𖤐. nanar merah jambu

85 46 2
                                    

antariksa bentala Jogja awal dina selasa nan kumaian syamsu berkilauan. semburat pancarona menyilaukan beribu pasang indra yang merenungnya. pendar kirana sang baskara menegur sapa figur kawula muda selagi bersua dengan rekan di pelataran anabrang.

himpunan skuter automatik satu per satu mengistirahatkan diri pada halaman parkir anabrang. mereka berdialog urita atau bahkan bertanya terkait bocoran ujian. asta dahayu bertautan dengan sang kawan, bertolak diri untuk melakukan sembahyang.

"ayo! keburu bel masuk!" seru seseorang memekik rungu, memberi instruksi lantas melaju.

deru alas kaki silih berganti berbalasan. lima belas menit yang akan datang bel berkumandang, ia lekas bergegas. guna menghemat energi, ayu hanya berjalan santai, lagipula ia telah sembahyang tadi pagi.

semburan rawi elok lan jelita menempa muka kuda besi beserta pengemudi yang melintasi. serta merta binar bersua dengan durja sang pujangga, itu aksa!, pekiknya dalam sanubari.

ukiran paripurna bak puncak Jayawijaya seakan sirna. bingkai merah kesumba beserta kulit bersih memicu kasih kian berbuih. sang pemuda menorehkan relief baru pada paras rupawan, mereka cipta sang puan merakit perasaan.

"vitamin pagi." tutur ayu santai, tidak berniat bertukar pendapat dengan rekan.

tersadar, nona di sampingnya menaikkan sebelah alisnya seraya menghela napas, "mau sampai kapan jadi pagar ayu disitu?"

ayu melongo, "o-oh, iya. utiwi." ia kedunguan, terus-terusan merenungkan aji-aji yang dikenakan tuan jenggala.

bisa-bisanya tersisa pribumi setampan aksa di semesta, pikirnya.

setiba di lokasi sembahyang, tuan putri dan dayang acap memanjatkan doa, semoga diberikan kelancaran ketika mengerjakan ujian. sembari menunggu sang pemudi mengakhiri aksi, benih sang ayu silih berganti memandangi pemuda pemudi mengarungi dina selasa awal hari. tak lupa mereka bercengkerama menyoalkan berita gembira atau sekadar melanting kurva.

kedua suku pemudi menuruni undak-undakan. "yu," ia terdiam, lantas melanjutkan, "sadar ngga sih lo?"

tutur katanya membuahkan tanya, maksudnya apa? ayu senantiasa bersabar, ini masih pagi hari  dan ia tidak diperkenankan untuk menjadi gadis sensi.

jemari gadis tersebut mengarahkan pada susunan batu bata berwarna abu-abu, tepat sepasang sepatu beradu. lalu, terbahak, "sepatu lo beda sebelah anjir!" menjadikan sang ayu kelabakan.

serta merta ia memalingkan daksa jua netra, benar, batinnya. "hah?!" belingsatan sang ayu dibuatnya, seraya meloloskan asta pada kedua sisi muka, "kok bisa sih?!" mengharapkan delusi.

pemudi masih melontar tawa menggoda, "hayolo mikirin apa!" tak lama, ia berbahana mengira, "gue tau nih!"

detik itu, lembayung dahayu kacau balau. syak wasangka berbaur walang hati kian menghantui.

"mesti mikirin kakak kelas ganteng ya!" sangkilnya sembari mencipta eseman.

krayon merah bak puspa padma menggambari durja cantik sang bidadari. ia meringis, "gimana dong ...," menahan tangis. pemudi lekas menghibur diri, menenangkan sang ayu susah hati.

genta berbahana berkumandang, ia lekas memasuki kelas. berat hati, sang ayu bertolak diri. beribu sumpah serapah ia gaungkan dalam sanubari. persetan, selasa sengsara, lamun kunjung memanjat, semoga aksa tidak melihat.

adibintang, gowon juyeon.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang