Tears

82 16 0
                                    

Sekitar dua puluh menit kau duduk memeluk lutut di dekat jendela kamar dengan cat dinding berwarna biru itu. Pandanganmu masih kosong dilengkapi kemuraman pada paras ayumu. Kau terlalu nyaman dengan posisi tersebut bahkan sampai tidak menyadari seorang laki-laki berhenti bergerak di ambang pintu kamar seraya menatapmu lega.

Nafasnya terengah ketika mendekatimu. Semakin hilang jarak di antara kalian, dia semakin iba menyaksikan keadaanmu saat ini. Hatinya seolah hancur hanya dalam sekian detik melihatmu. Pelan-pelan ia menggunkan tempat  untuk duduk di hadapanmu.

"Jangan ditahan jika kau sudah tidak sanggup. Aku tahu berpura-pura itu menyakitkan."

Seakan baru tersadar dari suatu sihir, kau menoleh ke arahnya. Kau berupaya keras memberinya satu senyuman termanismu. Mencoba menenangkan dia yang jelas tampak cemas.

"Aku tidak berpura-pura sama sekali. Aku sungguh tidak punya air mata, Jin Hyuk-ah."

Setelah mengatakan itu, justru Jin Hyuk sendiri yang meloloskan cairan bening dari kedua matanya. Dia bisa merasakan betapa sakitnya hatimu sekarang. Sementara, kau tidak ingin terlihat lemah di depan laki-laki manis tersebut. Mungkin saja, Jin Hyuk sudah mempunyai banyak beban dibandingkan dengan dirimu. Namun, Jin Hyuk tetaplah Jin Hyuk. Dia keras kepala.

Detik ketiga Jin Hyuk merengkuhmu. Menyimpan tubuhmu yang lebih mungil darinya serapat mungkin.

"Jangan berbohong, noona. Kau tahu aku tidak suka melihat wanita yang kucintai mengurung semua luka-lukanya seorang diri. Aku sudah di sini, aku akan dengan senang hati menerima apa yang seharusnya bisa kau bagikan pada orang lain."

Dan kepedihan itu kian mengelupas, tak terkira dahsyatnya hingga batinmu mendorong tangan-tangan milikmu membalas dekapan Jin Hyuk. Di sanalah, di dada syarat debaran cepat seorang Lee Jin Hyuk kau menangis sesenggukkan. Sesekali Jin Hyuk mencium puncak kepalamu dan mengusap lembut bahumu.

.

"Terima kasih."

Jin Hyuk hanya mengangguk singkat. Dua mug berisi cokelat hangat sudah terbagi di tangan kalian masing-masing. Jin Hyuk hafal betul jika kau sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, maka meneguk sesuatu yang manis bisa menjadi salah satu penenangnya.

Jin Hyuk baru meneguk cokelat hangat miliknya kala kau mengajukan pertanyaan kepadanya.

"Darimana kau tahu aku kemari? Aku tidak merasa memberitahumu."

Jin Hyuk menaruh mug-nya. Melengkungkan bibirnya sebagai reaksi.

"Mudah. Kau tidak bisa menipuku dengan kalimat 'hidupku sangat indah' dalam postingan media sosialmu. Yang pernah aku pelajari, perempuan selalu mengucapkan kata sebaliknya sebagai pengakuan. Ternyata, kau bisa melihat."

Cokelat hangat buatan Jin Hyuk telah masuk dalam tenggorokanmu. Dan seperti biasa, itu memang efektif untuk meredakan perasaan kalutmu. Entah disebabkan kandungan cokelatnya, atau Jin Hyuk yang ahli menyulap perasaan melalui minuman.

Akibat lamanya menangis, kepalamu terasa sedikit pening. Kau memutuskan menyandarkannya di pundak Jin Hyuk. Kau tahu dia terkejut, tapi kau menyembunyikannya.

Satu lagi fakta misterius yang kau temui pada diri Jin Hyuk. Kalian berdua dan beberapa orang tahu, kalau diantara kalian tidak ada ikatan yang bisa menjelaskan apa status yang kau dan Jin Hyuk sandang sebenarnya. Jin Hyuk  merupakan anggota dalam sebuah grup idol ternama di Korea Selatan. Sedangkan dirimu, tak lebih dari seorang karyawan di sebuah restoran di Seoul.

Jika menilik ke belakang, cara kalian berkenalan cukup menarik. Itu karena kau salah menyajikan hidangan yang Jin Hyuk pesan. Selain meminta maaf, kau juga memberinya cokelat hangat gratis sebagai bentuk permohonan maafmu. Bagaimanapun Jin Hyuk adalah publik figur, kau harus memberikan kesan baik kepadanya demi nama baik restoran tempatmu bekerja.

Tak disangka, Jin Hyuk tidak jera mengunjungi restoranmu. Bahkan beberapa kali ia juga mengajak rekan se-grupnya untuk makan bersama. Jin Hyuk menjadi kenal baik dirimu, begitulah hubungan pertemanan kalian berjalan sampai kini. Terkadang kau merasa beruntung, bisa dekat dengannya, mengingat sebelumnya kau juga seorang penggemar dari grup Jin Hyuk. Hanya saja, dia bukan biasmu. Uniknya, walaupun kau terkagum pada anggota lain, kau dan Jin Hyuk sama-sama mengetahui perasaan satu sama lain.

Tak ayal, dalam beberapa kesempatan, Jin Hyuk merasa cemburu pada sosok yang lebih kau kagumi.

"Jadi, kau meninggalkan anak-anak demi aku?"

"Tidak. Malah aku disarankan untuk menemuimu segera."

Kau menjauhkan kepalamu dari pundak Jin Hyuk dengan tatapan selidik.

"Anak-anak?"

Pecah tawa Jin Hyuk. Ia suka ekspresi panikmu yang terkesan polos. Meski kau lebih tua darinya dua tahun, bagi Jin Hyuk kau gadis yang menggemaskan.

"Bukan. Woo Seok, hanya dia yang kuberitahu soal dirimu."

Jin Hyuk semakin terpingkal-pingkal menyadari transformasi wajahmu dari lega menuju gelisah.

"Dia tahu hubungan kita? Jin Hyuk-ah, dia biasku!!"

Sahutmu tidak terima. Lain dengan Jin Hyuk yang tetap santai. Terdengar tidak masuk akal, namun Jin Hyuk senang dengan kenyataan baru itu.

"Biarkan saja. Dengan begitu, tak ada kemungkinan kalian berkencan bukan?"

Kau mengerti maksud Jin Hyuk. Oleh karenanya kau langsung terdiam bak tertampar sesuatu. Jin Hyuk sangat puas tertawa, dan ia berhenti saat ia memergoki aksi melamunmu. Dia mulai bingung akan sumber perubahan kilatmu.

"Kenapa?"

Kau dan Jin Hyuk beradu pandang. Ada dirimu di dalam matanya. Kau yakin Jin Hyuk pun sebaliknya.

"Kau dan aku juga tidak berkencan. Tidak akan pernah bisa, Jin Hyuk-ah."

Jin Hyuk mengubah arah pandangnya menjadi lurus ke depan. Setiap kali kau mempertegas satu fakta itu, hatinya merasa terluka. Terkadang, Jin Hyuk sampai menahan diri untuk tidak membenci takdir yang merupakan alasan besar kau dan dirinya tidak dapat bersama.

Sekuat apapun perasaan itu menggelora, dan sehebat apapun kalian mencoba menantang, tetap tidak akan mampu melawan kehendak Yang Maha Kuasa. Kalian berdua tahu dan sepenuhnya menyadari hal ini, bahwa kenyataannya kalian berbeda meski mempunyai Tuhan yang sama.

Melihat Jin Hyuk yang menundukkan kepala sembari mengusap kedua ibu jarinya yang tumpang tindih, membuatmu disesapi kekhawatiran. Kau  memberanikan diri mengangkat wajahnya. Jin Hyuk selalu begini. Dia tidak pernah mengeluarkan suara sebagai ekspresi kesedihan, tetapi air matanya bukanlah kebohongan.

Maka, dengan kesakitan yang sama, kau memeluknya. Meletakkan kepala Jin Hyuk pada pundakmu lalu berupaya menenangkannya.

.
.
.









Akan ada dua versi untuk yang seperti ini. Tahulah akhir-akhir ini realita ikut campur sama tulisanku😣

Lee Jinhyuk Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang