31. Hari Milad

300 28 0
                                    

Senyumku merekah lebar mendapatkan kunjungan dari teman-teman. Langkah kupercepat demi menemui mereka. Sahabat yang sudah lima tahun terakhir ini selalu menemani. Kami bahkan sudah sangat akrab sebelum aku menikah dengan Kamila.

"Hai ... Bro! Gimana sudah sehat?" Doni menyapa begitu menyadari kedatanganku.

"Alhamdulillah ... sudah mendingan. Cuma kadang masih sedikit pusing saja," balasku sedikit berbohong.

Aku memang harus total dalam memainkan sandiwara amnesia ini. Tidak boleh setengah-setengah. Biar kepada sahabat karib sendiri tidak boleh ada kebocoran. Cukup Zayn dan Om Johan yang mengetahui rahasia ini.

Tanganku dan Doni saling menepuk untuk ber-tos, lalu disusul kedua teman yang lain, Reza dan Heri.

"Apa yang membuatmu pusing sih? Bini cantik, pinter masak pula. Punya anak, ganteng begitu. Duit juga banyak. Apalagi yang kurang, Bro?" seloroh Doni sembari santai duduk di bangku ukir teras.

"Iya, emangnya Doni, sampe sekarang masih betah jomblo. Miskin duit pula," timpal Heri mengolok Doni.

"Udah gitu digedorin emaknya buat kawin. Mana bisa kawin, calon aja gak ada. Ngenes amat hidup lu, Don!" Reza ikut membully.

"Alah ... kayak sendiri sudah nikah aja." Doni menukas omongan Reza.

"Tapi kan gue udah punya calon," balas Reza sombong.

"Iya, calon yang masih bau kencur. Masa perawan baru akil baligh udah ditungguin. Dasar pedofil!" Doni balas menyerang Reza.

"Sembarang!" sembur Reza tidak terima. Lelaki itu menonyor sang kawan dengan gemas.

Aku dan Heri hanya bisa tergelak mendengar perdebatan dua lajang itu. Pasalnya keduanya itu bagai anjing dan kucing. Tidak pernah akur jika bertemu. Namun, jika salah seorang tidak kelihatan, mereka akan saling merindu.

"Ini kok tumben kalian pada main ke sini?" tanyaku usai perdebatan konyol antara Doni dan Reza berakhir.

Ketiga sahabatku mengerutkan kening. Mereka bertukar pandang satu sama lain. Sepertinya mereka heran dengan pertanyaanku.

"Kita ke sini karena diundang oleh istrimu." Heri yang menjawab. "Ya ... sekalian jenguk kondisimu juga," lanjut ringan.

Nabila mengundang teman-teman? Dalam rangka apa? Aku memutar bola mata sejenak. Berpikir untuk apa ibu dari anakku melakukan hal itu. Sayangnya jawaban tidak lekas kutemukan.

Tidak lama berselang, Nabila ke luar untuk menemui kami. Wanita itu menggendong Keanu. Dia menyuruh kami untuk masuk. Aku yang masih  bingung hanya bisa menurut ikut masuk.

Nabila mengajak kami menuju meja makan. Di sana sudah menunggu Paman Hasan. Kapan lelaki itu berkunjung? Sepertinya tadi saat aku masih di rumah Kiara.

Di sampingnya berdiri Nasya. Pacar Tara itu tengah sibuk menata piring.
Mataku menyipit bingung melihat ada banyak makanan tersaji. Bahkan ada tumpeng di tengahnya.

Tanggal berapa sekarang? Ya ... ampun! Hari ini tanggal dua puluh empat September. Hari kelahrianku. Mulutku sedikit melongo tidak percaya.

"Selamat ulang tahun, Suamiku," ucap Nabila dengan senyum manisnya. Wanita itu meraih tanganku untuk dicium, lalu menjijit pelan mengecup pipiku. "Aku sengaja mengundang teman-temanmu agar ulang tahunmu terasa lebih berkesan," imbuh Nabila dengan senyum yang terkembang.

"Ah ... iya. Terima kasih," balasku singkat karena takjub.

Bibir ini rasanya kelu karena menahan haru. Nabila begitu perhatian. Bahkan sampai hal seremeh ini dia mengingatnya. Sikapnya ini membuat aku semakin jatuh cinta padanya berkali-kali. Tidak akan sanggup jika disuruh membagi hati dengan orang lain.

Terlanjur CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang