Prolog

80 11 2
                                    

****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

****

Satu tahun yang lalu

"Neraka lagi bocor kah? Ini sampe keringat pada banjir bener," gerutu Anin sambil menghapus peluhnya dengan telapak tangan.

Namun, matanya sontak membulat saat dia melihat pemandangan yang menyakitkan matanya. Nayara, sahabatnya itu yang datang bersama dengan Liam ke sekolah. Seingat Anin, hari ini bukan hari Liam latihan. Tetapi keraguan itu muncul, namun ia menggeleng pelan, menepis semua keraguan itu.

Kemudian, Anin memilih berlalu, menghampiri temannya untuk melanjutkan latihan paskibnya.

"Ayok kita mulai lagi! Udah cukup istirahatnya," serunya.

Sekilas terlintas di pikiran Anin tentang mereka. Asumsi itu mulai memenuhi benaknya. Jangan bilang kalo mereka sedang pacaran. Anin mengembuskan napas berat. Dan mulai ke tempat latihan tadi.

"Nin, tunggu!"

***

"Kamu ada minum gak, Nin?"

"Ada, ini ambil aja." Anin menyodorkan minumnya.

Anin berdiri dan pergi ke belakang, mencari Nayara yang tadi pergi dengan Liam.

"Nin! Mau kemana?"

Anin berhenti, "Kelas dulu. Mau nemuin kawan."

"Oke, jangan lama. Latihan bentar lagi lanjut."

Anin melangkah menuju ruang kelas. Baru sampai di lorong kelas, ia tertegun, Nayara dan Liam berpelukan. Ia perlahan mundur. Kakinya tidak sanggup menopang badannya.

Anin terduduk, pandangannya mengabur. Air matanya menetes. Sesak itu datang, menekan dadanya terus-menerus. Ia menutup mulutnya agar suaranya tidak keluar dan mengganggu kegiatan mereka.

"Nin? Kamu ngapain di sini?"

"Kamu kenapa nangis? Kasih tau aku, siapa yang nyakitin kamu?" sambung Ardan.

"Mereka berbohong, Dan! Mereka pembohong! Sakit!" Anin meremas dadanya.

"Siapa yang pembohong, Nin? Jawab aku!"

Ardan berdiri, matanya terbelalak. Tangannya mengepal dan segera menghampiri objek itu.

"Jangan, aku mohon. Jangan, Dan!"

Ardan menggeleng. "Gak, Nin. Mereka keterlaluan."

"Bukan salah mereka, Dan. Aku saja yang bodoh."

Ardan menggeram. "Aku gak terima kalo kamu diginiin sama mereka. Seharusnya aku bilang ke kamu kalo mereka udah pacaran."

Anin terdiam. Jadi, selama ini Ardan tahu kalau mereka pacaran. Hanya dirinya saja yang naif di sini. "Kenapa kamu gak kasih tau aku?" cicitnya.

"Apa aku segitu bodohnya ya, Dan? Sampe kamu pun gituin aku?"

"Aku... ."

Anin menegarkan dirinya. Ia berdiri dan berjalan dengan sempoyongan. Meninggalkan Ardan yang terpaku.

****

****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Relativitas Cinta (New Version) Where stories live. Discover now