셋 - "Ah tapi lebih manis bibirmu itu, aku merindukannya."

823 77 0
                                    

"Jeongyeon, kau dipanggil ke ruangan busajangnim sekarang," ucap rekan kerjanya.

"Ada apa aku dipanggil ke ruangan busajangnim? Ah Jeongyeon pasti kau membuat kesalahan lagi," gumamnya dalam hati.

Setelah sampai di ruangan busajangnim, ia mengetuk pintu dan diperbolehkan masuk oleh biseo nya.

"Permi-" kalimat Jeongyeon tergantung begitu saja ketika melihat Taehyung ada di ruangan itu sekarang dan sedang menatapnya tanpa berkedip.

"Duduklah, Taehyung ingin bicara denganmu. Aku keluar dulu," ucap busajangnim dengan santai.

Jeongyeon kemudian membungkukkan badan memberikan hormat pada atasannya itu. Tak pernah sebelumnya atasannya bersikap santai seperti itu padanya. Jeongyeon yang heran mengapa Taehyung bisa ada di ruangan atasannya itu kemudian mengerutkan alisnya sembari menatap Taehyung seolah bertanya.

"Duduklah chagi, aku menunggumu daritadi," pinta Taehyung sambil tersenyum.

"Chagi?! Kau gila?" tanya Jeongyeon.

Taehyung hanya memunculkan senyum kotaknya dan tertawa meledek sahabatnya seperti biasa.

"Kita sudah lama bersama tak ada salahnya aku memberikanmu panggilan itu."

"Ya! Itu panggilan untuk orang yang berpacaran bukan? Kita ini hanya teman."

Taehyung mengerucutkan bibirnya dan mengalihkan pandangannya dari Jeongyeon.

"Jangan seperti anak kecil. Aku banyak pekerjaan. Bisakah kau pergi?"

"Kau?! Mengusirku?"

"Bukan begitu, kau kan CEO pasti pekerjaanmu itu lebih sedikit dariku. Kau bahkan bisa menyuruh bawahanmu mengerjakan pekerjaanmu. Aku harus mengejar deadline."

"Aku datang kesini karena lapar dan ingin mengajakmu makan siang. Bisakah kau menghargaiku?"

"Ah maafkan aku, Taego. Kali ini aku harus benar-benar merevisi pekerjaanku. Tolonglah."

"Kau mencurigakan akhir-akhir ini, Janggo."

Taehyung kemudian melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu tanpa melihat Jeongyeon sedikitpun. Jeongyeon yang merasa bersalah mengikuti langkah kaki Taehyung keluar dan menahan lengan Taego-nya itu saat hendak memasuki lift.

"Tolong maafkan aku, kita bertemu nanti malam di restoran favoritmu, ya?"

Taehyung hanya menatap Jeongyeon sebentar lalu melangkah memasuki lift tanpa melihat dan memberikan salam selamat tinggal kepada Jeongyeon.

🐣🍭🐯


Jeongyeon sudah selesai merias wajahnya. Kini ia menatap cermin meja riasnya dengan lekat. Namun tiba-tiba terlintas bayangan Jimin di kepalanya. Ah ia benar-benar sulit melupakan kejadian malam itu.

Disisi lain Taehyung yang sedang berjalan keluar kamar sambil memutar-mutar kunci mobilnya itu tiba-tiba terdiam membeku melihat sepupunya terkapar dengan mulut berbusa di depan TV.

Ya, Jimin dan Taehyung adalah saudara sepupu. Mereka tinggal bersama karena kemauan kedua orang tua mereka. Agar mereka saling menjaga, itu alasan utamanya.

Dengan sigap Taehyung membopong Jimin ke mobilnya dan mengemudikan mobil miliknya ke rumah sakit.

"Yaa Janggo-ah... Tolong angkat teleponku," gumam Taehyung sambil mondar mandir di koridor rumah sakit.

15 menit lamanya Taehyung menunggu jawaban Jeongyeon tapi tak kunjung ada balasan. Ia memutuskan untuk mengiriminya pesan singkat saja.

Janggo-ah, mengapa kau tak mengangkat teleponku? Aku sekarang di rumah sakit. 

Tanpa banyak bertanya, Jeongyeon segera mengemudikan mobilnya ke rumah sakit tempat Taehyung berada. Ia dan Taehyung selalu berbagi lokasi mereka lewat handphone.

Setibanya di rumah sakit, Jeongyeon langsung bertanya pada salah satu suster jaga mengenai keberadaan pasien bernama Taehyung. Nihil. Tidak ada pasien bernama Taehyung disini. Apa mungkin Ia salah melihat maps? Tidak mungkin.

"Ya kau lama sekali," ucap Taehyung dari kejauhan.

Jeongyeon memastikan yang berbicara dengannya saat ini adalah sahabat yang ia kira sedang kritis sekarang.

"Kau baik-baik saja?"

"Ya memangnya aku kenapa?"

"Mengapa kau malah berbalik menanyakannya padaku? Kau tahu aku sampai menerobos lampu lalu lintas demi bisa cepat bertemu denganmu. Aku kira kau terluka parah."

"Ah sepertinya aku kurang teliti saat mengirimimu pesan. Yang sakit adalah Jimin, bukan aku."

Jeongyeon terpaku mendengar nama Jimin. Seolah ia telah membatu sekarang. Laki-laki itu. Apa yang membuatnya masuk rumah sakit. Hatinya seolah khawatir namun ia bingung perasaan apa yang sekarang Ia rasakan.

"Yaa! Mengapa kau melamun?"

"Ah tidak, aku hanya masih kaget. Syukurlah kau baik-baik saja."

🐣🍭🐯

Sudah pukul 11 malam, Jimin belum juga sadarkan diri. Taehyung sudah tertidur di kursi antrian apotek. Jeongyeon yang berada disebelahnya memberikan pundaknya untuk disandari.

"No. 439 atas nama Park Jimin."

Jeongyeon yang tersadar segera menaruh kepala Taehyung ke sandaran kursi dan bergegas mengambil obat Jimin ke kasir.

"Taego-ah bangunlah. Obatnya sudah ku ambil."

🐣🍭🐯

Jimin membuka matanya perlahan. Ia menatap setiap sudut ruangan tempat ia bangun pagi ini. Ia menangkap seorang gadis yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Jeongyeonie..." ucap Jimin pelan.

Jeongyeon yang sadar akan hal itu menjadi salah tingkah. Bagaimana mungkin Jimin bisa tersadar ketika ia yang sedang menjaganya. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa saat ini.

"Kau sudah sadar? Apa ada yang sakit?" ucap Jeongyeon ragu-ragu.

Jimin kemudian mencoba mendudukkan badannya di ranjang namun Ia terlalu lemah.

"Berbaringlah dulu. Kau masih lemah."

"Tapi aku seharusnya tidak lemah di ranjang kan, Jeongie?" tanya Jimin dengan senyum jahil miliknya.

"Kau jangan macam-macam ya. Aku bisa menyumpahimu mati sekarang juga."

"Kau ini galak sekali sih. Kau semakin manis saat seperti ini. Ah tapi lebih manis bibirmu itu, aku merindukannya."

Jeongyeon yang tadinya mengedarkan pandangannya ke arah jendela kemudian menatap Jimin sambil mengerutkan alisnya dan pergi meninggalkan Jimin sendirian di kamar rawatnya itu.

"Kalau bukan karena Taehyung yang memintaku, aku tidak akan ada disini," gumam Jeongyeon kecil.

Love TriangleWhere stories live. Discover now