⭕Dewasa⭕

391 29 1
                                    

  Beberapa tahun kemudian .....

  "Kalian ini ya berdosa sekali. Jangan beradegan romantis gitu di hadapan gue, nggak kasian apa sama gue?"

  Sekarang, gue sudah berumur 24 tahun. Gila, ya, gue sudah makin tua aja. Gue pun tak tau lah, lepas lahir udah gede macem, nih.

  Jadi, tempat gue berada saat ini yaitu di butik baju pengantin. Jika kalian kira gue yang bakal nikah, maka kalian salah besar. Ternyata, Meli itu anaknya sahabat dari Om Candra, jadi, Om Candra itu bokap-nya Reval. Dan mereka menjodohkan Reval sama Meli.

  Btw kenapa nggak marahan lagi? Masa, iya, gue berlama-lama marahannya, sebenarnya yang dulu minta maaf itu Reval sendiri. Ya, gue sih mangut-manggut aja. Takutnya, kalau marahan-nya lama-lama akan berubah jadi monyet 'kan?

  "Sans aja kali, 'kan ada Rio noh." Reval memajukan bibirnya, sontak aja gue noleh ke belakang di mana Rio memakai setelan jas berwarna abu-abu plus dasi yang menggantung di lehernya. Bisa di katakan dia itu seperti kata Boboiboy 'terbaik.

  "Sebentar lagi gue akan melamar lo," ucap Rio tepat di kuping gue setelah dia ada di samping gue.

  "Apaan sih ..." Hiya-hiya, pipi gue pasti memerah, lagian Rio itu suka banget menggoda gue. Mana godaannya itu selalu bikin baper.

  Sebetulnya sudah lama sekali gue nggak ada rasa lagi sama Reval, melainkan sekarang gue telah jatuh hati sama Rio teh pucuk harum ini.
Bagaimana mungkin? Waktu dulu saat gue marahan sama Reval gue mencoba move on, terus, Rio bilang sama gue katanya tolong ikut dia ke luar negri setelah lulus sekolah, buat hal sepele doang.

  Mau tau apa? Ke luar negri cuma buat membantu gue move on dari Reval. Alhasil, gue akhirnya benar-benar move on, tapi jatuhnya gue suka sama cowok temannya ulat pucuk harum ini.

  "Hahaha ...! Kalian cocok banget." Meli tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan Rio yang suka mengusili gue.

  "Sudah, ah, ayuk pulang, dua hari lagi 'kan pernikahan kalian."

  Gue mulai sekarang nggak mau terlalu bercandaan mulu kayak biasanya. Ingat di umur. Sesampainya di rumah, gue melihat si beban keluarga yang kayak lagi orang gila.

  "Ya ampun susah amat, sih, tolong gue dong, Ze. Ini bagaimana caranya?!" gerutu kuda nil frustasi akibat tugas kuliahnya yang bertumpuk-tumpuk, sambil memohon-mohon, kayak lagi meminta sembako.

  Gue sih malah senang dia punya banyak tugas begitu. Jadi dianya nggak keluyuran melulu, asal kalian tau sampai sekarang muka kuda nil nggak ada bedanya dari dulu sampai sekarang, tetap ngeselin.

  "Males, ah." Gue menaiki tangga yang udah di cat.

  "Argh ..!" Kuda nil mengacak rambutnya frustasi, kasian amat, sih, adek gue. Baiklah, karena gue kakak yang baik hati, gue akan membantu kuda nil biar pun jawabannya salah, asalkan jujur tanpa membuka Brainly kayak kalian.

  "Iya, sini gue bantu."

  "Nah, gitu dong, 'kan gue jadi makin sayang."

  Gue merolling eyes ogah-ogahan. Ingin banget gue mengawinkan kuda nil secepatnya.

  'Cklek!

  "Mama Mega, i miss you ...!" teriak kuda nil saat orang tua gue masuk ke dalam rumah sambil membawa plastik belanjaan. Emang gitu kelakuan orang tua gue, makin tua makin suka travelling sama tukang belanja.

  "Eh, anak mama makin manja aja," ucap nyokap, kok, gue rada-rada geli, ya, mendengarnya. Kalau aja pacar kuda nil tau sifat pacarnya di rumah, pasti minggat, dah. Btw, nama pacar kuda nil itu Duenti Glunggung. Di singkat jadi Dugong

  Cocok banget 'kan?

  "Nggak kangen, nih, sama papa?"

  "I miss you papa Andra ...," ucap kuda nil sambil memonyongkan bibir. Geli gue anjir!

  "Eh? Ada Zeze, toh."

  "Zeze nggak ada Ma, yang ada tuh Bintang Kejora," sahut gue seraya membuka kantong belanja, tadi gue minta beliin softek bersayap kok nggak ada sayapnya, ya.

  "Ma, kok nggak ada say-"

  Bokap gue duduk merebahkan pantatnya di atas sofa, bantal sofa itu di lempar bokap hingga mengenai wajah gue. "Kamu kapan di lamar Rio? Papa nggak sabar menimang cucu."

  "Nggak sabaran amat, sih, papa."

  Memang benar gue itu nggak pacaran sama Rio, melainkan si Rio langsung ngelamar gue. Salut gue sama calon laki gue ini. Tapi, dianya masih sibuk ngurusin pekerjaan bokapnya. Setelah itu baru, deh, gue kawin.

  "Ze, mau punya berapa anak nanti?" tanya kuda nil yang lagi makan kerupuk pait.

  'Plak!

  Gue menampol pipinya. Lagian, kawin aja belum boro-boro mau punya momongan.

  "Parah lo, gue aduin sama Rio baru tau rasa!"

  "Daniel, harusnya kamu itu manggil Zeze sama Rio pakai Kakak. Jangan pakai nama, itu tidak sopan."

  Tuh, benar apa kata nyokap, jadi makin suyung deh sama mami yang sudah ubanan ini. Semisal nanti gue punya anak, terus si kuda nil panggil gue nggak pakai kakak, takutnya, dia malah nurutin lagi ke orang-orang yang lebih tua dari dia.

  "Iya-iya, nyebelin banget sih," gumam kuda nil yang masih bisa gue dengar.

  "Bilang apa lo tadi?!"

  'Tak!

  'Tak!

  "Sudah-sudah, kalian ini makin dewasa makin seperti anak kecil saja kelakuannya." Bokap memukul kepala kami berdua pakai sendok makan kotor. Kami berdua terdiam di tempat jadinya.

T B C

Diary Remaja [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang