4. Indah

1.6K 102 21
                                    

Jangan lupa tekan bintang biar terang bacanya! Tambahkan juga dalam pustaka kalian!

Watining baru selesai menutup sesi pertanyaan yang merupakan sesi terakhir pelatihan audit. Tatapannya tertuju pada Fakhri yang masuk ke ruangan rapat dan langsung menyapa para peserta pelatihan.

"Bagaimana, Bapak dan Ibu? Bisa dipahami penjelasannya?" Para peserta menjawab hampir serentak bahwa mereka paham dengan materi yang disampaikan.

Fakhri langsung mendekati Watining. Lelaki bertubuh sedang dengan tinggi sekitar 175 cm itu terlihat tampan dan percaya diri. Senyum tipisnya mengembang. "Aman semuanya?"

"Aman, Bos," balas Watining.

"Pesertanya sedikit, tapi, 'kan, enggak bisa digabungkan dengan pelatihan manajemen dokumen? Kalo aku sendiri yang kasih pelatihan, waktunya jadi dua kali lipat."

"Iya. Kalo sendirian, bakal nyambung setelah makan siang." Watining melihat arloji di pergelangan tangan kirinya. "Habis ini, kita ndak ada kegiatan lagi di sini, 'kan?"

"Enggak. Dari materi yang kita berikan tadi, biarkan mereka mempelajari dan mempraktikkannya dulu. Nanti, mereka bisa tanya kalo ada yang perlu ditanyakan. Tadi, Mbak kasih tugas untuk menyusun pertanyaan audit, 'kan?"

"Iya, aku kasih. Masing-masing aku bagi peran untuk mereka menyiapkan audit di unit-unit yang berbeda."

"Good! Tadi, aku juga sudah kasih template untuk menyusun dokumen. Mereka bisa mulai menyusun dokumen dan konsultasi bisa lewat email saja."

Beni tiba-tiba muncul di tengah obrolan Fakhri dan Watining. "Sudah selesai, 'kan, Pak?"

Fakhri menatap Beni. "Iya, semua sudah selesai untuk kunjungan kali ini."

"Sesuai rencana, kita makan siang di rumah makan milik Bu Fani. Tadi, saya sudah siapkan dua mobil  dan sudah bilang juga sama para peserta untuk ikut semua. Mungkin kita bisa berangkat sekarang, Pak."

"Berapa jauh dari sini?" tanya Fakhri.

"Sekitar setengah jam perjalanan. Lokasinya di pinggir kota."

"Oke. Kita berangkat."

Setelah berpamitan dengan Deri yang tidak bisa ikut karena harus menerima tamu setelah makan siang, rombongan naik ke dua mobil yang sudah disiapkan. Fakhri dan enam orang peserta laki-laki naik ke mobil Beni sedangkan Watining, Fani, dan empat orang peserta perempuan naik ke mobil yang satu lagi.

"Kami beruntung Ibu ikut membantu Pak Fakhri," ujar Fani ketika mobil sudah meninggalkan halaman perguruan tinggi itu. "Karena keterbatasan waktu, teman-teman ini biasanya masih ada pertanyaan dan malamnya ketemu Pak Fakhri di hotel. Kami yang perempuan ini agak canggung sama Pak Fakhri. Sekarang, ada Ibu jadi kami dak canggung lagi."

"Selama kami di sini, Ibu jangan sungkan. Datang saja ke hotel. Nanti, kami bantu kalo ada kesulitan."

"Makasih, Bu. Nanti malam, kami rencananya mau ketemu Ibu."

"Silakan. Jam berapa mau datang?"

"Habis magrib, ya, Bu. Kita sekalian makan di luar."

"Boleh," jawab Watining.

Mobil berjalan dengan kecepatan sedang dan sesekali melambat di tikungan-tikungan yang banyak ditemui sepanjang jalan yang menurun dan berliku ketika sudah berada di pinggir kota. Lokasi yang mereka tuju berada di daerah yang lebih rendah dari kota di kaki gunung itu. Watining merasa agak ngeri melihat jurang yang beberapa kali dilewati.

Di sebuah tempat, mobil melambat dan menepi, lalu berbelok ke halaman parkir. Mereka tiba di lokasi yang dituju. Sebuah rumah makan yang bangunannya dominan terbuat dari kayu. Ada sebuah bangunan utama dan beberapa pondok tempat makan yang ada di belakangnya. 

Gamelan RetakWhere stories live. Discover now