Cincin tunangan

26 14 14
                                    

Meskipun aku belum bisa membuka hatiku untuk Alfian, tapi setidaknya aku merasa lega. Aku akan menikahi orang yang aku kenal. Kami bisa memulai semuanya perlahan-lahan.

Alfian juga sudah setuju, jadi aku hanya perlu melupakan Bintang. Kisah antara aku dan Bintang juga sudah berakhir. Selamat tinggal kisah lama, selamat datang kisah baru.

"Hei! Ngelamun lagi? Doyan banget ngelamun," goda Alfian.

"Usil," balas Ida sambil menjulurkan lidahnya.

Acara makan malam sudah selesai. Ida beranjak untuk pulang, tetapi Alfian memaksa ingin mengantarnya. Ida sudah menolaknya dengan halus. Namun, Alfian bersikeras ingin mengantarnya.

"Al!"

"Hum."

"Kamu, bisa, kan, menungguku?" Ida bertanya dengan ragu.

"Hanya tiga minggu, sebelum kita menikah. Aku tidak mau menunggu lebih lama," jawab Alfian. Ia merasa cemas mendengar pertanyaan Ida. Ketakutan terbesarnya adalah kehilangan Ida. Bagaimana jika hati Ida berpaling? Ia tidak mau hal buruk itu terjadi.

"Kita tetap akan menikah, tapi aku butuh waktu untuk menerima hati kamu. Bisa, kan, menunggu untuk itu?" Ida menjabarkan kegundahan hatinya. Ia tidak ingin berbohong lagi. Satu kebohongan hanya akan menambah kebohongan lainnya.

"Bisa. Aku akan membuat kamu jatuh cinta lebih cepat, supaya kita bisa memiliki bayi mungil yang penuh dengan cinta dan kasih sayang," jawab Alfian. Tangannya meremas jemari tangan Ida.

Ida merasakan perasaan hangat mengalir dari genggaman tangan Alfian. Pria yang selalu jadi pelindung di saat Ida terpuruk. Ida mengingat kisah pertama kali mereka bertemu di kantor.

***

Saat itu, Ida sedang bertengkar dengan kedua orang tuanya. Mereka menjodohkan Ida dengan seorang pemuda bernama Rendi. Padahal mereka tahu kalau Ida tidak mengenal pemuda itu.

"Bu, melamun itu tidak baik untuk kesetanan," goda Alfian.

Teguran halus tiba-tiba membuyarkan ketenangan Ida. Ia marah saat Alfian menghibur dengan kata-kata aneh. Ida yang sedang jengkel pun akhirnya memarahi Alfian, tetapi jawaban Alfian justru membuat Ida tidak dapat berkata-kata lagi.

"Kesehatan. Kalau kesetanan, itu, kamu! Datang-datang main nyerocos, gak ada rem," ketus Ida.

"Kalau ucapanku tidak direm, justru akan sangat menyakitkan lagi, Bu," ucap Alfian. Pandangan matanya begitu tajam. Menatap lurus ke arah Ida. Matanya turun naik memperhatikan Ida dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tidak ada satu pun yang lepas dari pandangannya.

"Ibu itu cantik, tinggi, dan baik hati. Jangan marah-marah! Nanti cantiknya Ibu berkurang beberapa persen," goda Alfian.

***

Ida tersenyum mengingat kejadian itu. Kejadian yang dulu sangat membuat Ida marah. Mereka baru bertemu satu kali dan Alfian sudah berani merayu.

"Hayo! Lagi mikirin apa?" Alfian menegur Ida yang tersenyum sendiri. Alfian sejak tadi sudah menyuruhnya untuk turun dari mobil, tetapi Ida malah terus melamun sampai tersenyum.

"Gak ada. Pikiran kamu itu ke mana? Dasar!" Ida mengalihkan pertanyaan Alfian.

"Da, pakai ini!" Sebuah cincin polos disematkan di jari Ida. Tanpa meminta izin, Alfian mengecup bibir tipis merah muda milik Ida.

Ida merasa jantungnya seakan meloncat keluar. Tindakan tiba-tiba Alfian sungguh membuat Ida terperanjat. Matanya melebar sempurna, tetapi bibirnya menutup rapat.

Ketos Pujaan Berbaju BatikWhere stories live. Discover now