Chapter 4

513K 32.5K 3K
                                    

Selamat membaca😁

"Pasangkan aku dasi," tukas Edgar datar sembari memberikan dasi kepada Vega yang baru saja duduk di kursi ruang makan.

Vega tampak ragu seakan tidak ingin melakukan apa yang Edgar minta. Tapi jika ia menolak, ia tidak tau apa yang akan terjadi dengannya. Mungkin saja Edgar akan memotong tangannya. Membayangkannya saja sudah membuatnya bergidik ngeri.

Vega mengambil dasi di tangan Edgar sembari berdiri. Kemudian ia mulai memasangkan dasi di leher Edgar dengan hati-hati. Meskipun Vega tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tapi Edgar menyadari jika tangan Vega gemetaran.

"Kau takut padaku?" Pertanyaan Edgar mengejutkan Vega.

Vega terkesiap. "Tidak," bantahnya cepat tanpa menatap Edgar.

"Aku tau kau menghindariku," tukas Edgar dingin membuat Vega seketika bungkam.

"Kau tidak perlu khawatir, aku tidak menyakiti sembarang orang," sambungnya seakan mengerti apa yang Vega takutkan.

Vega hanya diam dan tidak berniat membalas ucapan Edgar.

"Selesai," tuturnya singkat dan kembali duduk di kursi.

Seketika raut wajah Vega berubah teduh saat melihat Leandro di sebelahnya. "Leo harus makan sayur juga. Ini bagus untuk Leo," tuturnya riang sembari mengambilkan sup wortel untuk Leandro.

Edgar berdehem.

Vega menoleh ke arah Edgar.

"Aku juga mau itu," tukas Edgar datar sembari melirik ke arah mangkuk yang berisi sup wortel.

Vega menaikkan alisnya sebelah melihat Edgar yang justru menatapnya dan tidak bergerak mengambil makanannya sendiri. Jangan bilang dia juga ingin diambilkan seperti Leandro? Melihat Edgar yang hanya diam, berarti dugaannya benar.

Vega menghela napas pelan. Lalu ia mengambil mangkuk kecil dan mengisinya dengan sup yang Edgar minta. Kemudian ia memberikannya kepada Edgar. "Ini untukmu."

Dan benar saja, Edgar menerima mangkuk yang diberikan oleh Vega.

"Mulai sekarang, aku juga ingin kau melayaniku seperti Leandro."

Dahi Vega berkerut. Tapi ia tidak ingin terlalu memikirkannya. Lagipula itu bukan permintaan yang sulit baginya.

"Besok ikut aku," ungkap Edgar tiba-tiba.

"Ke mana?" tanya Vega penasaran.

"Pesta pernikahan."

"Kenapa mendadak?"

"Aku lupa memberitahumu," sahut Edgar acuh.

Vega menggenggam tangan erat untuk menahan diri agar tidak melempar garpu ke wajah Edgar. Kemudian dia menarik napas panjang. "Kalau begitu, setelah ini aku akan pergi membeli baju baru untukku dan Leo."

"Aku ikut," pungkas Edgar datar.

"Untuk apa kau ikut?" tanya Vega ketus.

"Tidak ada larangan aku tidak boleh ikut memilihkan baju untuk putraku sendiri."

Vega berdecak. "Apa kau lupa? Kau harus berangkat ke kantor sekarang jika tidak ingin terlambat."

"Siapa yang peduli?" balas Edgar arogan.

*****

Setelah selesai berbelanja, Vega menuju meja kasir untuk membayar berbagai pakaian yang sudah dia pilih. Ralat, bukan hanya Vega, namun Edgar juga turut andil dalam memilihkan baju untuk Leandro. Meskipun awalnya harus berdebat dengan Vega terlebih dahulu karena perbedaan pendapat.

"Saya yang akan membayar," ujar Edgar memberikan black card kepada kasir.

Vega sama sekali tidak berusaha untuk mencegah Edgar, karena dia masih kesal dengan Edgar yang mengganggunya berbelanja. Biarkan saja uang Edgar terkuras untuk membayar pakaian mahal itu.

"Ayo keluar," titah Edgar berjalan menjinjing tas belanjaan Vega.

Vega mengikuti Edgar dari belakang sembari menggandeng tangan Leandro.

Setelah meletakkan tas belanjaan Vega di kursi belakang, Edgar pindah ke kursi kemudi.

"Leandro tidur?" Edgar bertanya saat mendapati Leandro memeluk Vega dengan mata terpejam.

"Iya, Leo pasti kelelahan," tutur Vega sembari mengusap-usap punggung Leandro penuh kasih sayang.

"Kau bisa memindahkan Leandro ke kursi belakang, punggungmu akan sakit jika duduk dengan posisi seperti itu," ujar Edgar sembari menyalakan mobilnya.

"Tidak apa-apa, Leo tidak seberat seperti yang kau pikirkan," sahut Vega ringan.

"Sekarang dia terlihat lebih berisi dari sebelumnya." Edgar kembali bersuara.

Senyuman Vega merekah. "Justru itu semakin membuat Leo terlihat menggemaskan."

"Kau sepertinya begitu menyukai anak kecil." Edgar mengatakannya datar sembari fokus menyetir.

"Karena mereka imut. Kau tidak menyukai anak kecil?" Vega bertanya balik.

"Aku bukan tidak menyukai. Hanya saja, aku benci dengan suara tangisan anak kecil."

Vega tersenyum sinis. "Itu sebabnya kau menempatkan Leandro di kamar yang paling jauh."

"Saat kecil, ibuku juga memperlakukanku seperti itu."

"Dan kau melampiaskan semuanya kepada Leandro?!" Vega bertanya dengan nada sedikit tinggi.

"Padahal kau tau itu menyakitkan, tapi kau justru tetap memperlakukan Leandro sama seperti yang ibumu lakukan kepadamu."

"Keterlaluan," tukas Vega tidak habis pikir sembari membuang wajahnya ke arah jendela.

Edgar melirik sekilas ke arah Vega yang terlihat seperti kecewa dengannya. "Aku tidak bermaksud menyakiti Leandro."

"Tapi kau sudah menyakitinya." Ucapan Vega seketika membuat Edgar terdiam dengan raut wajah yang sulit diartikan.

TBC.

Stepmother ✓ Where stories live. Discover now