Two

14 3 3
                                    

Yuhuuu, ada yang nungguin Chi? :v
Kayaknya nggak deh:"v

Yosh, lanjut ajaaa!!!
Semoga suka:3

-------

Pagi hari. Kicauan burung terdengar merdu dan sahut menyahut. Sinar mentari masuk melalui sela-sela jendela kamar besar milik putra mahkota tunggal itu, membangunkan tidur nyenyak seorang tuan putri mahkota tunggal yang kini berusaha kembali tidur dibalik gumpalan selimut tebal.

Ketukan pintu terdengar. Tak lama setelahnya kembali terdengar suara pintu dibuka secara pelan. Telinga putri Akari menangkap langkah-langkah beberala orang, tidak banyak, menurut perkiraannya mungkin hanya sekitar dua sampai tiga orang.

Dan sebuah sentuhan hangat menyapa putri Akari dibalik selimutnya yang tebal. "Putri Akari," putri Akari sangat mengenal suara tersebut. Itu suara yang mulia ratu Kuki.

Dengan cepat, putri Akari keluar dari gulungan selimutnya dan beranjak duduk. "M-maafkan aku ibunda. D-dihari pertama, a-aku malah bangun terlambat," putri Akari menunduk dalam. Sebenarnya dia tidak terlalu menyesal, tapi, hei.. Dia ini sedang berhadapan dengan yang mulia ratu Kuki, dirinya harus berusaha terlihat baik dimata ratu tersebut.

Ratu Kuki tertawa kecil, tawa elegannya yang memukau. Putri Akari bahkan sempat bertanya-tanya, bagaimana mungkin ratu Kuki bisa tertawa se-elegan itu. "Tidak apa-apa sayangku. Bunda tau kamu pasti lelah. Bunda kemari hanya ingin memperkenalkan dua orang pelayan pribadimu. Ah, sebenarnya pelayanmu ada banyak, tapi dua orang inilah yang akan menemaninu sepanjang waktu, dan kalau kamu ada apa-apa, kamu bisa menyampaikannya pada mereka," ratu Kuki tersenyum hangat bagai sinar mentari, persis sebagaimana para ibu kebanyakan.

Dibelakangnya, berdiri dua orang pelayan dengan wajah ramah sedang memberi hormat pada putri Akari.

"Bunda pergi dulu ya, sayang. Sampai nanti," ratu Kuki beranjak pergi meninggalkan kamar pangeran Akumu-yang kini juga bisa disebut sebagai kamar putri Akari.

Putri Akari menatap dua orang pelayan pribadi barunya dan menghela napas kecil.

Seorang diantara maju, kemudian memberi sikap hormat pada putri Akari. "Salam sejahtera yang mulia putri Akari, nama saya Ara dan disebelah saya ini bernama Yuru," pelayan yang kini diketahui bernama Ara itu tersenyum penuh arti.

"Mulai hari ini kami akan menjadi pelayan pribadia setia yang mulia tuan putri hingga kematian menjemput," pelayan lain dengan surai pendek sebahu menyusul memberi sikap hormat pada putri Akari.

"Hm... Apa aku akan dikekang?" tanya putri Akari to the point. Jika jawaban kedua pelayan pribadinya itu 'iya', maka makin sulitlah kehidupannya sekarang.

"Dikekang?" pelayan bernama Ara malah balik bertanya.

Putri Akari mengangguk malas. "Ya, dikekang. Dibatasi, dilarang ini itu. Harus begini, harus begitu," Bahasa kasarnya, dijadikan boneka.

"Tentu saja tidak, yang mulia putri. Yang mulia putri tentu boleh melakukan apa yang tuan putri inginkan,"

Putri Akari menghela napas lega. Setidaknya, dirinya tidak dikekang seperti beberapa nona bangsawan lainnya yang telah menikah.

Ara tersenyum. Ia tahu maksud dari tuan putri-nya bertanya seperti tadi. Tidak ada seorang pun yang ingin dikekang, bahkan termasuk dirinya.

"Nah, pagi ini tuan putri ingin sarapan apa? Apakah jus segar dengan telur setengah matang? Atau sebuah salad dengan beberapa potongan roti garlic?" tanya Yuru antusias. "Lalu, apa yang ingin tuan putri lakukan setelah sarapan? Pergi ke taman bunga kerajaan? Minum teh di taman kupu-kupu? Atau bahkan tuan putri mau menaiki perahu di sungai kerjaan?"

Behind The ScaneWhere stories live. Discover now