🌿dua puluh🌿

18.4K 1.1K 3
                                    

Pandangan Revan tertuju ke depan, memandangi Letta lurus "Letta bangun! Saya menyesal" kata Revan. Letta belum bangun, dia sudah dinyatakan koma sejak sebulan yang lalu. 

Revanlah yang selalu menjaga Letta, bahkan dia menyiapkan kasur tambahan, agar bisa tidur bersama tunangannya ini.

"Letta saya bawakan kamu susu kotak" ujar Revan, ia menghembuskan nafas lelah. Letta belum bangun juga, ini sudah dua bulan apa dia tidak lelah berbaring? Apa Letta tidak lelah diam?

"Argh, kamu mau saya cari tunangan lain" Revan tersenyum, berhasil. Berarti mahasiswi berkedok tunangannya ini mencintai Revan, buktinya sudah jelas, tangan Letta bergerak.

"Dok!" Panggil Revan ketika dokter dan beberapa perawat datang mengecek kondisi Letta.

"Iya pak, pasangan anda akan baik-baik saja, doakan ya" Revan mengangguk, selang beberapa detik, ia ke brankar Letta, mengusap lembut tangannya yang mulai mengecil, karena hanya makan lewat selang medis.

"Letta" Letta menoleh dan mengerutkan keningnya.

"Kamu siapa?" Revan mengusap air matanya yang menetes tanpa dia duga, jangan sampai dugaannya kalau Letta amnesia terjadi.

"Letta ini saya, tunangan kamu!"

"Jangan ngada-ngada, mana mama sama papa Letta?" Revan menatap Letta lurus dengan masih meneteskan air mata perlahan.

"Letta ini gak lucu, kamu pasti prank saya kan?"

---

Kedatangan Letta dengan kepala masih dibalut perban dan tubuh yang kurus membuat semua keluarganya menjaga Letta dengan hati-hati.

"Wah Letta jadi ngerasa kayak putri-putri di negri dongeng Aldo" Aldo meringis, nih Letta kayaknya gak ngeprank deh, soalnya aktingnya halus banget.

"Gue jijik sama lo yang kayak gini Shal!" Gumam Aldo sambil mengerjakan tugas kuliah, ia menemani Letta di rumahnya sedangkan ayah dan ibu Letta pergi untuk pergi ke rumah sakit, menemui dokter.

"Hah, Aldo ngomong apa?" Tanya Letta polos.

Inget Al, lo harus tabah. Kalau Letta udah sadar baru tampol beneran bikin orang mau muntah saking jijiknya, batin Aldo berusaha memperingatkan dirinya agar tidak menarik dan mengajak baku hantam Letta yang memasang wajah tidak berdosa.

"Gak ngomong apa-apa, lo cantik" Letta tersenyum dan mengangguk.

"Makasih"

Aldo lagi-lagi meringis ngilu, kalau ini Letta yang dia kenal maka perempuan itu akan menjawab seperti ini "gue emang cantik kali, gak usah lo bilang juga seluruh dunia tahu gue cantiknya amejing, cuma gue males ngerombak diri aja" aduh, Aldo merindukan Letta yang bisa diajak gelud seperti itu, bukan seperti sekarang.

"Letta lo inget lo udah kuliah?" Letta menopang dagu dengan telapak tangan dan kaki yang menyilang, sok manis.

"Enggak Al, Letta masih SMA , Al juga masih SMA kan?" Aldo terdiam, sekali lagi Letta membuatnya ingin mencakar wajah itu, karena berbicara dengan logat imut dan tubuh yang ditegakkan, perempuan ini terlihat anggun dan jauh dari kata bobrok seperti biasa.

"Serah lo Maemunah, nah sekarang gue mau tanya. Lo ingat pak Revan?"

"Engga"

Mendengar itu Aldo hanya diam, tidak berniat bertanya lebih lanjut, takut Letta mengingat hal ya g tidak seharusnya di ingat seperti di film-film India, yang kepalanya berputar bikin yang liat ikut sakit kepala itu loh.

"Aldo, Letta mau bikin jus Aldo mau gak di bikinin?"

Mengangguk, Aldo menyebutkan buat yang ingin di jus "gue jus apel" pesannya di angguki Letta.

"Oke, Letta pergi ke belakang dulu"

"Hm"

Tidak lama Letta datang dengan nampan berisi jus apel dan es krim. Aldo menaikkan satu alisnya "bukannya lo bilang mau bikin jus? Kenapa lo bawa es krim?"

"Oh itu, Letta tadi maunya bikin jus kok. Cuma pas buka kulkas Nemu es krim, jadi Letta makan es krim aja"

"Oh oke, makasih jusnya" Aldo mengambil jus apel miliknya dan kembali mengerjakan tugas. Malam itu seperti mengenang masa lalu, Letta dan Aldo membicarakan tentang dunia putih abu-abu mereka.









Jangan lupa follow Wina komen tandain kalau typo dan taburin bintang sayang 🖤✨

Lettavan (Completed) Where stories live. Discover now