Tujuh belas

18 6 2
                                    

✨happy reading. Hidup itu jangan kebanyakan insecure, tapi harus banyak bersyukur.✨

...

Abell menangis dalam mobilnya. Entah ia harus berlari kemana, harus menjadikan pundak siapa agar dapat menopang segala rasa sakitnya ini.

Banyak hal yang lebih menyakitkan dari pada perasaan yang tak terbalaskan. Banyak hal yang di luar dugaan yang terjadi seperti hari ini.

Apa ia harus tetap berbohong dan berpura-pura kuat? Rasanya kali ini tidak bisa lagi. Ternyata yang membuatnya sakit adalah ayahnya sendiri.

Abell masih menangis, jujur ia merasa lemah saat ini, bahkan ia tidak tahu lagi harus mengadu pada siapa, matanya tidak bisa berhenti berair.

"Kalo bunda di sini, pasti bunda akan lebih sakit hati dibandingkan Abell." Ia bermonolog sendiri, ia sangat membutuhkan orang lain sekarang.

Abell melajukan mobilnya, entah ia mau pergi kemana, tidak ada selintas pun dalam pikirannya untuk menemui siapa. Ia akan pulang, mungkin sendiri lebih menyenangkan. Tidak ada yang bisa melihatnya sebagai Abell yang lemah, karena setiap orang hanya tahu Abell yang kuat dan tidak cengeng.

Hari ini ia tidak mau jika berurusan dengan orang lain, ia hanya ingin mengistirahatkan hati dan juga pikirannya.

Beberapa menit, Abell telah sampai di rumahnya. Saat ia turun, ia melihat kehadiran Gemilang di rumahnya. Sial! Laki-laki itu melihat Abell menangis. Dengan cepat Gemilang menghampirinya.

"Luna, kenapa?" Gemilang menangkup wajah Abell dengan kedua tangannya. Entah ada apa laki-laki itu ada di sini.

Tidak kuat jika harus berkata, Abell memeluk Gemilang erat, menumpahkan segala rasa sakit yang kini menjalar membuat dadanya sesak.

Gemilang membalas pelukan Abell, ia mengusap lembut rambut gadis itu. Ia tidak tahu apa yang terjadi, namun ia tidak mau bertanya apa pun, kecuali Abell siap bercerita.

"Kita masuk." Gemilang membawa Abell masuk ke dalam rumah gadis itu. Mereka duduk di sofa ruang tamu. Abell masih sesenggukan, gadis itu menangis.

Baru kali ini Gemilang melihat Abell menangis seperti ini, bahkan kini hatinya berdenyut sakit melihat Abell yang nampaknya serapuh ini.

"Keluarin semuanya, jangan di tahan, lo berhak nangis." Gemilang mengusap pelan punggung Abell, semakin kencang tangis itu semakin membuatnya sakit.

"Lo udah tenang?" Abell mengangguk, ia rasa cukup tenang sekarang.

"Kenapa?" tanya Gemilang dengan mata yang lurus menatap manik mata hitam pekat milik Abell.

Abell menghela napas. "Papa, Lang." Gemilang tahu apa yang dimaksud Abell. Karena Gemilang maupun Bagas mereka paling tahu bagaimana Abell yang sebenarnya.

"Papa ada, gue udah ketemu sama dia." Gemilang menelan salivanya, ia merasa tidak menyangka jika Abell bisa bertemu papanya, padahal sudah 16 tahun mereka tidak pernah dipertemukan.

"Tapi gue, gak akan pernah akui dia se bagai bokap gue, sakit Lang, sakit." Abell kembali menangis, membuat Gemilang merasakan iba.

"Kenapa gue harus dipertemukan, Lang? Kalau begini, gue lebih memilih gak ketemu dia sama sekali."

"Sakit Lang hati gue, apalagi hati bunda."

"Gue lebih bersyukur karena bunda gak pernah lagi ketemu sama bajingan itu."

"Gue lebih gak rela kalau lihat bunda sakit hanya karena bajingan itu, dan untuk hari ini gue bersyukur bunda gak pernah rasain sakitnya lagi, dan  pastinya dia udah bahagia sekarang."

NOT WITH YOU! [END✔️]Where stories live. Discover now