#4 - Curious Dana

1.7K 230 16
                                    

"Liat kan, anak orang kena batunya gara-gara kelakuan kamu. Masih untung satu, gimana kalo sepuluh? Sepuluh-sepuluhnya juga kamu bawa ke sini?"

Dana memejamkan mata bosan, "Udah kenapa sih? Capek dengernya."

"Ya kalo gitu kamu harusnya juga capek ngelakuin hal-hal nggak guna kayak gini."

"Udah dong, kalian tuh adik-kakak nggak ada akurnya sama sekali lho," Dokter yang menangani cewek yang kini terbaring di atas tempat tidur bangkit. Menghela napas pada keduanya, memaklumi dengan kelakuan Tamara yang cerewet terhadap adik satu-satunya dan Dana yang memang keras kepala.

"Ya nggak bisa sesantai itu lah, Mbak. Coba kalo yang jadi korban kenakalannya nggak cuma perempuan ini, apa Dana mau tanggung jawab gitu aja? Nggak mungkin. Tipe-tipe kayak Dana gitu, nggak ada yang bisa diandelin dari dia."

Dana menaikkan alis mendengar cibiran kakaknya. Ia tak memperdulikan, dan kembali memandang tempat tidurnya yang penuh. "Jadi dia gimana?"

Dokter Nita, selaku kakak kandung dari Dimas yang berstatus suami Tamara kembali menatap Mara yang terbaring di atas ranjang. Sebuah luka di dahi cewek itu kini telah diobati, perban putih menempel di sana. "Dia baik-baik aja kok, luka di dahinya cuma luka kecil jadi nggak perlu di jahit."

Dokter Nita beralih membereskan perlengkapan yang sebelumnya ia bawa. "Ya udah kalo gitu, aku balik ke rumah sakit ya? Nggak pa-pa kan ditinggal? Kamu jagain dia ya Dan,"

Dana mengangguk dan ikut bangkit dari duduknya.

"Makasih ya, Mbak. Aku anter ke depan," Tamara juga mengangguk, mengikuti Dokter Nita dari belakang keluar kamar Dana. Namun, wanita itu menolehkan kepalanya kembali ke Dana dan berkata, "Aku sekalian jemput Kikan dari les, urus temen kamu."

Dana tak mengubris. Ia malah menghela napas, lalu kembali menghempaskan tubuhnya di atas sofa kamar yang ia tempati tadi. Menopang kepala dengan sebelah tangannya, mata cowok itu memandang Mara yang terbaring di atas ranjangnya. Dana terbayang kembali kejadian sore tadi, kalau saja teman-temannya tidak tiba-tiba datang entah darimana untuk membantunya, mungkin dia dan Mara tidak dengan keadaan baik-baik aja selain lebam-lebam yang mungkin lebih parah dari yang Dana dapat sekarang.

Tapi, Mara yang lebih parah. Jatuh pingsan dengan luka di dahi.

Sedikit rasa bersalah muncul karena sadar akan omongan kakaknya ada benarnya. Tapi, kenapa Mara bisa ada di gang itu? Apa cewek ini nggak tau ada tawuran di sekitar sekolahnya?

Dana mendecak lagi, menghela napasnya lagi. Bahkan hampir memejamkan mata untuk ikut tidur, sebelum matanya menangkap pergerakan dari Mara. Dana lantas bangkit dari rebahannya dan duduk semestinya untuk memperhatikan Mara.

Mata cewek itu mengerjap disertai kernyitan di dahi, yang bisa Dana pastikan adalah Mara pasti merasa sakit di sekujur tubuh, hal itu membuatnya ikut mengernyit sedikit simpati. Apalagi melihat mata Mara terbuka dan langsung menatap ke sekeliling kamar yang pastinya terlihat asing untuk dirinya, kamar bercat abu-abu yang cukup berantakan dengan pakaian-pakaian dan buku-buku yang berserakan yang jelas-jelas bukan miliknya.

Lalu, yang Dana lihat lainnya adalah tangan Mara naik untuk menyentuh perban di dahi. Dengan sekali lagi melemparkan tatapan menyelidik ke seluruh ruangan, raut wajah cewek itu semakin terlihat bingung. Seakan bertanya, gue dimana?

"Lo di rumah gue," ucap seseorang yang lantas membuat Mara menolehkan kepalanya ke sumber suara. Mara melotot seketika. Cewek itu buru-buru bangkit dari tidurnya, dan seketika merasakan sakit menjalari punggungnya. Bangunnya tertahan, ia meringis pelan sambil memegangi punggungnya.

Dana yang melihat itu sedikit mengernyit ngilu, ia bisa merasakan apa yang Mara rasakan karena Dana sudah biasa. Tapi, untuk ukuran Mara yang merupakan seorang cewek, yang artinya tak terbiasa dengan kekerasan, hal barusan pasti lumayan sakit.

TrustWhere stories live. Discover now