⭕ Extra part 1⭕

318 22 2
                                    

  "Mau ngambil apa lagi kamu?" tanya gue ke 50 kalinya. Bini gue menyeringai lebar, di mana kedua tangannya memegang mangga muda yang kemarin gue beli di Bali. Ya, ke Bali cuma buat beli buah mangga muda asem itu, siapa lagi kalau bukan kemauan ngidam istri gue ini.

  Pernah juga, tuh, mau minta bunga Sakura ke Jepang. Gue cuma mengelus dada sabar bin sabar. Gue celinguk, melihat kulkas yang terbuka setengah, tanpa ada rasa kasian sama itu kulkas usang, gue membukanya lebar dengan kerasnya.

  "Hah, kosong? Bukannya dua hari yang lalu kita beli belanja bulanan."

  "Kamu marah?" Zeze memanyunkan bibir seksinya itu, pengen gue kecup jadinya. Gue menerbitkan senyum paksa.

  "Nggak, kok sayang, aku ngerti kok. Semua ini pasti kemauan anak kita. Jadi kamu mau apa lagi ummm?"

  Gue duduk di samping bini, dengan manjanya dia bergelayut manja di dada gue yang telanjang ini. Gue mengelus perut buncitnya yang ada dua orang di dalamnya. Hebat bukan? Sekali masuk dapat dua anak sekaligus.

  "Awwww---" Pentil gue di tarik Zeze layaknya gelang karet. Bukannya merasa bersalah, malahan ini bini menyengir kuda. Heran gue.

  "Sayang, aku mau kepala muda. Eh, kelapa muda." Telunjuk untuk memerintah itu mengarah ke pohon monyet yang tingginya Nauzubillah. Pohon monyet itu tumbuh di samping ruang dapur, jadi lewat jendela ini tampak jelas pohonnya. Gue melirik bini gue yang mengeluarkan jurus Uzumaki Naruto. Puppy eyes miliknya itu pengen, deh, gue unyel-unyel.

  "Jangan bilang kamu nyuruh suami tampan mu ini manjat pohon monyet itu?"

  "Kok kamu ngomongnya kayak nggak mau gitu, sih, jahat banget!" Dengan cepat dia membalikkan badannya. Bibir manyunnya itu pengen gue tarik.

  Sabar Rio ...sabar. Ini masih mending, di banding Mike yang di suruh istrinya ngidam dulu makan bakso lava, jangankan memakannya, membayangkan saja gue ngeri. Gue beralih ke depan bini yang manja akut ini. Belum sempat gue meraih tangannya, langsung di tarik aja. Mulai dramanya.

  "Maafkan suami kece mu ini sayang. Iya, deh, aku bakal ambilkan kelapa muda itu seberapa yang kamu mau umm?" Bini gue memicingkan matanya ke arah gue. Kakinya itu asal asalan menginjak burung gue.

  "Aduh ...! Punya istri galak amat."

  "Bilang aja nggak ikhlas, jni juga kemauan anak kamu tau. Kamu ish."

  Ya Tuhan tolonglah umatmu ini. Gue menghapus air mata sialan yang meluncur di pipi bini gue. "Cup cup, jangan nangis lagi, ya. Nanti tambah jelek."

  "Apa?!"

  "Nggak papa, ya sudah, lihatlah suamimu akan ngelaksanain kewajibannya." Gue ngacir ke luar di ikuti bini gue di belakang. Sesampainya di pohon monyet ini, jantung gue gedebak-gedebuk. Gue merenggangkan otot tangan dulu buat pemanasan. Baru satu kaki menginjak ini pohon, bini gue menjerit-jerit seperti orang kesurupan sembari meremas-remas perutnya.

  "OI KENAPA?!"

  "MAU LAHIRAN, PAKAI NANYA LAGI!"

  Secepat kilat gue berlari ke arahnya yang jeritannya semakin menjadi-jadi. "Widih anakku mau brojol aja." Gue mengelus perutnya yang di kendor-kendor oleh cabang si bayi.

  "APAAN LAGI?! CEPAT KE RUMAH SAKIT! HUWAA SAKIT!"

  Zeze menarik bulu ketek gue. Keringatnya dia usapin di ujung boxer yang gue kenakan. Tanpa banyak bacot lagi, gue langsung berlari ke kamar mau makai baju kaos oblong dulu, yang penting pakai baju. Dari pada nggak pakai, bisa saja para suster kepincut sama roti sobek gue.

  "HUWA SAKIT!"

  Tadi bulu ketek, sekarang kumis tipis gue yang di tarik. Gue menggendong Zeze masih menjerit-jerit layaknya di ruqyah pak ustadz. Di saat mau membuka mobil baru ini, apesnya kunci mobilnya lupa taruh dimana, kedua telapak tangan gue mendingin total. Siapa coba nggak cemas.

  "Sayang duduk dulu di sini sebentar."

  "Ma-mau ke-kemana?"

  "Pinjam mobil Reval, sudahlah tunggu di sini jangan kemana-mana." Gue ngacir ke rumah Reval yang bersebrangan dengan rumah gue. Sesekali gue melirik ke arah bini, barang kali aja anak gue sudah brojol.

  'Tok! Tok! Tok!

  "Argh, langsung masuk aja!" Kebetulan sekali, pintu rumahnya nggak di kunci. Gue mencari-cari letak keberadaan makhluk hidup di dalamnya.

  "Om io mayu apla?"

  Gue terperanjat kaget, di kira tadi anak tuyul yang meluk kaki gue. Ternyata si Calista pelakunya. "Papa kamu mana sayang?"

  "Di kamal ama mamah."

  Ngapain pula pasangan sejoli itu. Sebentar gue mencubit hidung pesek Calista biar mancung hidungnya ada perkembangan. Lalu berlari cepat menuju si dua sejoli lagi bercumbu. "Val buka oi! Pinjem mobil lo elah, lo pada ngapain aja sih di dalam?!"

  'Cklek!

  "Ngapain Lo ke sini?" Reval bertanya dengan raut muka kurang suka, ini namanya kayak nggak nerima ada tamu lagi datang ke rumahnya.

  "Tu ....nganu ...!"

  "Rio, kalau mau ngomong yang jelas dikit, jangan seperti orang kumur-kumur," sambar bini Reval, sambil geleng-geleng kepala.

  "Sempak lo hilang lagi?"

  Skip, lupakan soal sempak gue yang melayang kemarin sampai jatuh ke kolam ikan Reval. Keadaan genting begini tidak bisa dibawa bercanda dulu.

  "Bantu gue, itu bini gue mau brojol!"

  "Brojol?" Reval mengernyitkan dahi. Gue menepuk-nepuk jidat berulang kali.

  "Cailah, itu apa sih namanya?! Iya itu mau melahirkan!"

  "Oke bentar mau ngambil kunci dulu!"

  Tanpa tanya-tanya lagi, Reval lari terbirit-birit ke arah ruang keluarga mungkin. Begitupun juga gue, bergegas keluar menyusul bini  teriak-teriak tak karuan.

  "HUWAA LAKI KU YANG TAMPANNYA NGALAHIN KODOK DI MANA WOI?!"

TBC

Diary Remaja [End]✓Where stories live. Discover now