Part 46

149 24 17
                                    

Siska menghela napas berat. Suaminya sudah berada di rumah, namun sepertinya jiwa dan pikirannya sedang tak menyatu dengan raganya.

Ferdy sejak tadi menyimak laptopnya memperhatikan CCTV melihat Risna dan pegawai toko menyiapkan barang-barang persiapan pembukaan Adventure Store lusa.

Andika sejak tadi merengek meminta perhatian ayahnya, namun Ferdy mengabaikan putranya membuat Siska berang.

“Mas. Kalau mau balik ke Jogja sana silakan, deh!” Ucapnya ketus membuat Ferdy menoleh.

Kening pemuda itu mengerut.

“Andika nih kangen sama ayahnya tapi ayahnya sibuk terus. Pikirannya nggak tahu lagi kemana.” Protesnya kesal.

Ferdy berusaha menurunkan egonya. Ia segera berdiri dan mendekati istrinya yang nampak kewalahan menenangkan putranya yang sejak tadi rewel.

“Mami kamu kenapa sih, Sayang..? Seminggu ini uring-uringan mulu...” tanya Ferdy pada Andika padahal sebenarnya tertuju pada istrinya.

Siska melengos,”Ya Mas Ferdy nggak lihat apa, kalo Andika tuh maunya dekat sama ayahnya...” jawabnya gemas sambil berlalu.

Ia juga punya seabrek tugas kampus yang harus diselesaikan. Ferdy menghela napas panjang sambil geleng-geleng kepala melihat istrinya yang bergegas menuju salah satu kamar yang sudah dijadikan ruang belajar.

Pemuda itu akhirnya mengajak Andika duduk dan kembali menatap laptop.  Dengan suara imut, diajaknya Andika menyimak CCTV di hadapannya menjelaskan apa yang ada disana.

Andika memperhatikan. Terdengar suara-suara dari bibir mungilnya seolah merespon kalimat-kalimat dari ayahnya.

Gawai pemuda itu tiba-tiba berbunyi, Ferdy segera mengangkat. Kalau dari Risna pasti penting.

Andika mulai merengek kembali melihat ayahnya yang tak lagi fokus padanya. Tangan dan kakinya bergerak-gerak seolah ingin menghalau handphone yang kembali merebut perhatian ayahnya.

Ferdy kewalahan.
Ia segera memanggil baby sitter dan menyerahkan Andika padanya. Tentu saja Andika jadi menangis keras.

Siska tergopoh-gopoh datang. Emosinya tersulut melihat suaminya sibuk berhape ria sementara putranya sekarang dibawa Fani si baby sitter agar tak mengganggu ayahnya.

Dengan sengaja diraihnya salah satu pajangan kristal di bufet dan dilemparnya ke lantai hingga pecah. Otomatis Ferdy terhenyak kaget dan menoleh.

Siska sama sekali bergeming. Matanya nyalang menatap marah pada suaminya.

“Risna, nanti kutelpon lagi. Sudah aku pasrahkan saja semuanya sama kamu.” Ucap pemuda itu kemudian menutup sambungan telpon.

“Ada apa...?” tanya Ferdy berusaha meredakan emosi.

“Masih nanya juga?” tanya Siska kesal.

“Ya Allah...kamu nih kenapa sih, Sayang..? Uring-uringan mulu...”

“Ya gimana nggak uring-uringan? Kamu tuh egois banget! Kalau sudah memutuskan untuk pulang ya pulang beneran. Bukan cuma badan kamu aja yang pulang tapi pikiran sama nyawa kamu tertinggal di Jogja sana!”

Astagfirullahaladziim, Sayang... aku pulang kan demi kamu... kamu kan pingin ditemenin ke kondangannya Aliya... aku udah datang masih salah juga di mata kamu. Gimana, sih..?”

“Eh, Mas! Kalau aja Mas nggak keras kepala dan bisa mendengar masukan untuk membuka toko minggu depan kan nggak bakalan kaya gini!”

Ferdy membuang napas berat, ia tak mau berdebat lebih jauh lagi. Kakinya melangkah memasuki kamar dan membanting pintu.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang