서른둘 - "Aku hanya ingin kau memelukku, itu saja."

296 41 2
                                    

"Calon mertua? Siapa?"

"Siapa lagi kalau bukan orangtuamu, Jeongie?"

"Jangan terlalu percaya diri, Jimin-ssi," ucap Jeongyeon dengan nada sedikit kesal.

Jeongyeon kemudian masuk ke dalam rumah, menaruh barang-barang yang dibawanya di meja makan. Ia hampir lupa, Taehyung mengantarnya barusan. Pria itu masih berdiri di depan pintu melirik ke arah Jimin sesekali.

"Kau mau langsung pulang atau aku buatkan minum dulu?"

"Aku langsung pulang saja, terima kasih sudah menemaniku tadi, agassi."

Jimin terkekeh mendengar Taehyung memanggil Jeongyeon dengan sebutan 'agassi'. Ia tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka berdua. Permainan itu hanya Jeongyeon dan Taehyung yang tahu. Karena rasa penasarannya, Jimin pun bertanya pada Jeongyeon setelah Taehyung pergi.

"Kenapa dia memanggilmu 'agassi' bukankah kalian-"

"Kau tidak usah ikut campur, lebih baik kau pulang," balas Jeongyeon sambil berlalu ke kamarnya.

"Ajeossi dan ajumma mengizinkanku bermalam disini, tapi mereka tidak bilang aku tidur dimana. Bagaimana jika di kamarmu?"

Jeongyeon yang sedang menaiki tangga pun mematung, apa yang merasuki appa dan eomma sampai mengizinkan orang asing bermalam disini, pikirnya. Sempat terlintas di benaknya bahwa Jimin berbohong, tapi tidak mungkin juga. Bagaimana ia bisa masuk ke rumah kalau tidak ada yang membukakan pintu? Ia mau meyakinkan dengan bertanya pada orangtuanya tapi pasti mereka sudah tidur.

"Di sebelah kamarku ada kamar kosong, kau bisa tidur disitu," ucap Jeongyeon sambil melanjutkan langkahnya.

Jimin segera menyusulnya naik ke lantai dua. Ia membuntuti Jeongyeon dengan perasaan luar biasa senang. Tidak ada niat jahat di benaknya, pikiran kotornya untuk sementara harus dikubur dalam-dalam. Ia harus memberikan citra yang baik saat berada di rumah orangtua Jeongyeon.

"Kamar kau disana, jangan ikuti aku."

"Aku hanya ingin memastikan kau masuk ke kamarmu dan tertidur, Jeongie."

"Aku bukan anak kecil," balas Jeongyeon lalu membanting pintu kamarnya.

Jimin sedikit terkejut dengan hal itu, bagaimana bisa Jeongyeon membanting pintu kamar saat orangtuanya sedang tertidur pulas. Lagipula ini sudah lewat tengah malam, sesulit itukah mengontrol emosi saat berada di dekat Jimin?

Saat dirasa Jeongyeon sudah tertidur, Jimin beranjak ke kamar di sebelah kamar tidur Jeongyeon. Lampu kamarnya gelap, tapi ia tidak takut. Dibukanya pelan pintu itu, tidak ia sangka, kamarnya rapih sekali. Ada satu kesamaan antara Jimin dan Jeongyeon, mereka sama-sama menyukai kebersihan.

Jimin langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang yang aromanya seperti buah citrus. Ia merasakan kenyamanan seketika. Andai saja ia bisa tinggal disini selamanya, ia pasti akan sangat bahagia. Namun ditengah lamunannya, ia teringat pesan yang dikirim pamannya tadi.

Jimin kembali mengecek pesan itu, apa ibunya berulah lagi, pikirnya. Ketenangannya kini berubah menjadi kegelisahan. Bagaimana bisa ia membawa ibunya ke Seoul sedangkan ia tinggal di apartemen bersama Taehyung. Walaupun akhir-akhir ini Taehyung lebih sering tinggal di rumahnya, tapi tetap saja Jimin tahu ibunya tidak akan segan-segan menyakiti Taehyung.

Seburuk-buruknya Jimin, ia masih punya perasaan. Ia tidak mau ibunya 'dicap' sebagai penjahat. Ia tahu betul bagaimana sang ibu sangat membenci keberadaan Taehyung di dunia ini. Karena Taehyung lah, Mirae ditinggalkan kekasihnya, Taeyong sesaat setelah melahirkan Jimin.

Love TriangleWhere stories live. Discover now