Part 44

153 25 41
                                    

Ersha menahan napas melihat mimik Sarah yang nampak begitu tegar ketika Hasna menyodorkan undangan.

"Ana minta doanya ya, Sarah... Aliya sampai saat ini masih belum ridho. Sekarang saja dia nggak mau tinggal sama kami, maunya tinggal bersama Ersha."

Sarah tertegun sejenak sambil menatap Ersha dan tersenyum sendu. Dengan lembut direngkuhnya tubuh Hasna dan memeluk hangat.

"Aamiin... Ana akan selalu doakan agar Aliya bisa legowo. Dua bulan yang lalu, sebelum antum kesini dia sempat kesini dan sempat juga ber-video call dengan Mario. Ana sudah berpesan agar bisa ikhlas dengan keputusan abinya. Semua pasti yang terbaik untuk Aliya. Mario pun juga sama..."

Hasna mengangguk. Pelukan pun terlepas. Dipandanginya dalam-dalam wanita cantik nan anggun di hadapannya ini.

"Afwan ya, Sarah... Ana memberikan undangan ini sama sekali bukan bermaksud menambah luka di hati anti, tapi minta doa... Biar Aliya bisa melewati ini semua dengan sebaik-baiknya."

"Iya, Ukh.. Ana paham. In syaa Allah ana selalu mendoakan yang terbaik."

"Mario gimana, Sarah? Apa sama kaya Aliya, masih kecewa dengan keputusan Bang Arkhan?"

Sarah nampak menghela napas dalam-dalam. Entah rasa apa yang sedang berusaha wanita itu sembunyikan. Ersha tak mampu menebak.
Bibir wanita cantik itu tetap menyunggingkan senyum sempurna.

"In syaa Allah kalau Mario sudah bisa legowo, Ukh... Hm... Cuma kayanya Mas Erick yang masih kesal sama Ustadz Arkhan. Dia sempat ke rumah Ukhty waktu itu berusaha membuat Ustadz Arkhan berpikir ulang akan keputusannya, namun sepertinya keputusan beliau sudah bulat akan menjodohkan Aliya dengan pemuda yang jauh lebih baik."

Ersha menahan napas. Ia ingat kejadian itu.
Dipandanginya Hasna, nampak sepasang telaga bening Hasna mengembun. Wanita paruh baya itu segera memeluk erat sahabat tercinta.

"Maafkan Bang Arkhan ya, Sarah...." pintanya sambil terisak.

Sarah nampak tersenyum pilu...

*****

Makin mendekati hari pernikahan, Ersha dan Hafidz malah melihat Aliya yang kian kalut.

Gadis itu benar-benar belum mampu meredakan kemarahannya pada sang ayah.

"Sepertinya ana nggak bisa menikah dengan Bang Fauzi."

Begitu ucapnya usai makan malam. Sama sekali tak mampu diduga oleh siapapun.

Hafidz dan Ersha saling berpandangan .

"Pernikahanmu sudah di depan mata, Liya..."sahut Ersha berusaha tak terpantik emosi.

Ia berdua Hasna sudah susah payah menyiapkan segala sesuatu agar pernikahan Aliya dan Fauzi berjalan lancar, lantas bagaimana kalau gagal?

Semua kerja kerasnya sia-sia berarti. Ditambah lagi, keluarga Fauzi pasti marah besar, undangan kan sudah disebar.

"Istighfar, Aliya..." Hafidz berusaha melembutkan hati adiknya.

"Ana mau ketemu Bang Fauzi boleh?" tanya Aliya dingin.

Hafidz dan Ersha terlonjak.

"Mau apa ketemu Fauzi?" tanya Hafidz berusaha melembutkan intonasi suaranya.

Entah mengapa ia jadi kesal dengan permintaan sang adik yang aneh dan tak mampu ia mengerti.

"Ana mau bikin perjanjian pra nikah."

Sekali lagi Ersha dan Hafidz terlonjak dan saling berpandangan. Rahang Hafidz mengeras.

"Innalilah, Aliya... dalam Islam nggak ada itu perjanjian pra nikah!"

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang