Badai Malam

15 1 0
                                    

Malam prom night tiba. Aftab berdecak kesal terhadap motor di hadapan. Pasalnya, Aftab baru saja ingin berangkat ke acara sekolah malam ini, tetapi ban motor besarnya itu malah ia temukan sudah bernasib kempis. Jika seperti ini ceritanya, Aftab harus membawanya ke bengkel. Aftab tidak memiliki pompa di rumah.

Dringgg ....

Aftab sedikit gusar lalu mengangkat telepon berdering itu di sana, tanpa tahu siapa yang menelponnya.

"Halo, Af? Lo jadi ke prom bareng gue?" Itu suara Chintya dari seberang sana, tampak sedikit ragu.

Ah, iya! Aftab hampir lupa. Beberapa hari yang lalu Chintya memang sempat mengajaknya untuk datang bersama ke acara sekolah malam ini, tapi Aftab belum menanggapinya hingga sekarang.

"Motor gue harus dibawa ke bengkel dulu," ujar Aftab.

"Mau pakai mobil gue aja, gimana? Nanti biar gue ke rumah lo."

Aftab berpikir sesaat. Dalam hati kecilnya Aftab tidak ingin, namun Aftab terpikir oleh Kelina. Aftab ingin segera tiba di tempat acara sekolah dan memastikan bahwa Kelina baik-baik saja. Gadis itu sekaligus menjadi alasan Aftab datang ke prom. Kalau bukan karena dia, Aftab merasa enggan pergi ke sana, berpakaian jas abu-abu rapi seumpama orang penting. Gadis itu memang ajaib, membuat Aftab rela melakukan hal yang paling menyebalkan sekali pun.

Aftab akhirnya menghela napas, tidak ada pilihan paling cepat lagi saat ini. "Iya sudah, gue tungguin. Cepetan."

Tepat setelah Chintya mengiyakan, sambungan telepon itu berbunyi tut-tut-tut. Aftab kembali menaruh benda pipih itu ke dalam saku di balik jas. Malam itu rembulan tertutup dengan kapas-kapas langit berjalan pelan. Aftab menatapnya. Semoga Kelina baik-baik saja. Gadis itu membuatnya cemas. Terlebih terakhir kali dirinya melihat gadis itu mulai akrab dengan Vanya.

~~~

Kelina memandang diri ke arah cermin full body di kamar barunya. Kamar itu berbeda jauh dengan kamarnya di rumah Arsen. Lebih kecil dan tidak banyak barang-barang berbau hijau muda lagi. Tapi, hal tersebut sama sekali bukan permasalahan buat Kelina. Kamar itu tak kalah nyaman ditempati. Terlebih Bude Nami yang amat baik kepadanya. Seminggu hari terakhir, Bude Nami sudah bagaikan seorang ibu angkat bagi Kelina. Kelina bersyukur atas itu.

Tubuhnya kini sudah terbalut gaun hijau muda seatas lutut, cantik dengan renda yang melingkar di pinggang. Gaun itu hadiah ulang tahun dari Tari tahun lalu. Tak lupa Kelina memakai kalung liontin begitu pun gelang yang senada. Rambut pendek berponinya menambah kesan imut jika orang melihat.

Tak banyak riasan di wajahnya. Kelina suka tidak percaya diri jika berdandan. Tapi, mungkin segini saja cukup. Tidak akan berkesan memalukan untuk setara dengan acara di mana para murid bergaya oleh penampilan terbaiknya.

"Cantiknya anak gadis Bude."

Seruan itu membuat Kelina menoleh. Bude Nami di ambang pintu kamar sana berdiri. Kelina tersipu malu. Dia lupa tidak menutup kamarnya. Pasti Budenya itu sudah memperhatikan Kelina sedari tadi.

Suara klakson mobil terdengar dari luar sana, mengakhiri sanjungan Bude Nami pada Kelina. Sekarang sempurna, itu pasti Vanya sudah datang menjemputnya. Kelina juga sempat memberikan alamat rumah barunya beberapa hari lalu.

"Iyaudah, Lina berangkat dulu ya, Bude." Kelina tampak sumringah di sana.

Bude Nami mengangguk. "Hati-hati ya."

Selesai berpamitan itu, Kelina beranjak keluar rumah. Benar terkaan Kelina sejak awal, mobil putih Vanya telah menunggu di depan. Kelina menghampiri. Untung wedges yang Kelina pakai tidak terlalu tinggi, jadi hal itu tidak menyulitkan Kelina untuk berjalan.

Kelina langsung masuk ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang depan. Vanya menyapa ramah dengan gaun putihnya yang anggun.

"So cute," puji Vanya.

Kelina tersenyum. "Lo juga cantik."

Vanya menanggapinya dengan lengkungan manis. Tanpa menunggu apa pun lagi, Vanya menjalankan mobilnya, berbalik ke luar perumahan. Kelina seperti biasa, tak banyak bicara. Dia memilih sibuk menatap luar kaca mobil, kesibukan jalan raya yang tidak terlalu ramai, serta lampu-lampu jalan yang memesona.

Sepuluh menit berlalu, kedua alis Kelina sekejap berkerut. Ada yang aneh. Dia baru menyadari sesuatu. "Van? Ini kayaknya bukan jalan mau ke sekolah deh?"

REMENTANGWhere stories live. Discover now