Spin Off 3 : Tay's Birthday (2)

576 43 1
                                    

Cerita 2 : Frank

Tay kewalahan. Sudah sejam Pluem menangis di pelukannya, tidak mau berpisah dengan Daddy nya padahal New sudah harus masuk ke Ruang Operasi untuk melahirkan. Tay ingin menemani New di Ruang Operasi tapi Pluem masih tidak mau diam. Mau tidak mau Tay tidak berada di Ruang Operasi dan berusaha menenangkan Pluem. Tay berjalan menuju taman Rumah Sakit karena jika berada di dalam suara tangisan Pluem akan mengganggu pengunjung Rumah Sakit lainnya. Taman Rumah Sakit saat itu tidak begitu ramai, membuat Tay bernafas lega.

"Pluem..." Tay duduk di salah satu bangku taman lalu mendudukkan Pluem juga di paha kirinya. Pluem masih menangis namun saat mendengar suara tegas dari Bapaknya, tangisan nya mereda. Tay dapat melihat wajah Pluem yang tadinya sedih berubah menjadi takut. Tay paling benci jika Pluem sudah takut kepadanya. "Kenapa kamu menangis?" tanya Tay lagi masih dengan nada tegasnya. Pluem tidak menjawab. Tangan kirinya ia masukan ke dalam mulut yang langsung ditarik lagi oleh Tay. "Pluem, kamu tahu kalau Bapak bertanya kamu harus menjawab kan?"

"Da mau..." jawab Pluem pelan.

Tay mengerutkan alisnya. "Tidak mau apa?"

"Pluem ndak mau punya adik!!" seru Pluem dengan pipinya yang menggembung. Jika sedang tidak marah, Tay ingin menciumnya berkali-kali rasanya. "Pokoknya Daddy nda boleh dioplaci!!"

"Kenapa kamu gak mau punya adik?" tanya Tay lagi.

"Nanti Bapak ama Daddy ndak cayang ama Pluem..." kali ini Pluem memeluk leher Tay lalu membenamkan wajahnya ke pundak Tay.

Tay tersenyum mendengar jawaban dari Pluem. Diciumnya rambut Pluem sebelum ia menarik tubuh Pluem lagi supaya Pluem kembali bisa menatapnya. "Kau tahu itu tidak benar..."

"Iya?" tanya Pluem yang dijawab Tay dengan angukkan. "Tapi nanti adik Pluem anak Bapak ama Daddy..."

"Loh, emangnya kamu bukan anak Bapak?"

"Kata teman-teman di cekolah bukan.... Soalnya Pluem bukan anak kandung Bapak..." oh Tay ingin menghajar orang-orang disana rasanya. Pasti para guru atau orang tua yang memberi tahu anak-anak mereka.

"Pluem... kamu tahu kan kamu anak Bapak bagaimanapun juga?" Pluem mengangguk. "Selama kamu tahu, jangan hiraukan kalimat teman-teman kamu... Pluem harus ingat, sampai kapanpun kamu anak Bapak. Ya?" Pluem mengangguk lagi. "Lagipula kalau Pluem punya adik, kan enak di rumah ada teman baru.." kali ini Pluem menggeleng.

"Nda butuh teman, Bapak ama Daddy dah cukup." ucap Pluem lagi.

"Tidak boleh begitu. Kita ini manusia, butuh teman..." kali ini Tay berusaha menasehati Pluem. "Coba kamu lihat di kotak pasir sana." Tay menunjuk ke arah kotak pasir yang ada di taman dimana ada seorang anak kecil sedang bermain sendiri membangun istana pasir. "Bapak kasih tugas kamu supaya bermain sama dia. Bisa?"

"Bapak mau kemana?"

"Bapak akan disini, memantau kamu." Pluem turun dari pangkuan Tay lalu berjalan menuju kotak pasir dengan ragu. Tay menghela nafas lega setelah merasa Pluem sudah tenang.

"Hari yang melelahkan?" suara orang yang duduk di sebelah Tay mengalihkan perhatian Tay. Tay melihat seorang pria memakai baju tanpa lengan warna hitam dan celana hitam sedang melihat ke arah taman. Tay juga melihat ada seorang remaja sedang duduk di belakang pria tersebut sambil menyembunyikan dirinya.

"Begitulah." jawab Tay seadanya karena ia sedang tidak ingin berbicara dengan orang asing. Tay melihat Pluem berbicara dengan anak yang berada di kotak pasir lalu melihat ke arah Tay. Pluem dan anak itu melambaikan tangannya, Tay ikut melambaikan sambil tersenyum dan ternyata pria yang berbicara padanya juga ikut melambaikan tangan. "Anakmu?"

PermulaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang