang. Jika sampai kamu bilang masih belum bersih dan memintaku mencucinya lagi, kamu … akan aku lempar dari atap gedung ini!" Saking kesalnya, Ida sampai mengatakan hal yang tidak seharusnya diucapkan. Itu memang hanya sebuah ungkapan kesal dari bibir Ida. Tidak ada niat sedikit pun dalam hatinya untuk melukai orang lain.

Mendengar ancaman Ida, Bintang semakin tersenyum lebar. Ia tahu, Ida tidak akan melakukan itu.

"Kalau aku bilang ... tetap belum bersih, bagaimana? Kau akan mendorongku dari sini," ucap Bintang. Ia malah menantang ucapan Ida.

"Apa kau tahu, siapa yang mencuci baju itu? Ibuku. Ibuku yang mencuci baju itu, dan kau!" Ida terisak, ia sangat marah, kesal dan benci mendengar ucapan Bintang. Ida bersumpah, jika benar-benar Bintang kembali menyuruh Ida mencucinya, maka Ida akan membakar baju Bintang saja sekalian.

Senyum jahil yang sedari tadi menghias bibir Bintang pun sirna. Ia merasa bersalah telah membuat Ida menangis dan membuat ibunya Ida mencuci bajunya. Bintang memang sengaja, ia hanya ingin mengerjai Ida. Siapa sangka, ternyata bercandanya menjadi kelewatan dan membuat Ida sampai menangis.

"Maaf, aku tidak tahu. Jangan menangis!" ucap Bintang dengan lembut. Ia menjulurkan tangannya hendak mengusap air mata di pipi Ida, tapi Ida segera menepis tangan itu. Bintang semakin merasa bersalah karena sikap Ida yang seakan tidak memberinya maaf. "Aku, kan, sudah minta maaf. Masa kakak tidak mau memaafkan," ucap Bintang dengan berpura-pura imut dan menggemaskan.

Kemarahan Ida belum sirna sepenuhnya. Apalagi Bintang sampai membuat sang ibu ikut mencuci. Ida masih ingin membalas kelakuan Bintang yang sudah mengerjainya. 

"Aku akan memaafkanmu, tapi dengan satu syarat," ucap Ida sambil menahan senyum.

"Syarat apa? Perasaanku jadi tidak enak," ucap bintang.

"Panggil aku Sayang satu kali!"

"Hanya itu? Kecil, Sayang." 

"Eits, bukan di depanku saja. Tapi, di depan Pak Eka," ucap Ida dengan senyum jahat. Pak Eka adalah guru BK yang terkenal tegas dan disiplin. Apalagi jika mendengar ada murid yang pacaran. Ida yakin kalau Bintang tidak akan bebas dan akan kena hukuman oleh Pak Eka.

Antara takut dan ragu, Bintang terdiam beberapa saat. Ia adalah murid pindahan yang baru tiga bulan sekolah di sana. Bintang tidak mau membuat masalah di sekolah, tetapi kata maaf dari Ida sangat ia butuhkan. Bagaimana kalau Ida tidak mau mengantarnya ke Keraton Kasepuhan nanti, kalau Ida marah padanya sampai hari itu. Sedangkan hari itu tinggal tiga hari lagi.

"Tidak berani, kan? Jadi, jangan harap aku memaafkanmu," ucapnya. Ida melangkah pergi meninggalkan Bintang. Saat kaki Ida baru menginjak anak tangga, sebuah teriakan menghentikan langkahnya.

"Akan kulakukan!" teriak Bintang.

Ida berbalik dan menatap Bintang dengan pandangan tak percaya. Bagaimana jika Bintang benar-benar mengucapkan sayang di depan Pak Eka. Bukan hanya Bintang yang akan terkena masalah, tetapi juga dirinya. 

“Hei, apa kau tahu hukuman apa yang akan diberikan Pak Eka padamu?’’

“Kenapa? Apa sekarang kamu yang ketakutan? Aku tahu, kamu pasti takut dihukum juga kan, karena itu artinya kamu dan aku melanggar peraturan untuk tidak pacaran di sekolah.” Bintang menyeringai, menunjukan senyum jahat yang membuat tubuh Ida seketika menegang kaku. 

“Siapa takut,” ucap Ida dengan bibir bergetar, meskipun mulutnya berkata berani. Namun, hatinya sangat ketakutan. Mulut dan hatinya bersikap berseberangan. Entah apa yang akan terjadi jika ia harus dihukum dan orang tuanya dipanggil ke sekolah.

“Baiklah, sampai nanti, Sayang.”

“Ugh, nyebelin!” maki Ida sambil mengacungkan jari tengahnya. Ia benar-benar kesal dengan kelakuan adik kelasnya itu.

***

Jam pulang sekolah, seperti biasanya, Pak Eka, selalu berjaga di pintu gerbang. Pak Eka harus memperhatikan para murid karena di daerah itu sedang marak penculikan anak gadis yang masih SMP. Pihak sekolah harus memastikan setiap murid perempuan itu dijemput atau pulang rombongan dalam satu angkot.

Ida sedang berdiri menunggu angkot di depan gerbang sekolah. Sebuah seruan membuat tubuh Ida terpaku. Tubuhnya gemetar dan jantungnya ikut memompa lebih cepat.

“Sayang!”

Suara Bintang menggema dan membuat semua orang menatap ke arah Bintang, begitupun dengan Ida. Tidak jauh dari tempat Ida berdiri, Pak Eka juga menatap tajam pada Bintang. Pak Eka mengalihkan pandangannya ke arah di mana Bintang menatap. Bintang melangkah perlahan menghampiri Ida.

Ida semakin gemetar ketakutan. Apalagi melihat tatapan tajam dari gurunya. Jantung Ida semakin berdetak kencang. Saking tegangnya, Ida tidak sadar kalau Bintang sudah berdiri di hadapannya. Suasana tegang sangat terasa di sekitarnya. Para siswa yang sedang berkumpul pun semuanya menatap tegang ke arah mereka.

"Sayang sekali, Kak Ida. Hari ini Bintang ada acara keluarga, kita tunda rencana mengunjungi keraton besok saja. sampai jumpa, Kak," ucap Bintang, ia pun berpamitan kepada Pak Eka dan Ida. Bintang pergi mengendarai motornya setelah membuat tegang Ida dan seluruh siswa siang itu.

Ida mengembuskan napas lega. Hampir saja ia pingsan dengan kejadian menegangkan tadi. Bintang benar-benar membuat Ida ketakutan. Lemas rasanya seluruh badan Ida, hingga untuk melangkah pun seakan tidak ada tenaga sama sekali. Saat angkot tiba, Ida segera naik dan pulang ke rumah.

***

Tiba di rumah, Ida mengerjakan tugas sekolahnya. Kesehariannya di rumah sangat monoton, pulang sekolah mengerjakan PR lalu membantu ibunya memasak. Selepas isya Ida pergi ke masjid, seperti itulah kegiatan rutin Ida sedari kecil. Ia tidak mempunyai teman karena ayahnya tidak pernah mengizinkan Ida keluar malam untuk bermain. Hanya di sekolah saja Ida bisa berkumpul dengan teman sebayanya. 

Besok adalah hari yang panjang, Ida harus mengantar Bintang ke keraton untuk meminta izin. Mereka ingin meliput kegiatan panjang jimat di keraton kasepuhan Cirebon. Kegiatan peringatan Maulid Nabi di keraton kasepuhan itu akan dihadiri oleh perwakilan dari keraton atau kerajaan di beberapa wilayah nusantara. Untuk masuk ke dalam keraton dan menyaksikannya secara langsung tidaklah gampang. Keamanan super ketat yang melindungi keraton juga tidak bisa diterobos sembarangan, itu sebabnya Ida dan Bintang harus mendapat izin dari penyelenggara acara dan pihak kepolisian yang bertugas menertibkan acara.

Malam beranjak, menenggelamkan sang surya di peraduan. Bulan pun hadir menggantikan surya yang redup dan menghilang di gelapnya malam. Malam ini Ida duduk di dekat jendela kamarnya. Menatap cahaya bulan di tanggal 10 rabiul awal. Tanggal 12 rabiul awal nanti adalah puncak acara perayaan Maulid Nabi. Tepat tengah malam acara panjang jimat akan dilangsungkan.

"Kalau Bapak tahu, aku dan Ibu membohonginya, apa yang akan terjadi? Hah, mana harus mengantar orang paling nyebelin," gumam Ida. Ia tidak bermaksud untuk berbohong, tapi keadaan yang membuatnya terpaksa melakukan itu. Setelah tugasnya selesai, Ida berencana mengaku pada ayahnya dan ingin meminta maaf karena berbohong. Ida selalu bersikap jujur sejak kecil, dan ini pertama kalinya Ida berbohong. Ida berharap kalau ini juga yang terakhir.

Ida mulai merasa mengantuk dan ia pun beranjak naik ke ranjang kayu yang dialasi kasur kapuk. Ia membaringkan tubuhnya lalu berdoa sebelum tidur. Perlahan matanya terasa bertambah berat dan akhirnya ia pun tertidur. 

Krett!

Ita membuka pintu kamar Ida untuk memeriksa. Apakah anaknya itu sudah tidur atau belum. Perlahan Ita melangkah menghampiri ranjang. Ia melihat Ida sudah tertidur tanpa memakai selimut. Ita menggeleng melihat putri semata wayangnya itu. Tubuhnya terlihat menggigil merasakan hawa dingin yang menyusup lewat celah jendela kayu. Ia pun mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Ida. Setelah itu Ita pun keluar dari kamar Ida. Membiarkan Ida terlelap di alam mimpi.

    

   

Ketos Pujaan Berbaju BatikWhere stories live. Discover now