15

52 6 0
                                    

Hal tersulit dalam cinta itu membedakan antara sekadar ego atau benar-benar emburu

(Fausta Averil)

Aku menghentikan motor didepan rumah bercat hijau.

"Ganteng banget ternyata" ucapku memuji bayangan sendiri di kaca spion. Aku turun dari motor melangkah kedepan pintu rumah, belum sempat pintu kuketuk sebuah tangan menepuk kencang pundakku.

"Ngapain lo?!" tanyanya dengan menatap sinis

"Jemput pacar gue lah! Harusnya gue yang nanya lo ngapain disini?" aku bertanya balik, dia terkekeh menanggapi ucapanku

"Jemput Ara"

"Nggak! Gue yang mau anter dia ke sekolah"

"Biar sama gue!"

"Nggak bisa! kan gue dateng duluan"

"Bodoamat! Minggir!" ia mendorong tubuhku membuatku mengepalkan tangan kuat, kutarik kerah bajunya, ia tersenyum miring.

Ceklek

Suara pintu terbuka mengalihkan pandanganku dan juga orang dalam cengkramanku. Seorang gadis berseragam pramuka, serta rambut panjang tergerai dipasangi bando dengan corak macan tutul tengah menatap tajam kearah kami.

"Lepasin! Kak Veril ngapain sih disini?!" ujarnya menarik tanganku dari cengkraman kerah seragam Raka, membuatku terpaksa melepaskan.

"Sukur! Sana! hus hus pergi, si Ara milih gue" suara ejekan yang dilontarkan Raka membuatku geram

"Kak Raka juga ngapain disini?! Kalian pagi-pagi udah kaya emak-emak rebutan barang diskon! Brisik tau nggak?!" aku tertawa puas mendengar ucapan Ara. Bukan apa-apa, tapi balasan Ara membuat wajah Raka berubah muram. Walau pun sebenarnya aku kesal sendiri karena secara tak langsung juga mengecapku sebagai emak-emak, dan apa katanya tadi? Rebutan diskon? Cih, yang benar saja mall saja bisa kubeli ngapain cari diskon? yah meskipun pakai uang Bonyok sih.

"Jemput kamu"
"Jemput kamu"

Kataku dibarengi Raka, mengatakan tujuan sampai datang kerumah Ara pagi-pagi.

Ara memutar bola mata malas, melagkah keluar rumahh, menutup dan mengunci pintu. Ara melanjutkan langkah meninggalkan kami. Baik aku dan Raka masih terus berdebat serta mengikuti langkah kaki Ara menuju halte.

"Berhenti ngikutin! Aku mau naik bis!" tegas Ara melarang

Aku tak menghiraukan ucapan Ara, masih terus mengikuti langkah gadis itu begitupun Raka yang tidak mau mengalah.

Banyak pasang mata menatap kami aneh, ada juga yang tertawa cekikikan melihat perdebatan Aku dan Raka, sedangkan Ara masih terus mengabaikan keberadaan kami.

"Ra, ngomong dong. Nggak bisu kan?" Ara mendelik tajam mendengar ucapanku

"Ra, ayok aku anter aja. Kan nggak panas naik mob__"

"Sama aku aja naik motor Ra, lebih cepet nyampenya" kataku memotong ucapan Raka.

Ara bergeming, lantas beranjak memasuki pintu bis yang sudah terbuka, entah sejak kapan bis itu berhenti. Perdebatanku dan Raka rupanya telah mengalihkan perhatianku pada keadaan sekitar. Aku menyusul Ara memasuki bis begitupun dengan Raka.

"Ehhh tunggu-tunggu!"

"Apaan sih tarik-tarik baju gue! Melar begok!"

"Eh gagak suka mangap! gue yang duduk sama Ara"

Veril-Ara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang