pagi hari mark terasa seperti biasa. ia terbangun karena kicauan burung dan suara kencang jam wekernya, menyantap sereal dengan susu cair dingin, kemudian bersiap-siap ke kampus untuk belajar juga mengajar.
pintu apartemen itu ia buka perlahan, diiringi siulan bahagia. entah ini memang hari keberuntungannya atau karena dewa cinta tengah berbaik hati kepadanya, pemandangan seorang na jeno dengan wajah mengantuk dan mantel tebal musim gugur menyapa kedua indera penglihatannya.
dua pasang netra berbeda ukuran itu kemudian saling bertautan. mark mengulas senyum cerah, memberi lambaian tangan kecil pada sang pemuda. namun, yang disapa segera melengos. membuang pandangan dengan bibir membentuk satu garis lurus. berjalan cepat seperti mengabaikan kehadirannya.
"jeno. jeno," panggilnya sembari berusaha mengejar langkah cepat pemuda na tersebut. "jeno!"
ia menghela napas kasar. "astaga, tunggu dulu!"
jari mark akhirnya berhasil meraih pergelangan tangan jeno, membawa yang lebih muda untuk berdiri menghadapnya. sayangnya, kedua manik indah adik tingkatnya itu enggan menatap ke arahnya, lebih memilih memandangi karpet cokelat koridor di bawah kaki mereka.
"jeno, lihat aku." ia berucap lembut, yang dibalas dengan satu gelengan kepala. "aku mohon."
tak lama, tangan besar mark bergerak berusaha menangkup wajah sang pemuda. namun, belum sempat jari-jari itu mendekat, jeno sudah lebih dulu mendongak. membalas tatapannya dengan begitu datar.
ini adalah pertama kalinya adik tingkatnya tersebut menatap dirinya seperti itu, dan satu-satunya yang ia rasakan hanyalah pedih.
"ada apa, kak mark?" tanya pemuda itu.
jeno tidak pernah berbicara padanya dengan nada seperti itu. jeno tidak pernah berbicara padanya dengan intonasi penuh kekosongan seperti itu.
mark menarik tangannya menjauh, mengusap tengkuknya penuh kecanggungan. lirikan kecil ia lemparkan pada jeno yang memutar bola mata, kesal.
"kita... ayo berangkat bersamaku," jawabnya setelah berdeham pelan.
ada jeda sejenak antara keduanya. pemuda di hadapannya terdiam sebelum helaan napas kasar keluar dari belah bibir tipisnya. salah satu alisnya terangkat tinggi, memandangnya sinis. "itu saja?"
"ma—maksudnya?" mark mengerutkan dahi, tak mengerti.
"itu saja yang ingin kakak bicarakan?" ulang jeno.
dengan gerakan terpatah-patah, ia mengangguk. "iya," jawabnya ragu.
mark dapat menangkap sekelebat binar kecewa yang terlukis tipis di balik netra pemuda rupawan itu, meski dengan cepat sorot dingin kembali terpancar dari sana.
"maaf, tapi haechan sudah menungguku. aku permisi dulu."
begitu ucap jeno sebelum berlalu pergi meninggalkannya begitu saja dengan beban di pundak yang terasa semakin berat, dengan hati yang berdenyut perih di tengah sepinya koridor apartemen. punggung tegap pemuda itu perlahan menghilang di balik dinding.
mark memejamkan kedua matanya kuat-kuat sebelum membukanya kembali perlahan, diikuti helaan napas yang terdengar begitu berat. memberi satu tolehan ke belakang untuk menatap pintu apartemennya.
ada sesuatu yang asing. ada sesuatu yang kosong. ada sesuatu yang berbeda di sana.
hari ini, tidak ada susu cokelat hangat di depan pintunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
the warmest things i've found
Fanfictionmark selalu menemukan sebotol cokelat hangat di depan pintu apartemennya.