Badai di Tengah Malam

417 5 0
                                    

Angin yang tiba-tiba bergerak sangat kencang dari arah selatan di tengah malam itu membuat suara ribut, membisingkan telinga orang-orang yang sedang tidur terlelap. Suara tiupan angin merambat dari jauh, membuat daun pepohonan yang tertiup angin ganas itu mengeluarkan suara mengerikan di dalam gelap malam.

Suara gemuruh halilintar mengikuti kemudian, DRUMMM!, sangat dekat dan keras hingga membuat tanah bergetar, membuat semua orang yang terlelap terbangun terusik dari nyenyak tidurnya. Dentuman demi dentuman suara halilintar yang menggetarkan berlanjut bergiliran menyapa bumi, kilatan cahaya halilintar di gelap malam menerangi gelapnya langit malam dengan cahaya sepersekian detik berulang-ulang, CLAP! CLAP! membuat seram orang yang berada di naungannya. Aku terbangun, melihat fenomena alam ini dengan takjub. Tak dapat kiranya aku melanjutkan tidurku dengan dentuman yang terasa menggetarkan hingga isi perutku. Beberapa pohon kehilangan ranting besarnya dengan suara retakan keras disusul suara jatuh tumbang ke tanah bersamaan tertiup angin ribut. Kayu, daun, dan semua yang ditemui angin ganas itu terbawa terbang. Atap seng berisik terkena angin kencang yang seakan-akan bakal merobeknya ke udara.

Rintik kecil hujan kemudian mulai turun ke tanah dengan kecepatan brutal, disusul dengan butir-butir air yang lebih besar. Seakan daratan ini diterjangnya secara nyaris horizontal. Berada dalam keadaan seperti itu tanpa perlindungan, pasti aku akan merasakan kesengsaraan. Dalam sekejap tanah, atap, dan semua tumbuhan basah terkena hujan badai deras. Jendela kamarku berisik dihantam air hujan yang seakan ingin mendobrak masuk.

Detik selanjutnya halilintar turun bertahap dari lapis awan tertingi yang gelap dengan cepat mengenai salah satu tiang listrik dekat rumah, JDUAAARRRR... seketika listrik seluruh perumahan padam, dan menyisakan rasa kengerian dari suaranya yang memekakkan telinga. Saat yang sama aku mendengar jeritan beberapa orang di kamarnya masing-masing.
Beberapa orang panik berhamburan ke luar kamar. Mencari teman, lalu berpelukan histeris seru hampir menangis. Maklum mungkin karena mereka perempuan. Atau bahkan ada yang punya trauma halilintar. Aku jadi ingat dulu ada saudara yang setiap hujan berpetir, dia akan sembunyi di bawah selimutnya tidak akan keluar hingga hujan selesai.

Jam menunjukkan pukul 11.40. Di luar aku mendengar suatu keributan orang. Sepertinya ada yang bermasalah karena tertiup badai di tengah malam. Dalam gelap mati lampu, aku ke luar kamar untuk mengeceknya sambil bawa senter hp.

"KYAAAAAAA!!!" Tepat saat aku membuka pintuku, ada sosok cewek yang tidak jauh dari pintu kamarku, berteriak melengking sambil melotot ke arahku, seakan aku adalah vampir yang mencari darah.
Dalam gelap, Lita menghampiri cewek itu.
"Apaan sih Cin, bikin kaget dobel aja"
Lalu cewek itu merangkul Lita, dan menatapku untuk kedua kali, memastikan kalau aku manusia.
"Ini Fino, saudaranya Tante yang tinggal di kamar kosong ini."
"Iiih~ bikin kaget aja, kirain kamarnya masih kosong." Aku jadi merasa nggak enak.
"Maaf ya, ngagetin" aku meminta maaf.
Suasana canggung 5 detik yg berasa 5 menit. Cewek itu mengeluarkan ekspresi wajah malu, panik, sebel, dan denial di satu waktu yang bersamaan.

"Fino, jemuran Cindy terbang, mungkin kena angin kencang tadi. Tuh sekarang pada nyangkut di atas pohon."

Lita mengarahkan senter hp ke arah kegelapan pohon, aku bisa melihat beberapa potong pakaian di atas ranting pohon.

"Kalau mau biar aku bantu ambil" aku menawarkan diri.

"Nggak Usah!" Cindy menjawab sigap sambil memalingkan wajahnya.

"Tunggu besok aja, sampai hujannya reda," Nene yang di belakang memberi usul.

Tapi setelah kuperhatikan, apa yang terbawa angin terbang sampai nyangkut di pohon berwarna pastel, berenda, ukurannya kecil, apakah itu, jangan-jangan...
"Fino mau bantuin ambil, nih pake tongkat panjang ini," Lita menyerahkan sebatang alat pengganti lampu yang bisa dipanjangkan. "Cindy khawatir nggak bisa tidur kalo celana dalamnya hilang terbang lagi kena angin."
"Lita!" Cindy menghardik Lita.
Aku bingung apa yang harus kulakukan.

Sudah pasti membantu Cindy yang dalam kesusahan akan membuat nama baikku. Aku bulatkan tekad. Aku bersiap-siap menerobos tirai hujan badai di kegelapan malam.

"Nggak usah Fino," Cindy menghentikanku sekali lagi. Tapi tidak aku hiraukan.

Brsssss- Seketika tubuhku kedinginan basah kuyup. Angin yang bertiup kencang membantu semakin membekukan tubuh. Aku mengambil beberapa pakaian di tanah, lalu dalam kegelapan malam yang mati lampu, aku mengambili apa yang menyangkut di pohon. Saat aku dapati kain berwarna pastel itu, beberapa ada yang bolong di bagian belakangnya. Ahh, sungguh malu. Pantesan Cindy ngotot ngelarang aku ngambilin. Tidak ketinggalan juga daleman lainnya yang sudah terlanjur basah. Aku sangat tidak terbiasa memegangnya, dua gundukan besar kain yang agak kaku.

Aku kembali berteduh dan memberikan baju-baju basah yang kudapat kepada Cindy. Dia mengulurkan tangannya sambil menahan ekspresi malu. Badanku menggigil kedinginan. Apakah dengan begini aku bisa memperbaiki nama baikku? Ataukah malah memperburuknya? Another canggung day.

Nosaku: Cowok Penghuni Kos CewekWhere stories live. Discover now