Baca selengkapnya di KBM applikasi dan Joylada sudah tayang sampai part 50
"Kak Sabir ... Kakak sudah mengingat aku?" tanya Nabila dengan binar kebahagiaan. Walau suaranya masih teramat lemah.
"Sampai kapan pun juga, hanya ada namamu di sini."
Tangan Nabila kutaruh di dada. Wanita itu meringis haru. Tanpa ragu bibir ranum yang masih pucat itu kulumat sayang.
GLUTAK!
Sontak kami semua berpaling. Kiara terjatuh dari kursi rodanya.
"Kiara!"
Elma dan Rani langsung mengerubungi gadis yang tersungkur dengan tengkurap tersebut. Sementara aku masih tetap mendekap Nabila.
"Kamu gak papa, Key?" tanya Elma peduli. Dia membantu Rani mendudukkan kembali Kiara pada kursi rodanya.
Kiara tidak lekas menjawab. Gadis itu menghela napas. Dalam. Entah apa yang menghimpit dadanya.
"Antarkan aku pulang, Biru!" suruhnya kaku.
UHUK-UHUK
Belum sempat aku membalas perintah Kiara, Nabila terbatuk-batuk lagi. Lalu badannya bergetar hebat. Nabila menggigil. Bibirnya pucatnya kini terlihat membiru.
"Di-dingin, Kak," ucapnya lemah.
"Bawa Nabila masuk, Bir!" Elma memerintah cepat. Gadis itu tampak prihatin melihat kondisi Nabila.
Perintah Elma lekas kulaksanakan. Gegas tubuh lemah Nabila aku angkat. Lantas berjalan melewati kursi roda Kiara menuju dalam rumah. Tidak menggubris rengekan Kiara yang meminta diantar balik.
Elma melangkah cepat di depanku. Gadis itu menunjuk sebuah kamar yang letaknya paling dekat dengan kolam. Sebuah kamar kosong yang dipersiapkan jika ada tamu atau keluarga yang menginap.
Penuh kehati-hatian, kubaringkan badan Nabila pada ranjang size Queen tersebut. Tubuh Nabila terus menggigil. Elma dengan cekatan membuka lemari, lalu mengeluarkan dua buah handuk tebal berwarna putih.
"Kamu keringkan badanmu sendiri dulu, supaya tidak masuk angin atau jatuh sakit. Biar Nabila aku yang urus!" perintah Elma serius seraya melempar salah satu handuknya. Kutangkap handuk tersebut dengan sigap. "Pake kamar mandinya almarhum Bang Tama saja, Bir! Sekalian kamu ganti baju di sana." Elma menambahkan.
Aku hanya bisa mengangguk patuh. Terburu aku ke luar ruangan. Di pintu kamar, aku berpapasan dengan Rani yang mendorong masuk kursi Kiara. Sekali lagi kuabaikan pandangan Kiara yang masih menuntut minta diantar.
Setengah berlari aku menuju kamar almarhum Tama. Bahkan di tangga aku berlari cepat. Pakaian basah yang melekat di badan membuat badan sungguh terasa tidak nyaman. Rasa dingin pun mulai menjalari tubuh.
Aku hapal letak kamar Tama. Karena dari remaja sudah sering main ke sini. Bahkan tidak jarang untuk menginap. Begitu kubuka, kamar ini masih sama. Foto-foto Tama masih tetap menggantung di dinding. Buku-buku bacaan favoritnya juga masih rapi terpajang di rak. Aneka piala memenuhi lemari kaca.
Walaupun penghuninya telah berpulang. Namun, aura kamar ini masih hangat. Tidak sepi ataupun mencekam. Korden-korden kamar juga tersingkap. Sehingga kamar tidak terlalu gelap, karena cahaya matahari bisa menembus kaca. Menurut Elma, Om Hendri memang selalu menghidupkan kamar ini. Pria itu kerap tertidur di ruangan ini, jika terbentur rasa rindu pada sulungnya.
Puas memeluk kenangan almarhum Tama, aku meneruskan niat semula yaitu mengeringkan badan. Namun, air kolam yang mengandung kaporit membuat rambut terasa kasar dan sedikit lengket. Aku harus bilas dengan air bersih.

YOU ARE READING
Terlanjur Cinta
RomanceNabila ingin menyempurnakan ibadah panjangnya bersama Sabiru, pria yang mampu membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Selain tenang dan meneduhkan, Sabiru juga tipe pria romantis. Tak heran jika dia banyak digandrungi kaum hawa. Di saat ujian cinta mel...