31. Resign Berujung RS

136 10 0
                                    

Harusnya aku membenci orang yang sudah menghancurkan perasaanku, tapi yang ku lakukan dan ku rasakan jauh berbeda dari itu semua




Happy Reading

"Nav, ini udah dua bulan lebih lho. Kamu bilang sama Papa bakal resign kurang dari dua bulan. Kamu mau tipu Papa?"

Sudah kuduga Papa akan menanyakan hal tersebut. Lagi-lagi aku harus memberikan alasan agar Papa tak lagi mengekangku tentang pekerjaan.

"Aku nggak menipu Papa. Proyek itu agak molor dari waktu yang ditentukan Pa, itu juga bukan keinginanku," jawabku.

Bukan proyeknya yang molor tapi aku yang sengaja mengulur waktu. Sebenarnya sudah dua minggu yang lalu proyek itu selesai tapi memang aku sengaja nggak bilang sama Papa. Selama satu minggu ini aku terus memikirkan cara agar aku tetap bekerja di kantor itu. Aku terlanjur nyaman dengan pekerjaan itu. Nyaman bukan karena ada Mas Chandra tapi memang aku menyukai apa yang aku kerjakan ini.

"Yaudah sekarang kamu buat surat pengunduran diri dan besok kamu kasih ke atasanmu itu," ujar Papa.

"Pa, emang nggak bisa dipertimbangkan lagi? Nav nyaman bekerja disana bukan karena ada Mas Chandra atau apapun. Nav suka sama apa yang Nav kerjakan sekarang. Toh Nav sama Mas Chandra udah nggak punya hubungan apapun. Kami hanya profesional kerja. Papa tahu itu karena Papa juga kerja di lingkungan yang sama dengan tempat kerja Nav. Papa juga punya partner perempuan, tapi Papa bisa enjoy menjalaninya karena Papa suka dengan kerjaan Papa," balasku mencoba merayu Papa

"Kamu udah janji Navya. Papa sama Mama selalu mengajarkan kamu tentang menepati janji kan? Jangan banding-bandingkan Papa dengan kamu. Chandra kelihatan masih suka sama kamu. Papa hanya takut kamu terbuai dengan ucapannya lagi. Papa takut kamu disakiti lagi," ujar Papa.

Aku tahu kekhawatiran Papa. Tapi kita juga nggak boleh berlebihan dan negative thinking kan?

"Pa, Navya bisa jaga diri," elakku.

"Papa nggak mau tahu, sekarang kamu buat surat itu biar proses resign kamu segera terlaksana," balas Papa.

Sekarang tak ada lagi alasan yang menguatkan diriku. Aku kalah dan harus siap dengan konsekuensinya. Aku nggak bisa lagi memperjuangkan apa yang aku suka. Papa adalah laki-laki yang paling berjasa dalam hidupku dan aku nggak mau mengecewakan beliau.

"Kenapa jadi begini?" tanyaku seorang diri.

Saat ini aku sedang membuat surat resign atau pengunduran diri yang akan ku serahkan kepada Mas Chandra besok pagi. Inilah akhir dari karir ku di perusahaan itu. Jujur aku terlanjur nyaman bekerja disana meski hanya beberapa bulan saja.

Air mata pun tanpa diminta sudah membasahi pipiku. Aku harus melepas apa yang aku suka demi orang yang sangat berjasa di dalam hidupku. Orangtuaku adalah yang utama bagiku.

***

Esoknya aku datang duluan daripada Mas Chandra. Aku berniat untuk menyerahkan surat ini saat dia datang nanti. Lebih cepat akan lebih baik. Tapi aku juga nggak ingin Mas Chandra tahu lebih cepat. Ada apa denganku ini? Aku masih ragu dengan keputusan yang aku ambil ini.

"Ini orang kemana sih? Biasanya datang selalu on time," rajukku seorang diri.

Aku benar-benar tak konsen bekerja kalau gini caranya. Apa dia sakit? Atau ada apa dengannya? Ahh kenapa aku peduli sih tentang dia. Terserah dia mau ngapain aja yang penting nggak mengganggu hidupku. Tapi tetap saja rasanya ada yang berbeda.

Setelah dua jam menunggu, akhirnya orang yang aku nanti datang juga.

"Assalamualaikum," sapanya.

Cinta Simpul Mati 2 Where stories live. Discover now