Chapter 13

73 14 0
                                    

Tidak ada yang lebih melelahkan dibanding dengan memikirkan bagaimana pandangan orang lain tentang dirinya setelah Liliana berhasil membuat seluruh mata menatap kepada mereka, dan membuat dia menjadi satu-satunya tersangka.

Insomnia yang telah lama tidak Naura rasakan, kini kembali hadir. Berkali-kali dia mencoba untuk memejamkan mata, dari mulai mendengarkan musik yang menenangkan, menghitung domba, dan memikirkan soal matematika, tapi dari semua hal itu tidak ada yang bisa membuatnya mampu tertidur. Hingga Naura terjaga hingga sang fajar terbit, dan dia harus menjalani kewajiban sebagai siswi SMA.

Naura bisa saja memilih untuk tidak masuk sekolah, tapi orang-orang yang kemarin berada di tempat akan menganggapnya menghindar jika hari ini dia tidak masuk sekolah.

Oleh karena itu, Naura memutuskan jika hari ini dia akan tetap masuk sekolah, dan mengabaikan semua komentar yang nanti akan dilayangkan padanya.

Setelah memakai rapi seragam batik yang dipadukan rok putih, Naura memastikan penampilannya sekali lagi pada cermin panjang di kamar gadis itu.

Dia bisa melihat sebuah lingkaran hitam di bawah mata, serta wajah putih pucat miliknya yang Azora bilang seperti mayat hidup.

Naura berusaha menyunggingkan senyum tipis sebelum meraih tas punggung berwarna baby blue yang terletak di kursi dekat meja belajar.

Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 5.56 WIB, Naura dengan cepat memesan ojek online. Dia tidak boleh sampai terlambat.

Beruntung pesanan Naura diterima dengan cepat, dan sang pengemudi tidak jauh dari lokasi gadis itu. Setidaknya, Naura bisa tenang jika dia tidak akan terlambat sampai di sekolah.

***

Naura sampai di sekolah dua puluh menit kemudian, sepanjang dia berjalan di koridor, seluruh tatap mata tak henti memperhatikan dari atas kepala hingga kaki. Seakan menilai penampilan gadis itu.

Tidak sekali juga Naura mendengar gosip yang beredar tentang dia yang disebut sebagai perebut pacar orang, pelakor, sok cantik, murahan dan sebagainya.

Naura tidak terlalu menanggapi ucapan yang mereka katakan, dia hanya tetap berjalan menuju kelas dengan earphone tanpa lagu yang berada di kedua telinganya.

Jika boleh jujur, Naura sebenarnya ingin menangis. Tapi, hal seperti ini bukan lagi hal baru yang dia rasakan. Dia pernah merasakannya dulu, bagaimana orang-orang menghindarinya seperti menghindari virus.

Semua sahabatnya menjauh, membuat Naura yang ceria berubah menjadi begitu pendiam, seperti saat ini.

Lagi pula, dia tidak bisa membuat semua orang percaya kepadanya sekeras apapun Naura berteriak di hadapan mereka jika dia tidak seperti apa yang diucapkan Liliana.

Bukankah semua orang hanya suka gosip dan keburukan orang lain?

Tidak ada yang akan mendengar, bahkan ibunya sekalipun. Dari awal memang dia yang menjadi tersangka dan pemeran antagonis dalam cerita ini.

Semua semakin jelas saat Naura memasuki kelas. Seluruh murid yang berada di dalam kelas langsung memaku perhatian kepada gadis itu, dan menghentikan kegiatan mereka.

Siswi yang seharusnya berada di sebelah kursi Naura kini lebih memilih pindah ke kursi yang lain. Naura berusaha tidak terusik dan terus melangkah hingga kursinya.

Dia tidak akan terusik dengan perkataan orang lain, yang bisa membuat Naura terusik hanya Liliana. Dia berharap, kemarin adalah hari terakhir mereka bertemu.

Meskipun begitu, Naura tetap ingin bel masuk berbunyi dengan cepat.

Kring ... Kring ... Kring ....

Problem Solved! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang