01 - SMA Cogan

1.5K 117 8
                                    

Caroline menatap gerbang sekolah di depannya dengan pandangan sulit diartikan. Entah kenapa perasaannya akan sekolah ini sama sekali tidak baik, seolah sekolah ini adalah gerbang menuju kesengsaraan baru baginya.

Namun, gadis itu hanya diam, mungkin hanya perasaannya saja. Elisa dan Arthur tidak mungkin memilihkannya sekolah asal-asalan.

"Mama yakin kamu bakal betah di sini," ujar Elisa tersenyum, Caroline hanya bergumam pelan seraya mengangguk kecil.

Keduanya lantas melangkahkan kaki memasuki gerbang yang di atasnya bertuliskan 'SMA Cogan'.

Elisa tersenyum tipis melihat satpam yang berjaga kini memandangnya tanpa kedip. Bukan suka atau apa, tapi ia tahu betul alasan satpam tersebut menatapnya tidak percaya.

"Ruang kepala sekolah di mana, ya, Pak?" tanya Elisa tahu-tahu sudah berdiri di hadapan si satpam.

"Eh? Ibu nanya saya?" tanya balik satpam tersebut sambil celingukan kanan-kiri.

Caroline memutar matanya diam-diam. Gadis itu kemudian melirik sejenak nama yang tertera di seragam milik satpam tersebut, Ahmad Jamal. Kalau diperhatikan lebih detil, pria berseragam putih-biru ini terlalu muda rasanya.

Perkiraan dia, sih, baru dua puluh tahunan umurnya. Gadis itu tidak yakin sebenarnya, soalnya aura pria di hadapannya ini beda sama kebanyakan anak muda.

"Iya, Pak, ruang kepala sekolah di mana, ya?" ulang Elisa maklum.

"Oh, Ibu tinggal terus aja, lapangan nanti ada dua gedung, sisi kanan sama kiri, ambil sisi kiri ya, Bu. Jalan aja terus di sepanjang koridor itu, nanti bakal ketemu. Di setiap pintu, di atasnya ada nama ruangan yang tertera, tinggal cari 'Ruang Kepsek Pak Ganteng', Bu," ujar pak Ahmad menjelaskan.

"Pak ganteng?" Elisa menahan tawa seraya menggeleng kecil.

"Maaf menyela, saya izin bertanya perihal pribadi, kalo boleh tau, berapa umur Anda?" tanya Caroline menatap dari ujung rambut hingga ujung sepatu yang dikenakan pak Ahmad.

Elisa menyikut pelan lengan sang putri, benar-benar memalukan. Caroline mengabaikannya. Bukan mau seenak jidat, tapi gadis itu cuma mau memastikan sesuatu.

"Satu tahun lagi pas empat puluh, Nak," jawab pak Ahmad.

Caroline mengangguk pelan, perkiraannya salah ternyata. Namun, karena hal itu, ia jadi semakin ragu akan sekolah ini. Belum lagi namanya 'SMA Cogan', kan, terasa aneh didengar.

"Baik, terima kasih, Pak."

Caroline beranjak dari sana, sesekali bergumam menyanyikan lagu ciptaan Taylor Swift untuk menghilangkan sepinya lapangan yang kini dilewati. Seminggu yang lalu ketika Caroline meminta untuk pindah, besoknya Elisa memberikan persetujuan. Lalu, kemarin gadis itu mendaftar di SMA Cogan setelah beres-beres di rumah baru yang berada di kawasan perumahan elit yang jauh lebih mewah dan tentu saja sedikit tersembunyi dengan penjagaan ketat dari tempat tinggalnya yang sebelumnya.

Elisa menoleh pada si satpam lalu membungkuk sopan. "Permisi, Pak."

"Iya, Bu, silakan," ucap pak Ahmad seraya tersenyum manis.

"Iya, Bu, silakan," ucap pak Ahmad seraya tersenyum manis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SMA CoganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang