Dua Puluh Enam

65.9K 7K 181
                                    

Tante Ratu masih mematung saat Debi membantuku memungut botol susu Rangga. Ketika tersadar, kedua tangannya sudah mengepal keras, lalu melayangkannya ke udara. Ia hampir saja menamparku! Namun terhenti. Dalam sekejap kembali bersikap elegan seperti semula. Sepertinya, ia baru tersadar dengan keramaian sekitar, yang akan menjadikannya pusat perhatian. Ia harus menjaga image. Ia seorang berkelas. Seorang ketua GLAM dan istri pejabat yang tidak boleh berbuat gegabah, demi agar posisi mereka tetap aman. 

Aku menggandeng Mama sekaligus rombongan kami untuk keluar dari tempat ini.

"Tunggu!"

Aku tidak menggubris panggilan itu. "Mam, ayo turun. Pesawatnya udah siap kayaknya." Sedikit mengencangkan suara, aku memanggil Aldrich, Bi Wati dan Baim yang duduk di sofa. "Bi, Kak, ayo turun. Baim, bawain kopernya!"

"Jeng Lisa, Tunggu! Mantu Jeng ini ..." Tante Ratu mengadu pada mertuaku. Tapi Mama hanya mengatakan maaf sembari membereskan bawaannya. Beliau tidak menghakimiku meskipun beliau tahu keonaran apa yang baru saja aku perbuat. Terimakasih Mama!

"Maaf Tante. Kami duluan." Aku menunduk pada Tante Ratu, juga rombongannya yang lain di belakang. "Tante Mirna, juga yang lain, maaf kami berangkat duluan. Sampai ketemu di sana. Safe flight, semuaaa," pamitku.

-----------------------

Sore di Langkawi, aku dan anak-anak sedang menikmati Pantai Cenang dari private beach hotel saja

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Sore di Langkawi, aku dan anak-anak sedang menikmati Pantai Cenang dari private beach hotel saja. Mereka sudah merengek tidak tahan ingin bermain air ketika melihat hamparan laut dari jendela kamar kami saat cek in tadi. Aku bisa melihat binar bahagia dari raut wajah mereka. Sebuah kebahagiaan hakiki yang tidak akan terbeli dengan uang sebanyak apapun. Ini mengingatkanku, saat dulu aku membawa mereka kabur ke Ancol. Ah, mereka memang suka sekali dengan pantai. Kenapa dulu Rey posesif sekali dengan terus-menerus mengurung para kesayanganku ini di rumah?! Hah!

Angin laut sepoi-sepoi menyibak hijabku, mengalirkan kesejukan. Hingga lama-lama, membuatku mengantuk. Sedari tadi yang kulakukan hanya duduk di kursi santai berpayungkan kerai tropis jerami yang sangat teduh, menghabiskan susu kotak ibu hamil yang aku bawa dari Jakarta, sambil menikmati pemandangan langka di depanku. Anak-anak yang tertawa lepas menikmati kebebasannya. Sedangkan Mama Lisa sudah sibuk di kamar mempersiapkan penampilannya untuk acara nanti malam.

"Mamaa ... sini Ma berenang. Al sukaaak!"

"Mainnya jangan terlalu ke tengah, Al. Pegangan sama Kakak Debi!" Seruku pada Debi juga Bi Wati yang menemani anak-anak berenang. 

"Mamaa ... Besok pagi kita ke sini lagi ya, Ma?"

"Iyaa, Al Sayang. Bi, Rangga udahan Bi. Udah kedinginan itu, Bi!" Aku berdiri merentangkan handuk untuknya. "Sini Sayang ... sama Mama."

Bi Wati membawa Rangga yang kulitnya sudah terlihat mengeriput terlalu lama berenang. Meski begitu, kegembiraan Rangga sangat kentara terpancar dari raut wajah dan tawa ocehannya.

Dalam Genggaman (Doctor-Billionaire) TAMAT KBM Donde viven las historias. Descúbrelo ahora