BAB 12 - Kepala Toko Nganu

214 55 5
                                    

12

KEPALA TOKO NGANU

Suasana sudah kembali lebih baik. Gue yang awalnya takut kalau Daffa dipecat, akhirnya bisa bernapas lega. Sudah hari ke lima sejak penonjokkan itu, nggak ada sedikit pun informasi soal Daffa dari pusat. Artinya, Caka sama sekali nggak ngelaporin perlakuan Daffa ke kantor pusat sana. Gue emang sempat nelepon dan maksa dia. Dia hanya bilang: liat aja nanti! Syukurlah. Gue ngerasa bertanggungjawab terhadap Daffa semenjak dia cerita tentang latar belakang Daffa bekerja. Padahal seharusnya, gue seneng ya, si Cunguk Cungkring itu dipecat. Bukankah gue emang nggak mau lihat wajahnya lagi? Nyatanya, gue malah menunda perasaan kasihan yang cukup besar.

Hari ini, gue bekerja di shift pertama. Tapi sebelum semuanya dimulai, gue buru-buru melangkah ke kotak eskrim. Gue mengucek-ngucek rak untuk mencari eskrim incaran. Sudah lebih dari seminggu, ada produk lama yang kembali edar. Dan sialnya, gue penasaran banget, seberapa enak makanan itu, sampai-sampai penggemarnya di seluruh Indonesia ini membuat petisi. Dan produk itu kembali edar setelah mendapatkan tekanan dari netizen.

Si Cunguk Basi yang sedang absen di komputer hanya melihat sekilas, lalu kembali fokus ke komputer. Bodo amat. Sejak kejadian penonjokkan itu, sikapnya jadi makin menjadi. Bahkan nih ya, dia udah kayak nggak kenal sama gue. Nyebelin tuh orang. Yang salah siapa, yang ngambek siapa!

Yeah, akhirnya gue nemuin produk eskrim itu. Satu lagi, malah. Untung aja gue karyawan di sini yang bisa membawa produk itu untuk pertama kalinya. Gue juga nggak mau dong, ketinggalan sesuatu yang lagi viral. Gue membawa eskrim seukuran balok kayu itu ke depan. Daffa langsung melotot saat pagi-pagi begini, gue menenteng eskrim.

"Udah gila lo ya?" Daffa meneleng ke arah gue. Wajahnya mirip banget kaya Ikan Arwana yang mau nerkam.

"Kenapa?" Gue menatapnya dengan tatapan perlawanan. "Gue kan beli!"

"Masih pagi PEA!" kelaknya. "Lagian, belum buka shift juga, maen ambil-ambil barang."

"Ya udah kalau gitu. Gue beli nanti setelah buka shift. Gue mau ngerasain eskrim ini tauk. Emangnya seenak apa sih?" Gue membawa eskrim ke kotak pendingin, lalu menyimpanya di bawah eskrim-eskrim yang lain.

Setelah beriefing dan membuka shift pertama, gue scan sendiri produk itu dan langsung dibayar. Sebagai gantinya, gue menempel struk belanjaan di produk itu, lantas disimpan di mesin pendingin paling bawah. Kalau disimpan di display atas, takut-takut malah diincar sama orang lain. Kan sudah dibayar. Rencananya, gue mau makan setelah pulang kerja.

"PEA, kemarin, gue cek rak lo." Daffa sedang berkeliling ke setiap rak.

Gue yang sedang berdiri di belakang meja kasir, langsung mendongak. "Kenapa main cek rak gue? Kan itu tanggungjawab gue. Nambah-nambah kerjaan lo aja. Kan lo juga sibuk!"

Sebenarnya itu hanya sindiran. Sibuk bukan berarti sibuk bekerja, tapi sibuk berkeliling toko dan ngomel-ngomel jika ada sesuatu yang salah.

"Ada yang hilang," katanya pelan. Wajahnya masih terlihat santai.

Mendengar ucapan itu, gue menyimpan uang-uang lecek di atas meja. Gue yang sedang menghitung dan membereskan uang recehan, tiba-tiba lupa dengan jumlah uang tersebut. Gimana pula Daffa nginfoin barang hilang disaat gue sedang fokus? Euh, masalahnya, barang yang hilang itu ada di rak gue.

"Shampo merek kudanil nggak ada tiga botol. Padahal harga per botolnya 50 ribu. Pelembab wajah juga nggak ada dua. Itu salah satu pelembab paling terkenal. Harganya 79 ribu per pcs. Terakhir ...." Dia menatap aneh. Gue melihat gelagat tawa ditahan, tetapi kemudian, dia angkat bicara. "Satu pack kondom rasa stroberi, juga nggak ada."

Sejenak, gue menunduk, melihat beberapa bulatan uang receh di atas meja. Namun kemudian, gue langsung melotot saat menyadari sesuatu. "Tunggu-tunggu, kondom ilang satu pack? Mana ada yang mau nyuri kondom? Harganya aja murah, Kok!"

Customer Sharelove (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang