6

372 28 1
                                    

Hannah POV

Tidak tahu apa yang ku harapkan ketika aku setuju untuk pergi melihat apartemen Cara. Aku tahu, aku lelah berbagi apartemen dengan enam perempuan lain dan inilah saatnya untuk memiliki tempat sendiri, memiliki tempat yang nyata untuk disebut rumah. Aku belum memilikinya sejak meninggalkan Windsor ke New York City. Aku tidak akan pernah bisa kembali ke rumah lagi setelah 'mengaku' kepada orang tua ku. Aku bukan putri mereka lagi. Aku adalah aib. Wajah ku bisa saja muncul di setiap sampul majalah, tapi tidak pernah bisa muncul di rumah mereka.

Aku mencoba melakukan yang terbaik untuk menghemat uang dari berbagai pekerjaan yang ku dapatkan. Aku telah melunasi sebagian uang kuliah dan menabung dengan tinggal di apartemen agen ku. Ketika Jane memberitahu ku tentang menjadi teman sekamar Cara, aku awalnya khawatir.

Apakah orang tersebut terlalu sibuk untuk mencari teman sekamarnya sendiri sehingga agennya sendiri yang mencarikannya untuk dia? Rasa ingin tahu menguasai diriku dan aku memutuskan untuk bertemu dengan Jane. Dia tinggi sekitar 5'8 atau lebih. Rambut hitamnya jatuh dengan anggun di pundaknya dan dia mengenakan setelan jas. Jane bercerita bagaimana dia mengetahui tentang ku dari rumor seputar Jack Gamble dan aku tidak senang tentang itu. Aku tidak ingin menjadi bagian dari rumor, terutama dengan pria itu. Dia membuatku merinding dan aku tidak pernah ingin sendirian jika bersamanya.

Jane menjelaskan bahwa Cara dan dia bukan penggemar Jack dan itulah sebabnya dia pikir dia bisa membantuku. Di bercerita banyak tentang apartemen, apartemen luas, memiliki semua akomodasi yang ku butuhkan dan relatif dekat dengan agen ku. Semuanya terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

"Ada apa dengan apartemen itu?" Pasti ada semacam sesuatu. Mengapa orang ini membutuhkan teman sekamar jika dia adalah penulis yang sukses?

"Ini bukan masalah besar. Hanya saja klien ku bukanlah orang yang suka berteman," jelas Jane.

"Dan dia ingin teman sekamar?" Ini tidak masuk akal bagi ku.

"Lebih seperti kebutuhan. Dia tidak menerbitkan buku dalam dua tahun dan dengan pengeluarannya, masuk akal baginya untuk memiliki teman sekamar untuk mengimbangi biaya hidup di apartemen itu," kata Jane.

"Aku tidak tahu tentang ini," kataku. "Ini sepertinya agak aneh bagiku."

"Aku akan jujur padamu. Cara memiliki keunikan, tapi dia manis dan sangat setia setelah kau melewati cangkangnya yang dingin itu," jelas Jane. "Lihat saja apartemennya dan temui Cara, lalu putuskan apakah itu tempat yang tepat untuk mu."

Aku menghembuskan napas perlahan saat memikirkan pro dan kontra. mahal untuk tinggal di kota terutama sendirian. Satu teman sekamar lebih baik dari enam. Bukannya aku belum pernah tinggal dengan beberapa orang asing sebelumnya.

"Kamu akan mendapatkan semua ruang dan waktu tenang yang kamu inginkan," tambah Jane.

"Oke, aku akan melihatnya."

.
.
.
Ketika aku bertemu Cara, aku terpesona. Dia tampak seperti boneka porselen dengan wajah yang tampak paling dingin. Rambut hitamnya diikat menjadi ekor kuda dan dia memiliki bibir merah kecil. Pada usia 24 tahun dia dua tahun lebih tua dariku, tetapi dia terlihat seperti siswa sekolah menengah. Tatapan dingin di matanya dengan cepat berubah menjadi syok saat melihatku dan itu sangat lucu, harus kuakui. Dia sangat canggung dan gugup. Aku tahu dia bukan tipe yang suka bersosialisasi. Mungkin itu karena latar belakang psikologi ku dan ku pikir dia menarik, atau mungkin aku hanya berpikir dia super imut dan itu membuat ku ingin mengatakan ya! untuk menjadi teman sekamarnya.

.
.
.
Aku seharusnya mengharapkannya, tapi aku sepertinya tidak mau. Sepertinya Cara melakukan segala upaya untuk menghindari ku sebanyak mungkin. Dia akan tinggal di kamarnya selama berjam-jam. Setiap kali ketika aku berpikir bahwa kami semakin dekat untuk menjadi nyaman satu sama lain, dia akan menjauh dan menghindari ku lagi. Aku tidak memberi tahu dia ketika aku kembali dari Milan karena yang ku tahu dia akan berusaha menghindar. Aku tidak berharap dia keluar dari kamarnya saat itu, tetapi ketika dia melihatku, aku bersumpah wajahnya berubah menjadi merah muda.

Aku mulai berpikir bahwa aku sendiri gila karena menganggap tindakannya menggemaskan. Setiap saat di mana aku melihat senyuman atau tawa darinya memberi ku begitu banyak kegembiraan. Aku tidak yakin apakah aku mulai menyukai nya dan aku tahu itu salah. Tidak ada yang akan keluar darinya. Dia tidak menyukai orang dan tidak percaya pada cinta. Ketika dia memberi kan jaketnya di supermarket, aku merasakan sedikit harapan bahwa mungkin dia akhirnya menerima ku. Aku bukan tipe orang yang menyerah dan aku ingin dia tahu bahwa dia bisa memiliki seseorang yang bisa dia andalkan.
.
.
.
.

Ketika sampai di apartment, anehnya sunyi. Sepatu Cara masih di dekat pintu depan, jadi aku tahu dia masih di apartemen. Mungkin dia sedang tidur siang, tapi sekarang hampir jam enam dan dia akan makan malam sekarang. Aku tahu itu karena dia mengikuti jadwal makan yang ketat. Aku melirik ke pintu Cara dan bertanya-tanya apakah aku harus memeriksanya. Sebagian diriku ingin, tetapi sebagian lagi tahu bahwa dia mungkin tidak ingin diganggu.

Aku pergi ke dapur dan membuka lemari es. Masih ada semangkuk sisa salad kangkung dari malam sebelumnya dan beberapa potong ayam bakar. Mulai menempatkan ayam di atas piring dan memasukkannya ke dalam microwave. Saat menunggu ayamnya memanas, aku mulai membagi salad menjadi dua piring kalau-kalau Cara keluar dari kamarnya. Setelah ayamnya matang, aku meletakkannya di atas salad. Makanan yang mudah untuk dua orang, mungkin dua. Aku melihat kembali ke kamar Cara dan pintunya tetap tertutup. Aku mengetukkan jari-jariku ke meja, melawan keinginan untuk mengetuk pintu Cara

Lakukan saja, Hannah! Itu bukan masalah besar. Aku menghela nafas dalam-dalam dan berjalan menuju kamar Cara. Saat aku menuju pintunya, ku pikir aku mendengar suara terisak. Apakah dia menangis? Siapa yang berani membuat Cara ku menangis! Maksudku Cara, bukan milikku.

"Cara, aku membuat salad. Kamu mau?" Aku mengetuk pintu dengan lembut.

"Tidak, terima kasih," jawab Cara kembali.

Suaranya terdengar tegang. "Apa kamu baik baik saja?"

"Ya .... ah..ahh.choo!"

"Cara!" Aku memutar kenop pintu dan jelas! aku sama sekali tidak siap untuk pemandangan yang akan ku lihat. Cara duduk tegak di tempat tidurnya, terbungkus selimut. Beberapa selimut tebal diletakkan di sekelilingnya. Wajah berseri-seri nya pucat, dan jangan lupakan hidung nya merah.

"Jangan lihat aku!" Cara bersembunyi di bawah selimutnya.

"Kenapa?" Ini adalah pertama kalinya aku melihat kamar Cara, sangat rapi dan teratur. Sebuah rak buku berdiri tegak di sisi kiri ruangan. Komputer terletak di sudut paling kanan ruangan. Dua lampu tidur dari kayu mahoni berada di samping tempat tidur queen-nya. Sebotol pembersih tangan yang sangat besar terletak di salah satu meja samping tempat tidur. Aku perlahan mendekati Cara dan ku perhatikan bahwa dia gemetar. Aku dengan lembut meletakkan tanganku di punggungnya.

"Pergi, aku sakit." Cara perlahan bangkit dari posisinya dan menatapku. Selimut menutupi seluruh wajahnya kecuali mata dan dahinya.

"Hanya karena kamu sakit, bukan berarti aku ingin menjauh darimu," kataku lembut.

"Aku akan menjauh." kata Cara.

Aku meletakkan punggung tanganku di dahi Cara. "Wow, kamu seksi! Secara harfiah dan kiasan."

Cara memberi ku pandangan yang dipertanyakan dan bahunya merosot karena kekalahan. Saat ini aku hanya ingin memeluknya.

"Mengapa aku merasa sangat dingin," kata Cara sambil menghela nafas.

"Apakah kamu minum obat?"

Cara mengangguk dan menjauh ke belakang di tempat tidurnya. "Kamu harus pergi. Aku tidak ingin kamu sakit."

"Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu," kataku.

Cara menatapku dengan tampilan bertanya.

"Kamu aneh," kata Cara. "Aku hanya akan istirahat."

"Aku akan membuatkan mu sup dan memberimu beberapa selimut tambahan," kataku.

"Ya," gumam Cara saat dia meringkuk di bawah selimutnya.

"Jangan khawatir Cara, aku akan menjagamu," bisikku.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc





Sesuai janji, dudududududu....




1216 words.





7des20

ROOMMATES (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang