Pusat Perhatian

167 69 40
                                    

Setelah berjalan tanpa henti, akhirnya Dara memasuki ruang kelas yang tak terlalu ramai. Kicauan temannya tak dianggap serius hanya sekilas info. Pikirannya saat ini tengah berkelana ke seberang jalan. Sesekali manik matanya melirik ke pojok kanan, belum ada tanda-tanda darinya.

Kira-kira Revan ke mana, ya?

Pelajaran ketiga dan keempat akhirnya berlanjut dengan tugas yang banyak. Anak-anak lain sempat memprotes ketidaksetujuan. Namun, para guru hanya bertindak sesuai keharusan.

Buku-buku yang berserakan dirapikan dan ia masukkan ke tas ransel. Jessica merangkul bahu Dara, ia berniat mengajaknya ke kafetaria. Namun, Dara menolaknya halus.

Keluar dari kelas, Dara mengitari area sekolah siapa tahu bisa bertemu dengan Revan. Namun, apa daya sosoknya tak ditemukan dengan mudah. Layaknya mencari di tumpukan jerami. Langit semakin cerah dengan sinar mentari yang terik. Dalam perjalannanya menuju pintu gerbang, di tengah jalan banyak kendaraan yang hilir mudik.

Tak satu pun angkutan umum yang menarik perhatian, karena dirinya sedang menanti ojeg langganan yang siap sedia tanpa ongkir siap menjemputnya kapan saja. Sembari menunggu Dara duduk di halte terdekat. Semakin larut dengan kebosanan, akhirnya ia memutuskan berjalan kaki sembari bersantai.

Botol le mineral tergeletak rapuh di jalanan, kakinya iseng menendang-nendang ke tempat sampah. Tak satu pun yang masuk karena dirinya bukan pemain sepakbola yang handal. Saat dirinya melewati warung yang dihuni oleh segerombolan anak muda. Seringkali ia disorakin dengan cuitan massal yang tak bermanfaat.

Hanya lirikan sinis yang Dara lontarkan, dan beberapa orang cekikikan sembari bermain kartu. Anak sekolah kejuruan menjadikan warung tersebut menjadi tempat tongkrongan mereka. Melepas penat dari dunia fana yang semakin ricuh.  

"Kiw. Cecan kenalan dong!"

"Sini mampir, Neng. Biar Abang yang antar. Dijamin selamat sampai tujuan dan tak ada biaya tambahan."

"Ojek neng, murah meriah manis."

Sepenggal cuitan tak bermutu yang mereka lontarkan. Namun, selalu ada yang terjerat dengan rayuan mereka. Namun, Dara berbeda dari yang lain. Jadinya, tak terlalu memikirkan. Anggap saja butiran debu yang mudah tersapu oleh angin.

Tin! Tin!

Klakson motor terdengar rusuh tepat di belakangnya. Semakin dibiarkan semakin menjengkelkan. Sebagian dari mereka rupanya masih berharap mendapatkan perhatian. Namun, Dara abaikan.

Sengaja ia mempercepat langkah kakinya sembari menghindari mereka, tetapi ada yang aneh dari pengendara motor yang satu ini. Meskipun sudah ditolak berkali-kali. Dirinya masih tetap berusaha menarik Dara untuk mendekat.

"Neng cantik. Nge-gojeg yuk bareng Babang Tampan dijamin langsung kepincut dengan pesona Abang!"

Dara mengangkat jari tengahnya, tak menoleh sedikit pun. Kekehan terdengar dari balik helm yang setengah terbuka. Tiba-tiba saja motor yang dipakai menghalangi jalannya. Tentu saja membuat Dara jengah dengan tingkah tak masuk akalnya!

"Yo, ketemu lagi. Jangan-jangan kita ditakdirkan berjodoh!"

Lelaki berjaket hitam menatap Dara dengan serius. Namun, di balik senyuman yang terpatri terdapat tipu muslihat yang tersembunyi. Bukan hanya dirinya yang sok akrab, tetapi
sepertinya ia memiliki sesuatu yang lain.

Dara tak ingin berburuk sangka. Namun, semua pertemuan tak ada yang namanya kebetulan. Bisa jadi dirinya telah ditandai atau menjadi target untuk dimainkan.

Sikap apatis yang Dara berikan membuat si nyamuk tak tinggal diam. Ia mencekal lengannya yang bebas.

"Cuek amat, sih jadi cewek. It's okay. Semakin lo tak acuh semakin menarik untuk dilirik."

Revandra [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt