4. Nyaris saja

393 104 6
                                    

Happy reading!
.
.
.
.

Windy telah selesai merapikan dirinya dan mencuci muka setelah beres mengikuti tes modelling-nya. Kini, gadis itu keluar dari hall dan hendak menghampiri Sena yang bersikeras ingin menunggu dan mengantarnya pulang. Selalu seperti itu memang, apalagi jika Selgi tidak bisa pulang bersamanya seperti hari ini.

Dia pun berjalan dengan tangan kanannya yang menenteng paper bag berisi heels-nya.

Saat sudah hampir dekat dengan kursi tempat Sena menunggunya, tiba-tiba saja seorang pria yang dikenalinya sebagai kakak tingkatnya yang bernama Leon, menggenggam tangannya. Pria yang berbalut kaos hitam dan celana jeans senada serta jaket kulit itu lalu berjongkok di depannya dengan sebelah tangan lainnya yang memegang sebuket bunga yang sangat cantik.

"Windy, gue tahu kita belom lama deket. Tapi gue suka sama lu. Dan gue harap lu mau terima gue jadi pacar lu" kata pria itu.

Windy menghela nafas kasar, Leon adalah pria yang satu minggu ini terus mendatangi kelasnya hanya untuk menyapanya. Pria itu juga sering sekali mengiriminya pesan, namun hanya sesekali Windy membalasnya.

Bukannya Leon itu tidak tampan, tapi Windy hanya tidak bisa menyukainya ataupun merasa tertarik. Bagaimana bisa dia menyukai Leon jika di pikirannya masih ada bayang-bayang orang lain?

Sehingga sudah jelas, saat ini dia akan menolak Leon.

"Kak, maaf gue gak bisa"

Pria itu mendongak dan mengernyit heran, dalam hatinya tentu saja sangat kecewa mendengar jawaban adik tingkat yang sudah ditaksirnya seminggu ini. Tapi dia tidak akan menyerah semudah itu.

"Kenapa, Win? Gue ganteng, lo cantik. Kita jelas cocok" katanya lagi.

'Apa-apaan si Kak Leon?'

Windy berusaha untuk tidak menampakkan ketidaksukaan di wajahnya setelah mendengar ucapan tak nyambung Leon. "Maaf kak, tapi gue gak suka lu. Maaf banget"

Mau dipaksa seperti apapun, Windy memang tidak menyukai Leon, dan dia tidak ingin menerima pria itu karena kasihan. Di depannya, Leon kini bangkit berdiri dengan tangan mereka yang masih tertaut.

"Kita jalanin aja dulu, Win. Please!" jawab Leon memohon yang justru semakin menjengkelkan di mata Windy.

(Kata² kita jalanin aja dulu nih biasanya jadi toxic, wkk)

"Kak, gue bener-bener gak bisa. Maaf" katanya final dan berusaha melepaskan genggaman tangan Leon padanya. Tapi tidak berhasil, pria itu kini justru mencengkram kuat tangan kanannya yang membuatnya sedikit kesakitan.

"Ayolah, Win" paksa Leon.

Detik ini, Windy ingin sekali menendang milik Leon dengan kencang agar pria itu jera dan dia bisa kabur. Tapi rasanya itu terlalu kasar, dan lagi dia tidak mau menyakiti orang lain.

"Gue gak mau! Tolong tinggalin gue sekarang!" teriaknya dan menghempaskan genggaman tangan mereka yang akhirnya terlepas.

Setelah itu, Windy pun bergegas meninggalkan Leon yang masih tak menyerah dan kini malah mengejarnya. Tetapi langkah cepat dari kaki kecil Windy dengan mudah di dahului oleh Leon. Sehingga dengan sigap pria itu mecengkram kedua tangan mungil Windy yang kini terlihat panik.

Saat sudah sepenuhnya dikuasai rasa panik, tiba-tiba Windy melihat Sena tengah berlari ke arahnya. Dia pun langsung berteriak memanggil pria itu.

"Kak Sena! Tolongin!"

Teriakan Windy membuat Leon berbalik untuk memastikan teriakannya. Dan ketika wajah mereka sudah berhadapan, Sena menatapnya sinis lalu melihat ke arah Windy yang terlihat kesakitan karena ulah Leon.

DARE or DARE : AFTER [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang