ARETHA #29

322 58 1
                                    

Plak!
Sekali lagi Aretha menampar Natha, kali ini bukan didepan orang-orang seperti yang dia lakukan tadi di kelas. Tapi kali ini mereka sedang berada di taman belakang kampus yang sepi.

Hanya mereka berdua tidak membuat Aretha takut, justru ini adalah kesempatan bagus untuk membongkar sifat asli Natha. Si biang kerok yang sudah mengambil paksa keperawanan Karisa. Aretha fikir mereka sahabat, ternyata Natha lebih rendah dari pada manusia jalang dipinggiran kota malam yang terlihat selalu mengerikan dan menyedihkan.

Pipi kanan dan kiri Natha sudah setengah merah, lelaki itu hanya diam. Seperti sedang menahan amarah pada gadis didepannya.

"Maksud lo nampar gue apa?" Natha berdecih sinis, dan inilah sifat aslinya. Semua senyum dan keramahan yang ia berikan waktu pertama kali bertemu hingga sekarang adalah palsu. Setidaknya begitu yang Aretha tangkap.

"Menurut lo?" Aretha tesernyum meledek, namun maaf sebentar lagi mungkin Bomnya akan meledak. Dan itu gara-gara lelaki buaya seperti Natha yang sudah merusak kehormatan perempuan.

Perihal Karisa sempat ingin diperkosa di rumahnya memang gagal dan Kanoa berhasil menolongnya. Tapi setelah Kanoa meninggalkannya di stasiun dan pulang ke Bandung seorang dirilah yang membuat Natha kembali dan mengikuti Karisa. Sampai terjadilah hal yang membuat Karisa ingin bunuh diri.

Dan fakta yang paling membuat Aretha benci adalah pacarnya harus terlibat didalamnya.

"Gue gak tau kenapa lo mampar gue." Natha masih tidak mau mengaku.

Oke, jangan salahkan Aretha kalau gunting didalam tasnya keluar. Jangan salahkan Aretha jika setelah ini akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Salahkan saja Natha yang memiliki muka tebal.

"Emang ya kalau laki-laki murah itu gak tau malu." Aretha hampir mengeluarkan benda tajam dari ranselnya. Sebelum akhirnya Natha tertawa terbahak didepannya, seperti orang gila.

Aretha mengurungkan niatnya untuk mengambil gunting. Dia menatap lekat kearah manik mata Natha yang sekarang sedang mengajaknya untuk berperang.

"Sok cantik." Ucap Natha pelan namun berhasil membuat Aretha mengepalkan tangan. "Jangan mentang-mentang lo cakep dan terkenal jadi sembarangan ngomongin gue."

Aretha menaikkan alisnya tinggi, gadis itu bersendekap tangan didada. Mencoba mendengarkan lelaki gila didepannya bicara.

"Murah? Cih." Natha mengusap pipinya yang kini mulai memanas akibat tamparan Aretha. "Lo gak tau apa-apa!"

Aretha mendekat, "emang! Dan gue pun gak mau tau apa-apa lagi." Ujarnya pelan dan menusuk. "Gue cuma gak habis fikir, Karisa bisa temenan sama manusia menjijikkan kayak elo."

Natha mengeraskan rahangnya, dia pun ikut mengepal. Dan Aretha tau gerak-gerik itu, gerakan aba-aba untuk menonjok seseorang.

"Lo mau nonjok gue? Silahkan. Kalau lo gak mau disebut banci." Ujar Aretha menantang.

Natha melepaskan kepalannya sambil kembali tertawa, tidak takut dengan kata 'banci' lelaki itu segera mencekal kerah Aretha naik keatas. Pelan namun cukup menyesakkan leher Aretha.

Aretha masih tenang, tangannya ingin menonjok lelaki itu namun gagal karena ditahan dengan tangan Natha yang lain. Lelaki itu langsung mendorong kasar Aretha ke tanah tanpa aba-aba.

Aretha tersungkur ditanah, sambil mengumpat nama-nama hewan. Gadis itu bangkit dengan cepat lalu segera menendang benda sensitif milik Natha.

Natha mengeluh, merasa kesakitan sampai terduduk ditanah. "Sial-an." Ucap Natha terbatah. Tendangan itu nyaris mengenai benda vitalnya.

Aretha membersihkan bajunya yang kotor karena sisa tanah menempel pada lengannya. "Dia mengeluarkan ponselnya dari saku, lantas merekam video Natha kesakitan."

"Hai, kenalin ini Natha. Mahasiswa kedokteran dan sebentar lagi bakal di drop out dari kampus karena kelakukannya,-" Ucapan Aretha membuat Natha ingin bangkit, tapi ngilu itu masih menjalar sehingga Natha hanya bisa bersuara.

"Lo ngapain bangsat!"

Aretha terkekeh, dia akhirnya menang. "Liat kan? Betapa rendahnya cowok ini. Ohiya jangan lupa kasih salam sama cewek-cewek yang habis lo tidurin. " Aretha tersenyum miring melihat ekspresi mata Natha yang membulat sempurna. "Ups, sorry keceplosan."

"Btw berapa banyak?" Kekeh Aretha lagi lalu mematikan tombol video diponselnya.

"Lo ngapain, bangsat!" Ucap Natha lagi.

Aretha berjongkok ditanah, dia menampar sekali lagi pipi lelaki itu lalu ponselnya dilayangkan didepan wajah Natha. "Ini bayaran atas apa yang lo perbuat sama Karisa, dan satu lagi, jangan lupa soal pacar gue yang kesusahan gara-gara elo!"

🌸🌸🌸

Aretha merasa telapak tangannya panas karena terlalu keras menampar Natha. Gadis itu meringkuk di sofa rumahnya sambil memikirkan nasib pacarnya yang terjebak di Bandung.

"Loh, kok kamu ada di rumah? Bukannya jam kuliah kamu sampe sore." Vanda, sang mama bergabung dengan Aretha di sofa sambil meneguk teh di cangkir yang ia bawa.

Aretha menghela nafas pendek, "jangan marah ya Mah. Aretha habis nampar cowok."

"Uhuk-uhuk,-" Vanda hampir tersedak dan mengeluarkan isi tehnya yang habis dia seruput sedikit jika saja Aretha tidak segera memberinya air putih dan menepuk nepuk pelan punggung mamanya.

"Kamu ngapain!" Vanda melototi anak gadisnya. Sebetulnya tidaklah sekaget itu, karena dia sudah pengalaman mendengar hal-hal kasar baik dari kedua kakak perempuan Aretha ataupun sekarang dari Aretha sendiri.

"Biasa Ma, membasmi kejahatan." Kekeh Aretha segera memeluk Vanda dengan kehangatan. Gadis itu baru sadar kalau akhir-akhir ini Aretha jarang berada di rumah dan ngobrol berdua dengan mamanya.

Vanda mengusap pelan rambut anaknya, "kamu gak bikin ulah kan Tha di kampus? Kamu udah janji sama mama loh buat fokus kuliah dan gak bikin ribut kayak waktu di SMA."

Aretha menggeleng, "gak kok ma. Tenang aja."

Vanda mengangguk, "mama percaya sama kamu."

Ucapan itu membuat Aretha memejamkan mata, lalu terlelap sebentar dipelukan mamanya.

🌸🌸🌸

ARETHA (A Journal About Love) [COMPLETE]Where stories live. Discover now