서른셋 - "Sikapmu padaku itu sangat manis."

339 49 1
                                    

"Jeongyeonie, Jimin belum bangun?" tanya Nayeon sambil menyiapkan sarapan.

"Belum, eomma."

"Kalau begitu bangunkan, kita sarapan bersama," sambungnya.

Jeongyeon segera berlalu ke kamar tempat Jimin tidur, dengan roti tawar yang ia gigit di mulutnya. Sebenarnya ia tahu betul semalam Jimin tidak bisa tidur dan baru saja tidur jam 4 pagi. Tapi jika dibiarkan bisa-bisa ia tidak bangun sampai nanti siang.

Sambil mengunyah, Jeongyeon memerhatikan Jimin dari samping ranjang. Pria itu tertidur sangat pulas bahkan pipinya memerah, manis sekali, pikir Jeongyeon. Tanpa sadar ia tersenyum saat memandangi Jimin yang sedang tidur. Bagaimana bisa wajah seorang Park Jimin bisa terlihat seperti bayi saat tertidur, andaikan saja di kehidupan nyata Jimin bisa semanis ini.

Lima menit berlalu, Jeongyeon masih di posisinya, berdiri di samping ranjang mengagumi keindahan wajah Jimin. Namun tidak lama setelah itu, Jimin terbangun. Tubuhnya mulai menggeliat, tapi matanya masih terpejam. Jeongyeon yang menyadari itu langsung mengajaknya bicara.

"Jimin-ah, cepatlah bangun. Eomma sudah menyiapkan sarapan, appa akan berangkat ke restoran sebentar lagi."

"Baiklah," balas Jimin singkat sambil berusaha membuka matanya.

Tubuh mungil namun berotot milik pria itu masih terbalut selimut tebal. Jeongyeon sudah mematikan pendingin ruangan sejak satu jam lalu, jadilah dahi pria itu mengeluarkan sedikit keringat yang membuat Jeongyeon refleks mengelapnya dengan tangan kosong.

"Sikapmu padaku itu sangat manis, Jeongie," ucap Jimin sambil tersenyum.

"Aku hanya refleks saja, tidak ada maksud apa-apa," balas Jeongyeon sambil berlalu.

Jimin duduk dan tersenyum, andai saja setiap pagi selalu seperti ini, pikirnya. Namun kenyataannya tidak bisa, kecuali ia menikah dengan Jeongyeon. Hal itu bisa dibilang mustahil, tapi Jimin tidak akan menyerah. Bagaimanapun caranya, ia harus memiliki Jeongyeon.

Jimin lalu beranjak ke kamar mandi, menggosok gigi, dan mencuci muka. Ia kemudian langsung turun dan bergabung di meja makan. Matanya takjub melihat banyaknya makanan yang dimasak Nayeon pagi ini. Apakah setiap hari begini atau karena ada Jimin? Ah, dirinya terlampau percaya diri. Ia kan bukan orang istimewa bagi keluarga ini.

"Jimin-ah, hari ini kau akan pulang ke apartemenmu kan?"

"Ne, ajeossi."

"Kalau begitu, titip salamku untuk Taehyung ya, tolong sampaikan aku sangat merindukannya," pinta Jaein.

"Baiklah," balas Jimin yang langsung melirik ke arah Jeongyeon.

Karena hari ini Jimin tidak ada jadwal pemotretan, ia memaksa ingin ikut Jaein ke restoran. Ia ingin tahu bagaimana ayah dari satu orang anak itu mengelola restorannya hingga bisa sukses seperti sekarang.

Jeongyeon tersenyum sinis saat Jimin memuji kerja keras ayahnya. Ia ingat dulu saat Jimin bilang bahwa Jeongyeon adalah anak budak, ia begitu sakit hati. Memang benar, Jaein dulunya adalah seorang pesuruh, pelayan, kerjanya serabutan. Namun berkat kegigihannya, ia bisa sukses seperti sekarang walaupun restorannya baru memiliki tiga cabang.

"Kalau begitu, appa hari ini tidak usah naik motor. Aku akan mengantar kalian ke restoran," ucap Jeongyeon sambil mencuci piring.

"Kau juga akan ikut menemani appa seharian?"

"Ah, tidak. Aku akan langsung ke kantor, ada sedikit urusan. Setelah itu aku akan pulang," balas Jeongyeon.

🐣🍭🐯

Love TriangleWhere stories live. Discover now