Viona POV
Pagi ini, aku akan kembali ke restoran. Sudah hampir satu minggu aku meninggalkan pekerjaan, aku rindu berkutat dengan laporan maupun dapur. Dapur yang selalu menjadi tempat bereksperimen mencurahkan hasil pemikiran. Meskipun aku pemiliknya, terkadang aku juga turun tangan ke dapur jika salah satu chef tidak bekerja entah alasan kesehatan atau ada urusan mendadak.
Aku berjalan keluar kamar mandi dan berganti pakaian. Pakaian yang menutup aurat, pakaian ini aku pilih semenjak duduk di bangku SMA. Awalnya aku suka melihat orang yang mengenakan pakaian itu. Membuatku memutuskan untuk mencobanya,dan ya, aku menyukainya, meskipun belum sempurna tetapi aku harus istiqomah dengan pilihan ini. Apalagi sebagai muslimah, aku memang belum mengenal dalam ilmu agama tetapi aku tahu kewajiban menutup aurat bagi perempuan. Meskipun masih banyak alasan banyak muslimah tidak mengenakan hijab, seperti belum dapat hidayah, takut tidak dapat pekerjaan, dan masih banyak lainnya. Tetapi aku yakin, jika hidayah bukan datang sendiri, tetapi kita yang harus menjemputnya dengan jalan membaca buku atau ikut kajian. Seperti kita meyakini agama, agama ada agar hidup kita tertata bukan? Ketika agama menganjurkan kita berhijab, pasti akan ada manfaatnya begitupula setiap larangan agama pasti memiliki dampak negatif. Itu yang aku tanamkan dalam hati dan pikiran.
Selain itu perempuan dianjurkan untuk menutup aurat agar laki-laki mampu mengontrol pandangannya.Setelah memantaskan apa yang aku kenakan, aku bergegas keluar kamar menuju meja makan.
Setiap hari, keluargaku akan menyempatkan untuk sarapan bersama. Terkadang aku juga membantu Mama menyiapkan makanan yang tersaji, tetapi hari ini aku tidak membantunya. Karena Mama melarang aku mendekati dapur, entah apa yang dipikirkan Mama.
Aku duduk di kursi sebelah kanan Papa, Papa sudah duduk disana di temani secangkir kopi saat aku datang. Kebiasaan Papa jika pagi hari sebelum ke tempat kerja yaitu harus menyesap kopi hitam. Padahal setahuku, kalau lambung tidak kuat maka asam lambung akan naik. Entah sudah kebiasaan yang membuat lambung Papa kuat menerima kopi meskipun belum makan sesuatu.
Aku menyapa Papa dan Mama. Mama yang sibuk menata makanan di atas meja, mendekat dan ke mengecup keningku.
"Pagi, Sayang. Anak Mama sudah cantik aja." Ujarnya.
"Iya dong, hari ini Vio mau ke restoran Ma. Bosen di rumah terus."
"Apa kamu nggak mau berlibur, mungkin dengan berlibur bisa buat pikiranmu segar kembali. Sebenarnya Papa ada tiket liburan buat dua orang." Papa ikut berbicara dengan sesekali menyesap kopi.
"Buat kapan Pa?" Aku yang penasaran karena sudah dua tahun lebih aku tidak pernah liburan. Kesibukanku mengelola restoran membuatku enggan pergi berlibur.
"Tanggal 1, inikan sudah tanggal 29 lusa acaranya."
"Vio mau Pa, tapi dengan siapa ya. Lili sibuk ada yang harus diurus, kan dia pengacara handal." gumamku, bingung juga mau mengajak siapa, Adrian? Aku takut karena kami belum muhrim, tapi nanti aku akan coba menanyakannya. Mungkin dengan beda kamar kalau aku jadi mengajaknya.
"Gimana sama nak Adrian Vi, mungkin dengan kalian berdua bisa memperbaiki hubungan kalian. Papa juga melihat ketulusan di mata Adrian."
"Hmmm, gimana ya Pa. Yaudah nanti Vio tanya Adrian dulu. Kali aja sibuk." Sesuai dengan pikiranku, Papa menyuruh mengajak Adrian.
"Oke, nanti kamu hubungin Papa ya. Nanti malam tiketnya Papa bawakan."
"Makan dulu, ngobrolnya dilanjut nanti." Perintah Mama yang memotong obrolan pagi ini. Aku segera menyuapkan satu sendok makanan ke dalam mulut begitu juga Papa dan Mama.
❄❄❄
Adrian sampai di rumahku saat aku sibuk dengan sarapan. Aku nggak tahu kalau dia akan kesini untuk menjemput.

ESTÁS LEYENDO
Our Wedding ✔ (Karyakarsa dan KBM)
RomanceCerita di privat, silakan follow dulu. Gadis cantik, karir okay, punya usaha dibidang kuliner. Kurang apalagi coba, dibalik kesuksesannya dia memendam sakit hati terhadap sahabatnya. Gadis yang bernama Viona Andarizki sangat menyayangi sahabatnya y...