-Nekat-

816 143 47
                                    

BRAAK!

"Tuan Penyihir!"

Aku tersentak kaget saat akan melepas cincin pelindung ku. Suasana sedang hening-heningnya dan seseorang tiba-tiba membanting pintu sambil memanggil ku. Bagaimana bisa aku tak kaget?

Didengar dari suaranya, ini pasti Nona Diana.

"Nona Diana?" aku menoleh ke arah pintu, "apa yang Anda lakukan malam-malam begini?"

Nona Diana bersandar pada kusen pintu, napasnya terengah-engah. Sepertinya dia habis berlari dari atas.

"Harusnya saya yang bertanya begitu, Tuan Penyihir. Apa yang Anda lakukan malam-malam begini?" Nona Diana bertanya pelan.

"Saya sedang membaca," jawab ku singkat kemudian menatap salah satu buku yang terbuka di atas meja.

"Untuk menenangkan pikiran?"

Aku mengangguk pelan, "untuk menenangkan pikiran."

Hening. Nona Dian menghela napas lega dan berjalan mendekat. Tampak pancaran khawatir dan lega di kedua matanya.

"Syukurlah. Saya pikir Tuan Penyihir mencoba terjun dari menara (bunuh diri) seperti kemarin malam," Nona Diana memeluk ku dan mengusap kepala ku lembut.

Ugh, aku masih belum terbiasa dipeluk orang selain Athanasia. Meskipun Nona Diana ibunya Athanasia sekalipun, aku tetap merasa aneh.

"Kenapa Anda berpikir saya mencoba bunuh diri lagi?" tanya ku.

"Tadi saya mendengar teriakan Anda dari kamar. Takut kejadian kemarin malam terulang, saya buru-buru pergi ke kamar Anda. Tapi Anda tidak ada di kamar, jadi saya mencari sampai kemari."

Dapat ku dengar detak jantung Nona Diana yang berpacu sangat cepat. Campuran antara efek berlari, khawatir, dan panik. Aku jadi merasa bersalah pada Nona Diana. Bagaimana kalau kakinya sakit setelah berlari tadi?

"Maaf membuat Anda khawatir Nona Diana," ucap ku pelan.

Aku melirik jendela di samping ku. Cahaya rembulan perlahan-lahan menghilang tertutup awan. Bersamaan dengan itu, semilir angin memasuki ruang pengamatan.

Setelah diingat-ingat, memang benar kemarin malam aku hampir melompat dari menara. Terbangun karena mimpi yang bisa dibilang buruk. Di mana dalam mimpi itu, aku bertemu dengan Athanasia dan mengucapkan perpisahan. 

Yang membuat mimpi itu menjadi mimpi buruk adalah Athanasia yang menangis. Aku membencinya. Aku benci saat Athanasia menangis. Rasanya aku ingin cepat-cepat memeluknya dan menenangkannya, membisikkan kata-kata penenang di telinganya. 

Namun, fakta bahwa aku tak bisa melakukan itu membuat ku tersiksa. Daripada tersiksa lebih lama, aku memutuskan untuk berbalik dan pergi. Hanya saja, aku makin tersiksa saat melakukan itu.

Tangis Athanasia saat itu makin pecah, membuat ku merasa seperti orang tak berguna. Rasanya makin menyiksa. Maka saat aku terbangun, entah dari mana, pikiran untuk melakukan bunuh diri muncul. 

Kalau Nona Diana saat itu tidak datang ke kamar ku, mungkin aku sudah benar-benar melakukan bunuh diri. Di mana skenario yang terjadi selanjutnya adalah, aku mati dan Athanasia di luar sana mungkin juga akan melakukan bunuh di-

"Nona Diana?" panggil ku pelan.

"Iya?"

"Bisa tolong lepaskan saya? Masih ada hal yang harus saya lakukan," ucap ku menatap amplop di atas meja.

Nona Diana melepaskan pelukannya dan menatap ku bingung. Aku bergegas menuju ke meja dan melepaskan cincin pelindung ku.

Semakin ditunda, semakin banyak mana yang akan terpakai untuk mengirim surat ini. Kalau itu sampai terjadi, efek samping untuk tubuh ku juga makin besar.

Struggle (WMMAP FANFIC) || S2 [HIATUS]Where stories live. Discover now