🌼 Rafa Cemburu 🌼

39 37 13
                                    

Jangan lupa follow, ya!
Ninggalin jejak vote ya, gratis kok. ☺
Ngasih komen juga biar rame. 😉
.
.
.

Pagi ini merupakan hari sial bagi Diandra, dia harus berjalan sejauh 500 meter untuk sampai ke sekolah. Angkot yang dinaiki Diandra mogok di tengah jalan bersamaan dengan ban belakang angkot yang tiba-tiba pecah.

Diandra dan dua penumpang wanita lainnya harus rela turun di tepi jalan yang tidak begitu ramai. Hanya kendaraan pribadi yang lalu-lalang. Kesialan Diandra berlipat ganda, baru saja dia turun dari angkot, dompet yang dipegangnya dijambret preman yang melintas dengan motor. Diandra berusaha mengejar, namun apa daya tenaganya tidak cukup kuat karena motor preman itu sudah melesat jauh.

Dengan berat hati, Diandra harus merelakan uang lima puluh ribu yang ada dalam dompet. Beruntung, kartu siswa dan kartu penting lainnya Diandra simpan terpisah. Akhirnya, Diandra harus menuntun kakinya berjalan sampai di sekolah.

Dengan napas tersengal bersama bulir keringat yang membasahi dahi, Diandra berhenti sejenak untuk beristirahat. Pastinya sudah terlambat, jam di tangannya menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh lima menit. Gerbang tinggi menjulang sudah tertutup rapat.

Terlihat semburat kecewa di wajah Diandra. Dia menghela napas berat harus menerima kesialannya pagi ini.

Lima menit berlalu, Diandra mondar-mandir mengintip dari balik sela gerbang. Pak Satpam sejak tadi belum kelihatan juga, mungkin lagi ke toilet atau ada hal lain yang harus dikerjakan sehingga pos jaga masih terlihat kosong.

PIP!!!

Diandra memekik kesal, bunyi suara klakson membuatnya tersentak. Terdengar suara tawa seseorang di belakang.

Kilatan emosi terlihat di mata Diandra. Dia melihat kesal kepada sosok cowok yang tengah berhenti dengan motor sport-nya. Siapa lagi kalau bukan Excel, cowok paling receh bagi Diandra.

"Beb, juga terlambat, ya!" Excel berseru dengan senyum sumringah.

Diandra mendengus kesal. "Udah tahu nanya!"

"Uwuu, gemoy banget, tuh, muka!"

Diandra mengacuhkan wajahnya kesal, dia tidak mau menanggapi Excel yang menyebalkan.

Excel memarkirkan motornya di bawah pohon rindang tidak jauh dari gerbang sekolah. Sudah menjadi tempat khusus baginya jika sering terlambat.

Letak sekolah juga dalam lingkungan aman karena bersebelahan dengan SMP Negeri dan berhadapan dengan SMK Negeri. Sehingga kawasan ini disebut sebagai Jl. Siswa.

"Percuma, kamu liatin Pak Satpam. Nggak akan dibuka," ujar Excel.

Diandra tidak menjawab, dia masih mencoba mengintip berharap Pak Satpam segera datang.

"Ikut aku!" Excel menarik tangan Diandra.

"Ish, apaan, sih!" kesal Diandra yang mencoba menepis, namun cengkraman Excel terlalu kuat. Excel membawanya memutar melalui bagian belakang sekolah.

"Lepasin tangan gue!" bentak Diandra berusaha melepaskan genggaman Excel. Excel menoleh seraya melepas tangan Diandra.

"Mau ngapain lo bawa gue kemari?!" hardiknya.

"Mau manjat, lah. Buruan naik duluan," usul Excel sambil menggeser pijakan kayu merapat ke tembok.

"Lo udah gila, ya? Masa nyuruh gue manjat!" sanggah Diandra.

"Ini satu-satunya cara biar kita bisa masuk ke dalam. Kalau kamu nggak naik, aku tinggal."

"Jangan bilang kalau ini jalan masuk lo setiap kali datang terlambat?" tanya Diandra menyelidik.

Unforgettable Story (Completed) ✔️Where stories live. Discover now