⭕Terbongkar⭕

309 30 0
                                    

  'Plak!

  Reval menampar gue keras banget lagi, asli, ini sangat perih. Gue menatap Reval yang melotot tajam, bukan Zeze namanya kalau nggak lototin balik.

  "Maksud lo apa jadi membuat Meli pingsan begitu?!"

  "Gue nggak ada niatan membuat Meli pingsan begitu bangsat!"

  "Halah, lo itu cemburu 'kan sama Meli, karena gue suka sama dia! Dan lo mau menyingkirkan Meli agar lo bisa dapetin hati gue. Tapi sayang gue itu tidak ada rasa sama lo, jadi jangan harap hati gue itu ada nama lo Ze!" Reval menunjuk nunjuk muka gue yang cantik ini. Tapi dia kenapa dia tau kalau gue suka sama dia? Siapa yang bocorin?

  "Lo tau dari siapa kalau gue suka sama lo?"

  Reval tertawa paksa. "Soal itu lo nggak perlu tau!"

  "Tapi gue nggak ada niatan buat menyingkirkan Meli!" Air mata gue mau meluruh, gue sakit hati. Apalagi, bekas tamparan tadi sakitnya masih membekas di pipi. Kenapa bisa Reval melakukan hal menyedihkan seperti itu ke cewek. Gue aja, nggak habis pikir.

  "Alasan!"

  "Terserah lo, gue sakit hati Val. Gue capek pura-pura tegar di hadapan lo, gue juga capek menahan rasa sakit hati ini bertahun-tahun. Gu-gue ...gue ...AKAN MENJAUH DARI LO MULAI SEKARANG!" Gue berlari secepat maraton, nggak nyangka aja ternyata harapan gue telah pupus buat mendapatkan hati pujaan gue.

  'Bruk!

  "Auw ...!" Tanpa sengaja, lutut gue tergesek aspal yang jalannya enggak rata. Gue mendongakkan wajah di mana penglihatan gue menangkap seorang lelaki yang tidak asing, alias familiar gitu. Gue nggak yakin itu siapa, karena mata gue buram akibat tumpukan air mata.

  "Ze, lo kenapa?"

  Setelah orang itu bersuara, ternyata pemilik suara ini si Rio teh pucuk harum. "Ngik ...."

  "Syut, sudah jangan nangis lagi. "

***

  Gue sebenarnya sudah tau akibat Zeze meraung kayak menangisi mantan gitu. Gue mengikuti Zeze saat di tarik Reval, sengaja bersembunyi di balik semak-semak bersama kalajengking peliharaan gue. Pembicaraan mereka berdua dapat gue tangkap di kuping. Perlu di ketahui, soal yang memberitahu kalau Zeze suka sama Reval itu adalah gue.

  Jadi, di waktu di perkemahan dulu gue menyuruh Reval buat menemui gue. Tanpa banyak berfikir, gue memberitahu hal itu. Dan herannya, reaksinya biasa saja nggak kayak nahan berak. Karena heran, gue tanyain kenapa jadi biasa saja. Malahan dianya tersenyum miring ke arah gue.

  Entah apa yang di pikirkan, gue sendiri juga nggak tau karena gue bukan seperti Dukun. Sekilas, dia melirik gue waktu itu, tanpa menjawabnya, dia beranjak pergi gitu aja. Kalau bukan camping saat itu, udah gue tampar wajah songongnya pakai panci berkarat punya nyokap.

  Dan kembali ke beberapa menit yang lalu, gue ikut berlari saat Zeze pergi. Ketika gue mau menahan tubuhnya, eh dianya malah nengok ke belakang sambil berlari, alhasil jadi tertabrak badan gue.

  "Ngik ...gue sakit hati Rio!"

  Gue mengelus punggungnya sambil meraba tali BH-nya, siapa tau aja talinya terlepas. Sebenarnya gue juga sakit hati, kenapa dia harus menyukai cowok belagu itu di bandingkan gue yang cakep iya, kaya juga iya, baik hati lagi.

  Btw, ingat nggak waktu Zeze nanya ke gue kenapa bisa gue tau kalau dia itu suka sama Reval? Nah, itu Zeze sendiri yang ngasih tau ke gue waktu di lapangan badminton dulu waktu hujan-hujanan, sudah ingat? Tapi perasaan, gue udah ngasih tau, deh, ah lupakan. Kembali ke mana Zeze masih meraung-raung.

  "Ze, sebenarnya gue sudah lama suka sama lo waktu pertama kali kita bertemu di tempat taman bermain perosotan dulu." Zeze menatap gue nanar, terlihat sekali dia seperti mencoba mengingat kembali masa itu.

  "Ma-maksud lo, anak kecil dulu itu elu?" tanyanya yang gue angguk mantap.

  "Ya, itu gue, bertahun-tahun gue mencari keberadaan lo, dan sampai pada akhirnya gue telah menemukan lo dan ...," ucap gue menggantung. Bingung. Mau jujur atau tidak soal yang bocorin dia suka sama Reval itu adalah gue seorang.

  "Dan?"

  Gue menghembus nafas sekasar mungkin. Cukup berat, tapi ini tidak boleh di sembunyikan.

  "Dan soal yang bocorin hal itu, gue lah orangnya. Beneran Ze, gue nyesel telah ngelakuin itu, jujur, gue juga merasa sakit hati, sebab lo itu sukanya sama Reval bukan sama gue. Jika lo marah sama gue nggak papa kok, lagi  ini semua murni kesalahan gue," ucap gue tanpa memandang wajahnya yang geulis pisan.

  "Lo nggak salah, memang benar semua ini tidak perlu di sembunyikan lagi, dan semuanya sudah terbongkar. Jadi gue nggak perlu risih lagi, seharusnya gue yang berterima kasih sama lo."

  "Lo beneran nggak marah?" tanya gue buat sekedar memastikan, dan Zeze cuma mengangguk pelan.

  "Tunggu, itu lutut lo berdarah." Jari gue nggak sengaja menyentuh lututnya. Benar aja, cairan darah segar melekat di jari gue, sebetulnya gue phobia sama darah. Tetapi gue harus menahannya biar image nggak berkurang.

  "Eh?!"

  "Ini harus cepat di obati, ntar malah infeksi." Gue membantu Zeze berdiri, tanpa disadari tubuhnya sempoyongan seperti orang mabuk.

  "Sebaiknya gue gendong lo aja, cepat naik ke punggung gue," ujar gue sambil menepuk punggung belakang.

  "Bego, bagaimana bisa naik, sedangkan lo aja berdiri."

  "Oh iya, ya." Gue tertawa pelan. Akhirnya gue dapat membuat Zeze mengukir senyumnya kembali tanpa bantuan pisau untuk mengukirnya.

T B C


Diary Remaja [End]✓Where stories live. Discover now