-Sadar-

738 114 94
                                    

Teruntuk readers tercinta ku, 

Maaf, author ngilang sebulan lebih. Author lagi pusing gegara tugas, les, ekskul, tes, dll. Author gak punya waktu luang buat nulis, kebanyakan waktu luang author pakai buat tidur. Mohon maaf ya, readers tercinta. 

Terima kasih udah sabar menunggu. Dan, untuk yang neror-neror sambil bawa pisau, makasih udah diiengitin, ya walaupun author lihatnya baru-baru ini. Terima kasih untuk dukungannya selama ini.

Sekali lagi author minta maaf karena keterlambatannya. Semoga episode kali ini bisa menyembuhkan rasa rindu kalian. 

Author yang baru balik,

lol_hoshi

.

.

.

SWOOSH!

Semilir angin malam menerpa wajah ku. Dingin, tapi tak cukup untuk menusuk kulit ku. Hm? Bagaimana aku tahu ini angin malam? Aku mengingatnya dengan baik. Ini angin malam di Obelia. Angin malam di rumah ku.

Awalnya aku menikmati semilir angin ini, tapi terdiam saat menyadari sesuatu. Hal yang tidak mungkin terjadi pada ku saat ini.

'Kenapa aku bisa merasakan angin malam Obelia?'

Itulah hal yang kini menjadi pertanyaan ku. Karena aku yakin betul, bahwa aku sedang berada di Siadona. Terperangkap di lingkaran sihir buatan Carax.

Ingin rasanya berpikir bahwa aku sudah bebas dari lingkaran sihir itu, tapi mana mungkin? Mau pakai cara apa memangnya? Toh, menggunakan sihir saja tidak bisa. Yang ada, malah terluka setelah menggunakannya.

Satu-satunya hal yang paling masuk akal untuk situasi ku saat ini adalah aku sedang bermimpi. Tapi, mimpi yang amat nyata. Seperti malam itu, saat aku bertemu dan mengucapkan 'selamat tinggal' pada Athanasia. 

Apa mungkin ini semacam penglihatan? Seperti ... um, seer di film Harry Potter? Cukup Lucas. Kau mengagumi film di dunia modern itu lagi.

Tapi memang benar. Mimpi ini melibatkan masa depan. Hanya saja, ini terasa lebih nyata. Dan jika ku ingat-ingat lagi, penglihatan seperti ini memang ada dan termasuk sihir kuno turun-temurun. Jadi, bagaimana aku bisa mengalaminya?

Ngomong-ngomong, di sini gelap sekali. Tidak ada cahaya sedikit pun dan aku nyaris tidak bisa melihat apa-apa. Untungnya, mata ku beradaptasi lebih cepat dan membantu ku melihat dalam kegelapan.

Ku perhatikan sekeliling ku. Aku agak ragu, tapi sesaat kemudian yakin bahwa sekarang aku sedang berada di dalam sebuah kamar. Meskipun tak terlalu luas, di sini ada kasur, sofa, perapian, dan meja belajar. Kalau dilihat dari perabotannya, ini bukan kamar biasa. Mungkin kamar seorang bangsawan... menengah bawah.

'Lalu, kenapa aku sampai  di sini? Dan juga, ini kamar siapa?'

SWOOSH!

Belum juga pertanyaan ku terjawab, semilir angin kembali berhembus, menerbangkan poni ku ke kanan dan kiri. Aku memejamkan mata ku ketika gorden dari jendela di hadapan ku berkibar tertiup angin, membuat cahaya rembulan masuk dan menyilaukan mata.

Angin masih berhembus beberapa saat. Aku yang mulai terbiasa dengan perubahan cahaya di dalam ruangan membuka mata ku perlahan-lahan. Saat itulah, kedua mata ku membulat sempurna.

"Athanasia," gumam ku pelan.

Ya, di hadapan ku ada Athanasia. 

Dia duduk di kursi dekat jendela. Rambut pirangnya berkibar tersapu angin malam. Gaun tidur sederhana yang tampak indah di tubuhnya bergerak-gerak kecil. Wajahnya menatap rembulan di luar sana.

Struggle (WMMAP FANFIC) || S2 [HIATUS]Where stories live. Discover now