🌼 Rasa Yang Tertinggal 🌼

21 15 29
                                    

Jangan lupa follow, ya!
Ninggalin jejak vote ya, gratis kok. ☺
Ngasih komen juga biar rame. 😉
.
.
.

Semburat keemasan tampak di cakrawala. Mentari mulai merekah menyisir teduhnya langit biru. Perlahan awan berarak menyelimuti.

Rafa mengedarkan pandangannya dari atas balkon kamar—menghirup oksigen yang terasa menyegarkan. Sejauh mata memandang hamparan hijau bak permadani menyejukkan netra.

Dia menarik napas lagi—memejamkan kedua matanya, membiarkan embusan angin menerpa wajahnya.

Rahang yang kokoh, kedua alis terpahat rapi dengan hidungnya yang lancip, lesung pipi terlihat samar serta bentuk bibir yang indah melengkapi wajah tampannya. Sungguh ciptaan Tuhan yang sempurna.

Rafa menyibak rambutnya yang basah—memakai seragamnya lalu turun ke bawah.

Rafa berjalan acuh melewati keluarganya yang sedang sarapan.

"Rafa, sarapan dulu!" Anita hendak berdiri, hanya menatap diam melihat Rafa yang berbelok melewati pintu.

"Dia masih marah?" tanya Bastian.

"Dia bahkan enggan melihatku. Semua karena gadis miskin itu!" Anita melepas sendok makannya dengan kesal.

"Kenapa kamu tidak biarkan saja dia, kamu juga sudah keterlaluan!" Nada Bastian terdengar tidak suka.

"Kamu kenapa belain gadis miskin itu. Aku melakukan hal yang benar, lagipula dia tidak cocok dengan Rafa!" sentak Anita.

Bastian melepas sendok makan. Dia meneguk tehnya dan beranjak berdiri.

"Aku mau ke kantor!" kata Bastian menekankan suaranya.

"Rere juga." Rere bergegas menyusul keluar.

Anita menghentak tangannya di atas meja. Rautnya benar-benar marah. Bukan hanya Rafa, bahkan Bastian dan Rere juga sudah mulai menentang keputusannya.

"Kak Rafa!" panggil Rere.

Rafa yang hendak masuk ke dalam mobil menoleh. Rere berlari kecil ke arahnya.

"Rere bareng Kak Rafa, ya?"

"Tumben, biasanya sama papa?"

"Rere pengen bareng Kak Rafa hari ini. Boleh, ya?" katanya dengan menunjukkan puppy eyes.

Rafa mendesah. Pasti ada maunya. "Naiklah!"

Senyum Rere mengembang, dia bergegas masuk ke dalam mobil.

Selama perjalanan tidak ada percakapan. Rere sibuk membalas pesan di ponselnya, Rafa masih fokus menyetir.

Rere menaruh ponselnya di saku—memiringkan sedikit badannya.

"Kak, Rere boleh tanya sesuatu?"

"Hmm ...."

"Kak, Diandra pacar Kakak?"

Raut wajah Rafa langsung berubah. Dia sudah menduga tujuan Rere.

"Rere sengaja bareng Kakak karena mau kepo 'kan?"

"Ish! Kakak, tau aja!" Rere menampakan senyum kikuk.

Rafa kembali terdiam, pandangan masih menatap ke depan.

"Kemarin Rere menelponnya, Kak!"

Rafa mengalihkan atensinya pada Rere—refleks menginjak pedal rem membuat kepala Rere hampir terbentur. Untung lah mereka bukan berada di jalan tol.

"Ngapain nelpon Diandra?" Rafa mengeraskan suaranya. Dia terkejut dan marah. Adiknya ini sudah melewati area pribadinya.

"Ma ... af, Kak!" cicit Rere sedikit takut.

Unforgettable Story (Completed) ✔️Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora